48. Nawasena Arangana (Ending)

88 4 0
                                    

Setelah pulih usai menjalani operasi caesar dua minggu yang lalu, Naira sekarang sudah bisa beraktivitas seperti sedia kala. Meski begitu, hati dan perasaan Naira tidak bisa bohong, kalau perempuan itu belum bisa sepenuhnya merasa tenang.

"Nai, kita berangkat sekarang?"

Naira menoleh, melihat Shalimar yang telah siap menunggu di depan pintu kamar untuk segera bergabung menuju rumah sakit.

"Iya bun."

Keduanya meninggalkan rumah Shalimar bersama.

Sesampainya di rumah sakit, Naira mulai berkaca-kaca. walaupun sudah ke-empat kalinya, tapi tetap saja hal seperti ini selalu membuat Naira menjadi emosional dan rapuh.

Karena bagaimana bisa bahagia sekaligus sedih bisa terjadi secara bersamaan seperti ini. Ucap Naira dalam batinnya.

Bahagia karena hari ini jadwal kunjungan Naira untuk bertemu bayinya lagi, yang aman berada di ruang NICU Rumah Sakit Mutiara Husada. Sekaligus sedih karena untuk kesekian kalinya harus melihat beberapa selang menempel di tubuh bayi kecilnya.

Ibu mana yang akan baik-baik saja apabila mengalami situasi seperti Naira.

Riwayat pre-emklamsia yang dialami Naira pada masa kehamilannya, serta pendarahan yang kemarin terjadi pada Naira menjadi penyebab kelahiran prematur bayi yang seharusnya masih satu bulan lagi berada di dalam kandungan perempuan itu, jika menurut hari perkiraan lahir.

"Nai, ibun pergi sebentar ya, ada urusan dengan dokter tulang, kamu duluan nanti Ibun menyusul," ucap Shalimar memberi tahu, dibarengi anggukan Naira.

Di depan ruang NICU, Naira menyentuh kaca pembatas antara Ia dan bayinya. Dilihatnya baik-baik bayi kecil itu, Naira ingin sekali bisa secepatnya untuk mendekap dan memeluk bayinya secara langsung.

Tangan perempuan itu terulur menyentuh kaca dengan gerakan seolah Naira membelai anaknya dengan sayang. Mata Naira mulai berkaca-kaca, jika waktu bisa diputar Naira ingin sekali kembali memperhatikan kondisi kehamilannya kemarin-kemarin dan mengurangi segala pikiran buruk yang berpengaruh kepada bayinya.

"Hai bayi."

Suara bariton yang tidak asing mengagetkan Naira.

"Demas? lo di sini?" tanya Naira lirih, masih dengan air mukanya yang terkejut.

Mata Naira membelalak, melihat pemuda itu lagi setelah dua minggu lamanya mereka berpisah. Usai mengurusi beberapa proses persalinan Naira, Demas pergi dan menitipkan perempuan itu kepada Shalimar untuk merawat diri pasca melahirkan sedangkan Ia sendiri kembali fokus untuk mengurusi skripsi serta tugas akhir perkuliahannya.

"Gak ada alasan buat gue gak dateng Nai, gue juga kangen banget sama si Nawa," seloroh Demas menjawab pertanyaan Naira.

Di depan kaca besar ruang NICU Naira dan Ademas berdiri memandangi bayi mungil bergelang biru itu. Dan mendengar kalimat yang barusan Demas ucapkan, Naira mengerutkan dahi. Merasa ada kata aneh yang keluar dari mulut pemuda itu.

"Nawa?" tanya Naira.

Dahinya bekerut, menuntut jawaban lebih dari Demas. Namun pemuda itu justru ingin berbasa-basi.

"Nawasena? gimana Nai? bagus gak?"

Menghiraukan tatapan penuh tanya Naira, Demas justru balik bertanya kepada Naira dan meminta pendapat.

"Siapa?"

Demas justru semakin bertele-tele, membuat Naira penasaran dan tidak mengerti maksud dari ucapan pemuda itu.

"Nama bayi kita Nai," ucap Demas gamang.

Mendengar itu membuat hati Naira mencelos, air matanya langsung jatuh ke pipi. Naira menatap pemuda itu tidak percaya. Ia diam membisu, masih mencoba mencerna baik-baik kata yang Demas ucapkan dengan mudahnya.

Nice To Meet You (END)Место, где живут истории. Откройте их для себя