35. Hari Yang Panjang

77 8 0
                                    

Demas mengacak rambutnya asal, sial ucapan Niko berhasil membuat isi kepala Demas berantakan. Seketika masa-masa kebersamaannya dengan Naira terputar bak kaset rusak di kepala Demas.

Jadi yang Naira selalu tanyakan kepadanya adalah benar. Benar bahwa gadis itu ingin memberi Demas kesempatan.

Percakapan yang belum selesai kemarin membuat Demas tiba-tiba merasa gelisah, rasanya ingin cepat-cepat Ia pulang dan menemui gadis itu tapi tugas Demas di kampus juga jauh lebih penting saat ini, jika Demas bisa menunggu cinta Naira sampai kemarin maka untuk hari ini dan tiga hari kedepan seharusnya Naira tidak masalah untuk sebentar menunggu sampai esok Demas meminta jawaban Naira.

"Demas gimana penampilan gue? Keren?"

Pagi begitu cepat sampai dan semua panitia bersiap-siap, termasuk Demas yang sudah rapih dengan kemeja pdh BEM yang lengannya sengaja pemuda itu lipat. Hari ini Demas menata rambutnya rapih dan klimis, serta memakai sepatu bersih.

"Jangan keren doang Dit, buktiin aja kalo Lo bisa dan gak gerogi di depan pas sambutan nanti."

"Siap pak bos."

"Tapi hari ini masih kerenan elo si Dem."

Berbeda dari hari-hari biasa yang tampak seadanya Demas hari ini tampil begitu berbeda. Aura pemuda itu seakan habis hari ini, membuat para mahasiswi menatap Demas dengan menilai dan takjub.

Meski sudut bibirnya agak biru, tapi itu tidak menganggu wajah manis Demas, kulit Demas yang sawo matang berhasil menyamarkan lebamnya.

"Wuih sombong amat Lo."
suara Radit memekik ketika Demas menarik kerahnya tersenyum jumawa menerima pujian Radit hari ini.

Bersamaan dengan datangnya dua mahasiswi menghampiri kesendirian Radit.

"Hah itu seriusan kak Demas?"

" Ya terus siapa? orang wujudnya aja Demas kok " ketus Dara.

Mita balik menatap sinis, senyumnya sejenak menghilang. Tapi itu berlaku sekejap dan senyum gadis muda itu kembali tertarik ketika langkah Demas yang semakin intens mendekati keduanya.

"Tapi ini kaya Demas my type version kak, kayak gak percaya gitu."

Seketika Dara tersedak teh kotak yang sedari tadi disedotnya.

"Jangan ngarep, Lo bukan tipe Demas soalnya, cepet bantuin gue persiapan nih, gerogi gue."

Dara tertawa lepas ketika khayalan indah Mita diputus paksa oleh Radit yang mengusap wajah gadis itu dengan sengaja. Alhasil membuat Mita meradang dan berakhir adu mulut.

Tamu-tamu undangan, para dosen berkumpul di tempat yang sudah disediakan dan acara pembukaan mulai berlangsung sekitar lima menit yang lalu. Sekarang giliran Radit yang sedang mengucapkan kalimat sambutannya sebagai ketua pelaksana.

"Hadirin yang berbahagia"

"Saya Raditya Prasetya selaku ketua panitia Penyelenggara Festival kampus Seni dan Budaya Juwara mengucapkan selamat datang dan terima kasih kepada hadirin yang telah datang di acara ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada pihak kampus serta rekan-rekan yang telah membantu dalam penyelenggaraan acara ini"

Dari kejauhan, di ujung barisan kursi Demas melipat kedua tangannya sambil tersenyum simpul. Menatap bangga Radit dalam penampilannya diatas panggung untuk pertama kali dengan percaya diri dan rasa tanggung jawab yang penuh selama dua puluh dua tahun hidupnya.

Ada perasaan haru sekaligus bangga menjadi saksi keseriusan Radit yang mampu keluar dari zona nyamannya dan berani tampil berbeda dari biasanya melawan rasa takut dikepala pemuda itu.

***

Festival berjalan dengan lancar meski hubungan Niko dan Demas sebagai panitia pelaksana tidak membaik sama sekali bahkan semakin memburuk, selama berlangsungnya festival keduanya tidak saling sapa dan saling menghindari.

Sampai hari terakhir festival keduanya masih selalu memisahkan diri dan sebisa mungkin untuk tidak bertemu tatap.

Demas sebagai korlap sedang bertugas untuk mengawasi peserta Bazaar disekitar stand dengan sengaja menghampiri seorang wanita yang berjilbab hitam lengkap dengan apron yang menempel ditubuhnya

"Ayu, gimana?"

Dia Ayu Artiya, teman seangkatan Demas semasa SMA sekaligus teman dan tetangga dekat Naira. Setelah meredakan emosinya kemarin, Demas berhasil menemukan harapan pada Ayu. Yang tidak sengaja bertemu di acara kampus Demas.

"Demas sorry gue gak tau, setelah gue lulus SMA gue kan kerja di Jogja jadi gue gak tau kemana mereka pindah. Terakhir cuma denger kabar kalo Naira udah gak tinggal sama mereka."

Mimik muka Demas seketika berubah menjadi sedikit kecewa setelah mendengar ucapan Ayu.

"Lo masih aja gak bisa move on dari Naira, Demas."

"Naira sama gue Yu, dia tinggal dirumah nyokap gue sekarang."

Kini wajah Ayu seketika itu juga berubah menjadi datar dengan mata membelalak, gadis itu terkejut tidak percaya

"Hah seriusan Lo Demas?"

"Lo tahu dia...?"

Demas mengangguk pasrah. Dan Ayu mundur selangkah lebih terkejut lagi gadis itu menutup mulutnya yang sempat terbuka semakin tidak percaya.

"Jadi Naira hamil anak Lo Demas?"

Demas menggigit bibirnya, dengan ragu menuntun kepalanya untuk mengangguk lagi secara perlahan dengan mata yang sedikit berair.

"Demas ini gue masih gak percaya, terus ini Lo nyari rumah orang tua Naira yang baru buat apa?... Tunggu, Lo belum nikahin Naira, Demas?"

Demas yang menunduk langsung mendongak, mendengar kesimpulan dari Ayu yang seakan menyadarkan Demas dari jerat pikirnya selama ini yang sebelumnya terdengar sepele bagi Demas.

"Demas?"

"Demas?"

"Hah, iya Yu belum ini makanya gue mau nemuin orang tua Naira."
ucap Demas lemah dan penuh kehati-hatian.

"Oke gue bantuin cari Dem, nanti gue tanya ke Emak Bapak gue yah nanti gue hubungin Lo lagi, oke?"

"Iya Yu thanks ya."

Demas menjauhi Ayu, dan berjalan menuju lorong ruang sekretariat Demas mundur dari keramaian. Dan mengambil ponsel dari saku untuk menekan nomor Naira.

Tapi sayang, nomor yang dituju tak kunjung tersambung dan hanya dijawab suara perempuan yang memberitahu bahwa nomor Naira sudah tak lagi aktif.

Dan Demas semakin dibuat gelisah ketika Shalimar juga tak mengangkat telfon seolah kompak dengan Naira ingin membuat pemuda itu khawatir.

Jauh dari Demas, di rumahnya yang asri Shalimar sedang sibuk menyirami anggrek bulan dan menyiangi dedaunan kering tanaman yang lain di teras belakang rumah sembari bersenandung lagu khas Sunda.

***

⭐⭐⭐⭐⭐⭐
See You



Nice To Meet You (END)Where stories live. Discover now