19. Bagian Rumit

80 13 3
                                    

***

"Jawab Demas, dia gak kenapa-kenapa kan? dia baik-baik aja kan? Demas gue takut gue takut ditinggal sendirian lagi, gue udah gak ada siapa-siapa lagi Demas gue cuma punya dia sekarang cuma dia semangat hidup gue ... Demas jawab please dia masih ada kan?"

Tanya Naira penasaran, setelah semua yang telah terjadi kini Naira hanya perduli kondisi anaknya. Seolah naluri keibuannya sedang terbentuk, gadis itu sejak tadi menahan semua pertanyaan dan emosinya karena terlalu menakutkan untuk mengetahui sesuatu yang buruk lagi.

"Iya Nai ... Iya, dia masih ada, dia baik-baik saja, dia kuat seperti ibunya"
Jawab Demas penuh gemetar.

Tangis Naira semakin keras, tapi mengisyaratkan kelegaan yang begitu mendalam. Setelah mendengar penjelasan Demas yang begitu meyakinkan.

"Makasih Demas, makasih makasih banyak."
Naira melepas pelukannya.

Gadis itu meluapkan kebahagiaannya di depan pemuda yang tengah menunduk menghindari pandangan Naira. Demas buru-buru menghilangkan jejak air matanya.

"Iya Nai, iya. Sekarang Lo gak usah mikir apa-apa dulu ya istirahat lagi aja."

Naira menurut, kini wajahnya dihiasi sedikit senyuman. Demas membantu gadis itu kembali berbaring, setelahnya menarik selimut untuk Naira. Kemudian dirinya pergi dari kamar, membiarkan gadis itu untuk beristirahat.

Demas yang kembali menutup pintu kamar dikejutkan dengan keberadaan Radit yang sudah berdiri tepat di depan wajah pemuda itu.

"Demas Lo beneran mau pindah?"tanya Radit penasaran

Demas mengangguk, meski terlihat lesu sebisa mungkin pemuda itu menampilkan seringai senyum dihadapan Radit yang penuh tanya.

"Udah gila Lo, ini kontrakan udah dibayar lunas sampe tahun depan Demas terus Lo mau pindah aja gitu? Lo pikir ibu kost mau balikin uangnya? Haishhh... Demas?"

Demas hanya mengedikan kedua bahunya, seolah tampak tidak perduli. Pemuda itu melangkah maju meninggalkan Radit tepat di depan pintu kamar, Ia berdiri tidak percaya dengan keputusan Demas.

Demas menuju Dapur, untuk mengambil segelas air dan menegaknya sampai habis. Kemudian Demas menopang kepalanya yang berat di meja makan. Memikirkan kembali semua keputusan-keputusan yang sejak tadi diambilnya dengan singkat tanpa perhitungan, salah satunya untuk berpindah dari rumah kontrakan yang sudah hampir empat tahun ditinggalinya.

"Ini bukan tanggung jawab Lo Demas, ini cuma rasa belas kasihan sebagai manusia cukup sampai disini aja gak perlu berkorban terlalu jauh kalau nyatanya Lo sendiri aja gak kuat, buat apa Demas?"

Demas mengangkat kepalanya, mendongak pada Radit yang sudah berdiri menyandar di pinggir pintu sambil melipat kedua tangannya. Demas mengalihkan pandangan, mencoba mengabaikan perkataan Radit.

"Masih banyak cara lain buat jadi pahlawan untuk menyelematkan hidup seseorang Demas, cukup menolong saja tidak perlu bertanggung jawab kaya gini, Lo berlebihan Dem."

Sontak kata-kata itu berhasil membuat Demas menatap nyalang Radit, dahinya berkerut penuh tuntutan. Ada sesuatu dari perkataan Radit yang berhasil membuat hati Demas memberontak.

"Maksudnya?"

Cukup satu kalimat dengan tatapan tajam mengintimidasi, Demas berhasil membuat Radit salah tingkah. Pemuda itu kini tak lagi menyandar melainkan beridiri tegak melepas kedua tangannya yang semula bertautan. Kikuk dengan pertanyaan Demas.

"Ya... Maksud gue Lo gak perlu melakukan sejauh itu Dem, Lo pindah dari sini terus Lo mau ngajak dia tinggal bareng lagi? Dimana dan kenapa Demas? sebagai teman dan sahabat gue gak tahan ngelihat Lo kaya gini terus, Demas Lo udah cukup baik untuk Naira tapi gue rasa setelah kejadian ini ada baiknya cukup sampai disini aja." papar Radit.

Nice To Meet You (END)Where stories live. Discover now