16. Amarah Terpendam.

159 20 16
                                    

***

Di kampus. Suasana hari Sabtu seperti ini akan terlihat sepi. Dan penghuni abadi hanyalah mahasiswa yang aktif organisasi. Seperti sekarang, Demas dan lainnya akan kembali melakukan rapat perkembangan project mereka di hari weekend. Demas berjalan beriringan dengan Radit. Pemuda yang sedang asyik bersenandung itu tak menyadari Demas yang telah tertinggal.

Dan Demas yang sengaja berdiri memberhentikan langkah, matanya menatap nyalang ke arah seseorang yang telah mencuri perhatiannya.

"Demas nanti anter gue bengkel lagi ya buat ambil si Bado, oh iya tapi ntar mampir dulu ke ATM soalnya gue mau ambil duit dulu gak ada tun...ai."
celoteh Radit terhenti, menoleh kebelakang.

Tatapan tajam itu bak mata elang yang siap menerkam mangsa didepannya. Sampai membuat mata Demas perih, tangan pemuda itu mengepal erat, rahangnya juga mengeras. Menahan semua gemuruh yang ada di dada Demas. Terus menggumpal dan membesar seolah menunggu waktu yang tepat untuk meledak.

Seseorang yang tengah asyik bercanda dengan mahasiswi satu tingkat lebih dibawah Demas, juga anggota BEM naungan kepemimpinannya sebagai ketua umum Badan Eksekutif Mahasiswa.
Brengsek Lo Niko!! Berani-beraninya Lo bisa bencanda dan ketawa lepas di depan mata gue! Arghhh Gue udah gak sabar nunggu waktunya buat bunuh Lo Niko. Dalam hati Demas benar-benar berang, rupanya seseorang yang telah membuatnya menahan amarah adalah Niko.
Gigi Demas bergelemetuk, rasanya Demas ingin berjalan kearah pemuda brengsek itu lalu menyeretnya paksa kehadapan Naira dan memakasa pemuda tidak tahu malu itu untuk bertanggung jawab.

"Demas?! Aduh jangan-jangan tu anak kesambet lagi"

Menoleh, Radit melihat Demas yang jauh tertinggal darinya di belakang membuatnya langsung berbalik arah dan menyusul.

"Demas?! Demas Lo kenapa? Jangan buat takut ah kampus sepi nih ahelah"

"Woy Dem...!!"

"Ah apa si Dit?"

"Lo kenapa? Tiba-tiba ngefreeze gitu bikin gue takut tau gak, kali aja mau kesurupan."

Kini semua pasang mata menatap keduanya penuh tanya. Termasuk orang yang sejak tadi menjadi penyebab Demas berang.

"Oh ini apa ehmm gue... gue lupa bawa kunci ruangannya, kayaknya ketinggalan di jok motor bentar ya gue ambil dulu di parkiran"

Demas langsung berbalik menyusuri lagi lorong gedung, namun saat dirinya sudah ada di ujung dan tidak terlihat lagi oleh mereka yang notabene sedang menunggu Demas bukannya pergi untuk mengambil kunci melainkan berbelok ke toilet yang ada di ujung gedung rektorat. karena sebenarnya Demas tidak lupa membawa kunci, justru sedari tadi kunci yang dimaksud ada di genggamannya. itu hanya pengalihan saja.

Argghhhh

Melempar ranselnya asal, Demas mengeram kesal. Menatap cermin pemuda itu menyangga tubuhnya dengan kedua tangan sembari menetralkan nafas yang menggebu-gebu.

"Brengsek Lo Niko!!"teriak Demas.

Lalu Demas meluruh, menunduk sengaja menempelkan dahinya pada wastafel disana. Teringat tangisan Naira disetiap malam. Tanpa disadari Demas mengisak pedih, mata kirinya meneteskan air mata. Entah cangkang kosong atau perisai berkarat sebutan yang pas dengan pemuda itu dia seolah merasa sedang menjadi sebuah tameng untuk sebuah rasa sakit.

Setelah beberapa saat Demas bangkit, mengusap wajahnya dan mengacak rambut dia menatap pantulan dirinya sendiri dalam cermin di depan. Lalu Demas membasuh wajah dan rambutnya, takut Radit akan menyusul jika terlalu lama pemuda itu kembali merapihkan penampilan yang tadi sempat berantakan sebentar.

Menarik nafas lalu membuangnya Demas keluar dengan keadaan lebih segar dia memasan wajahnya dingin.

***

"Lama banget si Demas"

Baru saja Radit hendak menyusul untuk memastikan.
Demas sudah muncul dari balik lorong.

