22. Si Keras Kepala Dan Si Batu

3.7K 479 42
                                    

Pengen bales komen-komen kalian, tapi aku belum ada waktu.

Happy Reading kehaluan ini ya...
😘
_________

Gista membasuh wajahnya dengan air. Ditatap pantulan dirinya di cermin. Penuh dengan memar dan bekas mengerikan. Bahkan selangkangannya terasa tidak nyaman setelah dia memastikan robekan kecil di sana.

"Gista, masih lama?" Arda khawatir sekaligus merasa tidak enak pada gadis itu. Dia pasti mengira dirinya ini psiko.

"Sebentar Mas," serunya lemah.

Pada akhirnya dia mengguyur seluruh tubuhnya. Air hangat seakan membawa energi untuk tubuhnya yang remuk tak karuan. Gista menghela nafas, terbayang bagaimana cara Arda menyentuhnya semalam.

Tak dipungkiri dia menyukai Arda, tapi keputusan tidak menikahi pria itu sepertinya memang tepat. Kalau pun pada akhirnya Arda akan mencintainya, bagaimana dia bisa nyaman dengan pria yang cemburuan dan menggunakan seks sebagai hukuman.

Gista mengambil kemeja Arda tanpa memilih warna. Tidak banyak pakaian pria itu di sana, menandakan apartemen ini memang jarang ditempati.

Saat Gista menyematkan kancing kemeja itu satu per satu, Arda tiba-tiba merengkuhnya dari belakang. Mencium leher dan naik ke pelipis Gista dengan lembut. Jauh berbeda dari perlakuannya semalam yang tengah melampiaskan cemburu butanya.

"Kamu baik-baik saja?" Arda menatap Gista dari cermin. Wajah gadis itu terlihat pucat dan lesu.

"Akan selalu sedikit pusing setelah aku minum." Ucapnya memaksakan senyum yang semula tak terlihat.

"Jangan minum lagi. Di sini," Arda membelai lembut perut Gista.

"Mungkin saja ada anakku."

Anak katanya? Gista tertawa kecil.

"Mas Arda, Neneknya Lele benar. Kita tidak sepatutnya begini. Kita akhiri saja ini sebelum jadi skandal. Lagi pula, aku tidak akan hamil." Gista meneliti cekungan di bawah matanya, dengan Arda yang masih menempel.

"Ibu ingin kita cepat menikah Gista, dan kenapa kamu tidak akan hamil?" Arda bingung.

"Maaf Mas, aku masih tidak bisa." Jawab si gadis sambil lalu.

Arda makin mengeratkan pelukannya.  Ekspresinya mengeras. "Kamu takut padaku?"

Gista melepaskan diri, berbalik untuk menatap Arda secara langsung. Arda jadi bisa melihat dengan jelas wajah pucat gadis itu.

"Dalam konteks apa, Mas? Seks semalam?" Gista menaikkan sebelah alisnya.

Arda tidak berani menjawab, matanya menatap memohon pada Gista agar berdamai dengan kekurangannya ini.

"Seks itu seperti makanan, ada menu, ada juga selera si pengonsumsi. Seks jadi kebutuhan yang harus dipenuhi kalau tidak mau lapar. Hardseks adalah menu, merujuk pada selera apa yang kau suka yang membuatmu puas dan kenyang saat makan. Aku tidak bisa menjudge seleramu. Aku menghormati itu."

Arda merasa lega pada pemahaman Gista. Pengalamannya dengan pria pastilah tidak sedikit, batin Arda tidak bisa tidak cemburu lagi.

Gadis itu kemudian meletakkan telapaknya di dada Arda, matanya menatap Arda lurus. "Kalau tidak ingin ada cinta, kenapa kamu cemburu, Mas?" Tanyanya serius.

"Gista sayang, aku hanya terbawa suasana." Arda mengelak. Dia merangkum wajah cantik Gista dalam dua telapak besarnya.

"Oke, terbawa suasana." Gista melepaskan Arda. "Kamu tidak mencintaiku, tapi kamu cemburu dan berkali-kali memanggilku sayang. Lain kali jangan lakukan itu Mas, kamu membuatku berharap. Betewe, seperti aku yang menghormati selera seksmu, bisa kamu menghormati pilihanku nanti jika aku mencintai pria lain?"

Mengintip Hatimu Dari Balik HatikuWhere stories live. Discover now