6. Perempuan Kunti

4.1K 522 31
                                    

Bab 6 siap diramein...🥰
Happy Reading 😘😘😘

_____

"Yakin Mama nggak nemenin aku di sini aja? Mama belum sempet aku ajak jalan-jalan loh, Ma."

"Mau ngapain Mama di sini sendirian? Kamu juga kerja, jarang di rumah. Kalau ada Elea sih Mama jadi nggak kesepian. Gimana dia, ya? Dua hari ini bapaknya ada ngabarin kamu?" Tanya Mama.

Gista berdecak sebelum menjawab. "Iyuh, mustahil. Jangan pikirkan si Lele. Dia sudah kembali pada tempat seharusnya. Heran sama tu bocil, bisa-bisanya ngira aku emaknya."

"Mungkin wajahmu mirip kali Gis sama ibunya." Kata Mama sembari memasukkan barang terakhir ke dalam tas travelnya.

"Kalau iya, drama sekali pertemuan ini. Dah lah Ma, jangan pulang ke kampung dong Ma..." Rayu Gista. Gadis besar itu ketagihan dilayani Mama selama hampir dua minggu ini.

"Mama enggak kerasan, nggak ada tetangga, nggak ada tukang sayur, nggak bisa PKK, nggak bisa pengajian. Enak di kampung, semua serba ada, apa-apa tinggal noleh ke pekarangan belakang rumah." Papar Mama, benar-benar tidak nyaman tinggal di apartemen.

"Yah Mama..." keluh Gista kecewa.

"Mangkanya kamu cepat nikah, biar nggak sendirian. Masak sih Gis, pacar aja kamu enggak punya. Ingat jangan menua sendirian."

Putus beberapa bulan lalu, jawab Gista dalam hati. Pacar terakhirnya jadi TKI ke Autralia demi mengejar karir dan gaji dolar. Gista tidak sanggup menjalani LDR di mana sehari-harinya diisi kecurigaan satu sama lain yang berujung pertengkaran. Itu sudah tidak sehat, mending mereka end saja, urusan beres. Pikir Gista saat itu. Kini dirinya masih suka haha hihi dengan teman hangoutnya tanpa perlu menjaga hati orang lain.

"Mama juga sendirian," ujar Gista, mengingatkan kalau mamanya itu hanya janda yang jauh dari anak-anaknya.

"Mama punya cucu bulan depan, dari istri abangmu."

"Benar juga. Emang penghasilan Bang Gusti gede ya Ma, bulan lalu ngirimin aku uang lima jeti. Istrinya nggak marah Ma?" Sebenarnya abangnya itu sering memberinya dan mama uang tanpa sepengetahuan si ipar.

"Abangmu bilang kok soal uang itu. Dia habis panen tambak udangnya. Ibu juga dapat, ya Si Febi nggak boleh marah, wong kita nggak minta. Bersyukur abangmu masih ingat sama kita, kalau melihat istrinya yang begitu."

"Mangkanya mama tinggal di sini saja sama aku. Gista bakal kabulkan semua mau Mama. Aku mampu kok, Ma." Rayu Gista lagi. Akal bulusnya menggunakan nama si kakak ipar yang begitu pelit pada keluarga mereka.

"Mama akan di sini kalau ada Elea, lebih bagus kamu punya Elea-mu sendiri. Mama bakal kerasan."

"Kode, kode...," Gista cemberut.

"Pokoknya cepet nikah, terus punya anak. Jangan nunda, entar kayak si Febi, lima tahun baru hamil."

Gista menyerah membujuk mamanya. Pada akhirnya gadis itu mengantar Mamanya turun setengah jam kemudian, setelah mobil travel langganan Mama sampai.

Aktivitas Gista kembali seperti setahun belakangan. Bekerja, membuat konten iklan, cek stok barang, atau ketemu selebgram untuk kerja sama endors. Diskusi produk baru sampai kemasan produk yang akan dilaunching dengan Vilia dan pihak pabrik, cek keuangan G&V, dan lain sebagainya.

Hari itu Gista kurang enak badan. Cuaca yang sering hujan dan tidak diimbangi dengan pola hidup sehat, membuat Gista meriang. Hari belum malam saat Gista mulai terlelap efek obat, sayangnya bel apartemennya terus berbunyi. Dengan ancaman, awas tamu nggak penting, Gista bangkit membukakan pintu.

Mengintip Hatimu Dari Balik HatikuWhere stories live. Discover now