45. Awal di akhir

68 6 0
                                    

"Naira, gimana? udah ngerasa baikan?"

Gadis itu mengangguk lemah, menanggapi ucapan salah seorang guru yang ikut mengantarnya kemari. Nyeri di kepala samar-samar terasa. Tangannya meraba perban tipis di kepala.

"Ada yang sakit?"

Suara bariton asing, membuat Naira mendongak melihat wajah yang tak pernah ada dalam memori kenangan gadis itu. Wajah itu adalah milik Demas Dewanggana. Pemuda yang beberapa waktu kebelakang berseliweran di depan Naira. Meski tidak terlibat sering interaksi, tapi Naira tahu itu.

"Sedikit." jawab Naira lirih.

"Bu, Naira apa rawat inap aja." seloroh Demas memberi usul kepada salah satu gurunya.

"Dok, lukanya parah ya? apa perlu rawat inap atau bagaimana?"

Menjadi rantai pertanyaan, setelah mendengar kalimat Demas, si guru bersuara kepada sang dokter menanyakan kemungkinan yang Demas usulkan.

"Tidak perlu bu, tapi tunggu kondisi pasien stabil dulu baru nanti diperbolehkan pulang."

Demas dan gurunya kompak mengangguk paham. Seperginya sang dokter dari ruangan, Demas juga ikut keluar, membiarkan Naira tinggal hanya dengan satu guru yang bernama Bu Nani. Di luar Demas melihat teman-teman Naira yang masih berdiri di depan pintu, penasaran dengan kondisi temannya itu.

"Naira gak papa, bentar lagi udah boleh pulang."

Sontak kalimat Demas membuat ketiganya dan satu guru lainnya menghembuslam nafas lega. Demas mengikuti yang lain, duduk di kursi tunggu yang ada di depan ruangan. Sambil berpangku dahu Demas memejamkan matanya yang mulai terasa berat terkena semilir angin ac ruangan klinik kesehatan ini.

Suara deritan pintu ruangan terbuka membuat Demas terbangun, setelah lima belas menit berlalu akhirnya Naira sudah diperbolehkan untuk pulang. Dan mereka termasuk Demas yakni rombongan dari sekolah langsung bergegas meninggalkan klinik, menggunakan mobil Bu Nani yang dikemudikan oleh pak Tris salah satu guru olahraga sekolah mereka terlebih dahulu menghantarkan Naira pulang ke rumahnya.

***

Acara peringatan hari kemerdekaan telah usai, suasana sekolah telah kembali seperti semula. Hari ini kegiatan belajar mengajar seperti biasa dan kelas Demas sekarang adalah mata pelajaran Matematika. Tidak ada yang salah dengan matematika hanya saja Demas membutuhkan semangat lebih jika ingin mengikuti mata pelajaran matematika.

Hari ini Demas sama sekali tak bersemangat dan malas untuk mengikuti mata pelajaran matematika.

Alhasil pagi ini Demas sepakat untuk mengajak Tio membolos, dan memilih bersantai ria di kantin. Masa bodo dengan hukuman, keduanya malah asik sendiri memesan makanan di kantin.

"Demas kalo kita ketahuan Bu Juni gimana?"

"Tenang aja, Bu Juni orangnya gak bakal absen satu-satu." seloroh Demas meyakinkan Tio yang sedikit khawatir dan was-was.

"Bu Soto dua, satu gak pake kacang ya." ucap Demas lagi, memesan dua porsi soto.

Sambil menunggu pesanan sotonya datang Demas mendekati etalase jajanan, dan mengambil beberapa coklat juga ciki kesukaannya.

Tio juga tak mau ketinggalan, pemuda itu mengikuti jejak Demas dengan mengambil beberapa jajanan ciki di etalase dan menyusul Demas duduk di salah satu bangku kantin.

"Oh ya Demas, kemarin Lo di bayar gak sama OSIS?" sambil menguyah, Tio membuka topik pembicaraan.

"Enggak."

Tio spontan memukul Demas yang juga sedang mengunyah jajan, alhasil membuat pemuda itu hampir tersedak.

"TIO gue tabok Lo ya, apa-apaan si untung gak tumpah."

Nice To Meet You (END)Where stories live. Discover now