44. De Javu

59 6 0
                                    

Seakan lupa dengan rasa sakitnya sendiri, Demas berjalan cepat meninggalkan tongkatnya sejak di rumah Shalimar dan bergegas ke rumah sakit. Hati Demas teremas sakit, yang hari ini sakitnya melebihi sakit-sakit sebelumnya. Matanya panas dan tangannya gemetar melihat semua pemandangan ini.

Melihat gadis yang sudah sempat Demas ikhlaskan itu terbaring tidak berdaya seakan menunggu ajal dengan beberapa selang terpasang menopang tubuhnya.

"Demas." suara lemah menyapa Demas dari tempatnya.

Pemuda itu menoleh tau siapa yang menyapa, Demas langsung mendekati Ayu yang sama cemasnya. Seketika itu air mata yang sejak tadi Ayu tahan akhirnya pecah juga.

"Demas Naira Dem."

Ucapan Ayu terdengar seperti aduan juga penyesalan yang mendalam. Demas tak menjawab, matanya tetap fokus melihat Naira dari jendela kaca di dalam ruangan yang dipenuhi dokter. Dan beralih menatap Ayu ketika jendela kaca itu tertutup tirai yang sengaja ditarik oleh perawat di dalam.

"Naira kenapa Yu bisa sampai kaya gini, apa yang terjadi?" tanya Demas to the point.

Susah payah Ayu menceritakan semua yang terjadi kepada Naira, serangkaian kejadian sejak mereka kembali bertemu dan semua cerita yang Naira ceritakan sendiri kepada Ayu. Beberapa bagian cerita ada yang membuat hati Demas perih.

"Naira ngerasa bersalah sama Lo Dem, apalagi dia pergi tanpa pamit sama Lo waktu itu tapi dibandingkan rasa bersalahnya sekarang Naira menyesal karena semua yang udah dia lakukan sama Lo dulu. Andai kesempatan itu masih ada dia pasti akan bilang iya Demas."

Seketika mata Demas berair mendengar Ayu menyampaikan pesan dari Naira. Tangan pemuda itu meraih pintu seakan itu sanggahan terakhir Demas.

"Naira sangat tersiksa dengan rasa bersalah itu Demas, dia tidak tahu bagaimana caranya meminta maaf dan berterimakasih secara bersamaan."

"Kalau dia ingin melakukan itu harusnya Naira terima perasaan gue Yu bukan malah berharap sama Niko bajingan itu."

Ayu terdiam, seakan dirinya mengingat-ingat semua yang diceritakan Naira barangkali bisa menemukan satu penggal kata untuk membalas Demas.

"Dengan keadaan Naira yang seperti sekarang Lo masih berharap sama dia Demas?"

Demas tidak menjawab, dia sibuk dengan isi kepalanya sendiri. Satu titik air dari mata kiri Demas jatuh. Tidak ada alasan untuk pemuda itu menangis tapi air mata yang sejak tadi terbendung tanpa permisi jatuh begitu saja.

Tangan lembut yang mengusap bahu Demas membuat pemuda itu terperanjat kaget, buru-buru Ia langsung menghapus jejak air mata yang ada di pipi, dan melihat siapa disampingnya.

"Bun."

Shalimar hanya mengangguk, tangannya terus mengusap bahu Demas seakan sedang menyalurkan kekuatan. Wanita setengah parubaya itu menuntun Demas untuk duduk, Shalimar ingin menemani putranya  mengatasi rasa gelisah dengan nyaman.

Pelukan Shalimar membuat Demas rapuh, rasanya Demas ingin sekali membalas pelukan ini dan menumpahkan segalanya, tapi hati Demas menolak, Ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Ibunya, meski Demas tahu kalau semua itu percuma saja disembunyikan karena Shalimar akan tetap mengetahuinya.

Di sana Radit juga muncul, entah darimana saja pemuda itu pergi walaupun tadi yang mengabari Demas adalah Radit, namun sesampainya Demas di rumah sakit dia tidak menemukan sahabatnya itu disana. Dan baru muncul sekarang.

"Suami atau keluarganya Ibu Naira?"

Semuanya beranjak mendekati dokter yang keluar dari ruang ICU, tidak sabar mendengar bagaimana keadaan Naira. Radit yang melihat itu juga mendekat, tapi memiliki maksud lain yaitu menahan Ayu dan memberi isyarat melalui mata, Ayu langsung paham dan membiarkan Demas yang mendekati dokter sendirian.

"Saya dok." ucap Demas lirih.

Pemuda itu menoleh ke arah Shalimar yang mengangguk tanda setuju dengan senyum penuh haru.

