42. Hari Buruk Telah Tiba

60 7 0
                                    

Semua ikut terkejut, karena apa yang selama ini ada di fikiran mereka itu salah. Bukan Niko yang menyebabkan ini semua, ada orang lain dan orang lain lagi yang memiliki perintah sesungguhnya.

Demas yang tahu keadaannya sekarang cukup tau diri apalagi dengan keberadaan mereka di negara lain akan sulit bagi Demas apabila meminta pertanggung jawaban.

Mungkin jika menggunakan pepatah Jawa Demas ingin bersyukur di balik kata "Untung saja dirinya masih hidup." yang berkedok sebagai bentuk lapang dadanya pemuda itu menerima cobaan ini.

"Demas Lo mau gue ngapain? Gue bantu cari Naira ya?"

Demas agak tertegun, sedikit tidak percaya dengan kalimat yang keluar dari mulut Radit. Bahkan Demas ragu kalau ini adalah Radit temannya Radit yang biasa dia temui, Radit yang selalu protes tentang keberadaan Naira.

"Kesambet apa Lo?"

Kalimat Demas balik membuat Radit yang keheranan. Padahal tadi pemuda itu memiliki suasana hati yang melow karena merasa paling mengerti hati Demas saat ini.

"Gue serius ini nyet."

Respon Demas yang seakan meragukan Radit membuat pemuda itu mulai kesal, namun mengingat keadaan Demas yang belum sepenuhnya pulih membuat Radit sedikit memaklumi dan berbicara dengan nada yang terdengar disabar-sabarkan.

Demas yang melihat kondisi muka Radit mengulum senyum, karena takut membuat temannya itu tersinggung, padahal sebelumnya mungkin Demas sudah membuat Radit tersinggung.

"Kalau mau cari Naira, kita cari Ayu dulu Dit."

Radit menoleh, menunggu Demas melanjutkan kalimatnya.

"Ayu pasti tau, Naira dimana kalaupun Ayu gak tau seenggaknya kita tau dimana keluarga Naira."

"Ayu?"

Demas menggaruk kepalanya yang tidak gatal, agak jengah karena lupa kalau Radit tidak tahu Ayu siapa dan harus menjelaskan siapa Ayu.

"Ayu temen SMA gue sama tetangga Naira dulu, dia kemarin yang ikutan di bazar stand street korean food."

"Ohh."

"Tau lo?"

"Engga, lupa."

Refleks Demas menggeplak kepala Radit gemas, berharap bisa menyembuhkan sedikit kebodohan Radit.

"Yang mana si, kan kemarin yang buka stand banyak mana gue perhatiin satu-satu, Lo tau juga gue sibuk di perdanaan gue jadi Ketupel Nyet."

Ah iya Radit benar, kali ini Demas merasa memiliki kebodohan yang seperti Radit karena tidak bisa mengira kalau Radit itu tidak tahu siapa Ayu. Jika posisi mereka dibalik mungkin Demas juga tidak akan tahu siapa Ayu mengingat ramainya bazar kemarin dan sibuknya Ia.

"Lo punya nomor yang bisa dihubungi gak, atau kalau gak ada Lo tau alamatnya engga, biar gue datangin si Ayu Ayu itu."

"Nomornya udah gak ada karena hp gue juga gak ada."

Radit menepuk jidat, baru ingat ada sesuatu yang belum Ia beri tahu kepada Demas pasca dirinya membawa Demas ke rumah sakit yakni ponsel pemuda itu yang hilang dan Radit tak bisa menemukan saat itu juga. Hari itu karena panik Radit melupakan ponsel Demas dan tak lagi memikirkannya.

"Kenapa diem aja monyet, gue juga lupa ngasih tau kalo hp Lo udah gak ada di tempat kejadian pas gue kesana." protes Radit melihat Demas hanya pasrah tak menyesal kehilangan ponselnya.

Demas mengedikan bahu acuh, tak ingin melanjutkan pembahasan mengenai ponsel.

"Ya udah kasih alamatnya biar gue kesana lusa." ucap Radit lagi dengan nada rendah menunjukkan keseriusannya membantu Demas.

Nice To Meet You (END)Where stories live. Discover now