27. Keputusan abu-abu

70 9 2
                                    

Di rumah Shalimar, Naira yang sedang menghabiskan sarapannya terlihat murung. Sesuatu hal yang mengusik pikirannya membuat gadis itu tidak lagi berselera terhadap sepiring nasi lengkap dengan sayur capcai juga ikan bandeng goreng.

Rumah Shalimar pagi ini begitu sepi, wanita itu sendiri sudah pergi ke pasar sejak pagi buta. Naira yang ditinggal sendiri di rumah semakin bimbang, Naira yang sudah kembali ke kamarnya terus menatap ponsel yang sengaja gadis itu letakkan di atas meja depannya.

Sambil memeluk kedua lututnya gadis itu tak lepas pandangannya dari ponsel yang menampilkan layar pesan dari seseorang yang beberapa bulan sudah menghilang ini. Tanpa menyebut nama, Naira tahu siapa si pengirim pesan itu.

"Kenapa baru sekarang?"
gumam Naira lirih.

"Apa kamu udah berubah fikiran?"

Satu tetes air mata luruh, seperti ada yang menyayat hatinya, Naira ingin sekali berteriak menumpahkan segala yang ada.

Dan setelah satu jam dirinya berfikir akhirnya keputusan untuk jauh-jauh datang ke tempat yang sudah menjadi perjanjian adalah pilihan Naira. Sederhana tapi nyaman, Naira memilih memakai baju dress longgar lengan panjang yang Ia padu padankan dengan celana kulot hitam.

Usai Naira berpakaian rapih kini gadis itu keluar dari kamar, mencari-cari sosok Shalimar, apakah wanita itu sudah kembali dari pasar atau belum. Gadis itu tidak boleh pergi begitu saja, Ia harus memberi tahu Shalimar soal kepergiannya. Naira takut jika wanita baik itu akan kebingungan mencari-carinya jika tidak ada di rumah, Naira takut dianggap sebagai orang yang tidak tahu terimakasih.

Naira tersenyum lebar, orang yang dia cari rupanya baru saja kembali dan hendak memasuki kamar.

"Naira?"
panggil Shalimar keheranan.

Wanita setengah parubaya itu menatap Naira penuh tanya, ketika gadis itu tampil rapih dengan rambut ikat setengah juga Sling bag yang sepertinya Shalimar kenal.

"Tante..."

"Naira kamu mau kemana?"

Belum selesai Naira berbicara Shalimar sudah memotongnya dengan rasa penasaran.

"Tante eh Bun, Naira mau minta izin pergi keluar sebentar."

Naira yang masih sungkan memanggil Shalimar Ibun sama seperti Demas memanggil wanita itu, sengaja pagi ini memanggilnya seperti itu berharap mengurangi rasa canggung Naira dalam pembicaraan ini.

"Kemana Naira? Sama siapa, sama Dewa ya?"
tanya Shalimar masih penasaran.

"Pergi ke tempat temen Naira Bun, bukan sama Demas tapi Naira pergi sendiran."

"Jauh engga? terus naik apa?"

Naira tersenyum, jantungnya sedikit berdebar kencang. Mulutnya kaku ketika mulai berbohong.

"Engga kok Bun deket di Caffe yang ada di seberang supermarket depan, Naira naik ojek
online, Oh iya Naira pinjem tas ini Bun, boleh gak?"

"Oh itu, Iya pake aja Naira. Kamu beneran sendirian? Jangan lama-lama ya Naira akhir-akhir ini cuaca lagi sering gak nentu jangan sampe kehujanan."
ujar Shalimar penuh ke khawatiran.

Membuat gadis itu tersenyum getir, rasanya air mata Naira ingin menetes saat itu juga, namun ditahan Naira agar wanita dihadapannya tidak semakin khawatir.

Setibanya ojek online yang gadis itu pesan sampai, Naira yang sudah berada diatas motor melambaikan tangan ke arah Shalimar yang berdiri di teras rumah menatap dari balik gerbang.

"Hati-hati Naira."

Gadis itu mengangguk selagi motor yang di tumpanginya berjalan.
Selama perjalanan Naira terus saja berkutat dengan pikirannya sendiri, ada rasa sedikit takut bertemu lagi dengan laki-laki yang beberapa bulan lalu telah mencampakkannya.

Nice To Meet You (END)Where stories live. Discover now