***

"Yang maju babak selanjutnya dari kelas XI IPA 3 lawan XII IPS 1." pungkas Demas, agar kelas yang disebutnya bersiap-siap.

Sampailah pertandingan futsal sarung ini di babak final, kelas Naira melawan kelas dua belas. Semua orang mulai mengerumuni lapangan karena hari semakin sore dan pertandingan lain telah selesai, tersisa satu pertandingan futsal sarung ini. 

Demas yang sejak pagi menjadi wasit tak tergantikan oleh siapapun merasa letih, lesu dan lunglai. Meski Demas sudah makan siang yang dijatah oleh panitia dari OSIS tapi pemuda itu tetap merasa tak bersemangat lagi, rupanya interaksi dengan beberapa orang yang tidak begitu dikenalnya menguras energi Demas yang biasa usil, jail dan pecicilan.

Satu lagi Demas lelah dengan tingkah dua temannya yang sesekali meledek pemuda itu juga muak melihat tampang Ketua OSIS yang tebar pesona kesana kemari diteriaki siswi gila, kenapa begitu? karena rupanya Demas merasa iri tidak bisa begitu, dia sadar pesonanya sudah habis di lahap rayap-rayap di ruang BK yang lebih sering dikunjunginya daripada ruang kelasnya sendiri.

Bahkan perhatiannya kepada Naira yang sejak tadi pagi tersihir oleh pesona gadis itu lama-lama menghilang saat tubuh Demas lebih butuh diistirahatkan dibanding meladeni nafsu matanya menyaksikan wajah gadis yang beberapa waktu lalu Demas baru ketahui namanya.

"Tumben Demas si biang onar anteng banget hari ini." celetuk salah satu siswi kelas dua belas yang temannya sebentar lagi akan bertanding

"Iya juga, ubin ruang BK pasti hari ini kesepian karena Deva absen kesana." ucap salah satunya sambil terkekeh  geli. Diam-diam meledek pemuda itu.

***

Suasana lapangan menjadi tegang saat salah satu pemain pertandingan tergeletak tak sadarkan diri. Demas yang sudah letih, semula mulai acuh dan maklum membiarkan beberapa pelanggaran karena saat pertandingan semua peserta lebih banyak melakukan pelanggaran dibanding mencetak poin atau memasukan goal. Seketika itu juga langsung membelalak kaget karena melihat aksi serang dari tim kelas dua  belas. 

Langsung saja Demas berlari menghampiri gerombolan siswi-siswi brutal itu dan meniupkan pluit beberapa kali tanda pelanggaran. 

"Naira!" teriak semua orang yang melihat pemandangan itu.

Semua yang duduk di tribun, langsung berlari mendekati kerumunan. Demas yang melihat itu mencoba mendekati Naira, mengguncang tubuh gadis itu yang sudah tidak berdaya dan ketika mencoba membalikkan tubuh Naira semua orang memekik, melihat pelipis Naira yang sudah merah karena ada bercak darah.

Kejadian yang cepat itu, rupanya mencederai Naira. Benturan kepala gadis itu dengan sepatu lawan mainnya tidak sengaja menjadi malapetaka untuk Naira.

"Eh panggil anak PMI." celetuk salah seorang siswa di kerumunan.

Melihat pemandangan mengerikan itu, Demas tidak sabar jika harus menunggu lagi dan langsung bergerak cepat untuk bergegas membawa Naira sendiri ke Unit Kesehatan Sekolah.

"Kelamaan ... eh kak Demas."

"Awas, awas kasih jalan."

Semua mundur, membuka kerumunan dan memberi jalan untuk Demas yang sudah siap membawa Naira dalam pelukannya menuju tempat darurat.

Di ruang IGD, Naira terbaring sedang ditangani oleh tenaga medis. Ruang UKS sekolah yang tidak mumpuni membuat Naira harus dilarikan ke salah satu klinik terdekat sekolah.

Demas dan beberapa orang lain dari sekolah menunggu dengan harap-harap cemas di ruang tunggu. .
Sampai lima menit setelahnya mereka semua berdiri ketika salah satu dokter keluar berniat untuk menjelaskan kondisi pasien.

***

Demas Naira update. Buat yang nilai ceritanya lambat atau ngeboseni, sebentar ya karena author mau kasih tau kilas balik gimana mereka bisa bertemu. Jadi mohon bersabar.

Buat yang sudah baca sampai di bab ini semoga terus berlanjut sampai akhir. Jangan lupa buat vote dan kommen, kritik dan saran sangat terbuka.

See you

Nice To Meet You (END)Where stories live. Discover now