"Abis mandi junub Lo Dem basah begitu rambutnya?" tanya Radit curiga.

Demas yang sedang tidak mood, berusaha bersikap biasa saja agar tidak memancing syaraf-syaraf kepekaan Radit. Dia terus berjalan mengabaikan pertanyaan Radit.

"Eh di tanya juga, Lo lama mandi junub dulu?" ungkap Radit yang berhasil membuat mata Demas melotot,

Karena tuduhan itu, berhasil membuat semua yang sudah berkumpul didepan ruang sekretariat menatap Demas serius, seolah mendengarkan banyolan asal Radit.

"Abis sholat Dhuha gue, astagfirullah itu mulut Yaa nuduh yang enggak enggak seuduzon mulu nih orang" Demas bersuara dengan nada di perlembut namun tangannya berisyarat dengan gerakan seolah memotong leher.

Semua orang disana tertawa melihat tingkah keduanya, tidak terkecuali Niko yang juga ikut tertawa dengan polos.

Sedangkan Demas setelah membuka pintu langsung mundur, dan membiarkan mereka yang sudah mengantri untuk masuk terlebih dahulu.

Brukk

Tapi... Setelah semuanya masuk dan saat giliran Niko akan masuk, Demas dengan sengaja menabrakan diri ke tubuh Niko yang tidak siap dengan serangan Demas, akibatnya membuat pemuda itu limbung dan hampir tersungkur.

"Weits Demas, santai dong main tubruk aja ngefans apa gimana Lo sama gue?"

Demas tertawa sumbang "Najiss..." acuh pemuda itu sambil berlalu.

Sedangkan Niko menatap tidak percaya kepada pemuda yang baru saja menatapnya dengan sinis. Niko merasakan hal aneh, seolah ada kebencian yang terpendam dalam diri Demas.

Setelah semuanya duduk dengan rapi dan siap memulai rapat Demas yang sejak tadi diam dan berdiri menyandar pada dinding didekat pintu, bergerak dan mengambil posisi duduk memimpin didepan mereka.

Demas membuka rapat Sabtu pagi ini, untuk kembali membahas perkembangan dari persiapan untuk project festival mereka.

"Untuk bagian seksi Humas dan Publikasi gimana perkembangan?"

Niko yang mendengar suara Demas, langsung menatap pemuda itu yakin, dan bersiaga untuk menjawab pertanyaan sang ketua.

"Udah 50% Dem, gue lagi urus beberapa proposal yang sebagian udah disetujui sama pihak sponsor dan beberapa revisi soal negosiasi harga"

"Lo ngapain aja Ko selama ini?! Ini acara udah H min tiga Minggu Yang lain udah hampir 70% deal sama pihak eksternal Lo masih urus proposal?"

Semuanya diam, bukan kalimat melainkan aura Demas pagi ini menakutkan. Tidak seperti biasanya Demas setegang ini, dia bahkan tidak sekalipun pernah marah-marah hanya karena urusan yang belum selesai, dan Demas akan siap membantu untuk setiap bagian yang belum atau terkendala dalam menyelesaikan misi atau tugas.

Tapi pagi ini berbeda, seolah ada sisi lain dari Demas si ketua eksekutif mahasiswa yang muncul selama ini dikenal humble, tegas dan sabar.

Radit menoleh pada pemuda di sampingnya, dia sedikit melirik tajam. Wahh kenapa ni bocah.

"Sorry Demas, buat kedepannya gue bakal lebih serius lagi dan secepatnya urus pihak sponsor"
jawab Niko.

"Jadi selama ini Lo gak serius, Lo pikir event ini apa Niko bahan becandaan buat jadi sok sok an? Ini event besar, harga diri angkatan jadi taruhannya, bisa-bisanya Lo ...?"

Semuanya saling menatap satu sama lain secara bergantian, begitu juga dengan Niko sendiri. Yang kebingungan sekaligus takut dengan amarah Demas, karena ini pertama kali bagi Niko melihat Demas bisa semarah ini dengan permasalahan yang menurutnya sepele.

***

Hallo semuanya selamat malam, wah besok Senin nih, semangat menjalani hari berat esok.

Gimana sama sikap Demas ke Niko? Nulis ini bener-bener sambil mikir banget semoga nemu laki-laki tulus yang punya cinta kaya Demas. Gak perduli gimana kondisi perempuannya, gak perduli gimana nanti hatinya tapi dia tetep memprioritaskan kasih sayangnya ke orang tercinta.

Makasih banyak yang udah baca, jangan lupa vote comment dan share kalau perlu

See you

Nice To Meet You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang