13. Ambisi Arda

3.9K 523 87
                                    

Seneng, ternyata diam-diam banyak yang nungguin cerita ini.
Iya rata2 pada diem semua, nggak ada jejak, tapi seringnya senyum-senyum sendiri.
Btwe yang udah nyemangatin sama komentar, thanks ya...
Buat semua readers, salam sayang dariku.
Puanjang dan happy reading🥰

18+ mengandung kata dan kehaluan vulgar 😆

Tiga hari lalu Gista meninggalkan Elea yang sedang tertidur di rumah besar Arda. Kali pertama dirinya datang ke rumah si duda, kemudian dapat akses bebas keluar masuk yang dikatakan Arda pada semua pegawai termasuk penjaga rumah. Tetapi Gista tidak berminat datang ke sana lagi. Dia berharap hubungannya dengan Elea selesai sampai di sini. Doanya, semoga gadis kecil itu menemukan ibu baru yang sungguh-sungguh menyayangi dirinya.

Gista sedang berenang dengan bikini baru, hadiah dari Bali yang dibawakan Vilia. Hotel milik mertua Vilia ini bisa digunakan oleh Vilia berikut teman-temannya sesuka hati. Ada juga fasilitas gym center di mana Gista menjadi anggota tetapnya. Sayangnya Gista tidak suka berolahraga, sesekali saja dia datang kalau sedang ingin memancing pejantan. Meskipun terkadang zonk karena dapat pejantan yang suka pejantan lain.

"Habis sakit, bodymu balik langsing Gis." Vilia menabok pantat sekal Gista.

"Iyuh, main tabok...! Bisa hamil nanti eike beibe! Kena tabokanmu." Gista mencebik sebelum melanjutkan.

"Iya, sakit membawa berkah." Gista baru naik dari kolam. Matahari sore memantulkan sinar yang tepat di kulit porselen Gista. Memukau mata jelalatan pria-pria pengguna kolam yang sama.

"Berkah chek in sama duda." Goda Vilia.

Gista tidak menyahut, bibirnya mencebik lagi mengingat Arda dan keluarganya. Ah, sudah lah. Gista tidak ingin lagi berurusan dengan mereka.

"Andin kenapa sih Vil, dia sakit ya? Bikin status galau. Pas aku tanya dia kenapa, katanya enggak apa-apa. Serius kamu nggak tahu?" Gista membuka topik baru.

"Em, seharusnya ini bukan bagianku. Tapi, kamu kudu tau juga, gimana pun kita satu kerjaan, sahabatan pula." Vilia menimbang.

"Apa'an sih, dia kenapa?" Gista tidak sabar.

"Dia, dia..."

"Please to point."

"Tadi pagi dia tanya kalau aborsi di mana?" Ungkap Vilia.

"Dia hamil Vil?" Gista tidak bisa tidak histeris. Vilia pun mengangguk sebagai jawaban.

"Kok kalian nggak cerita?"

"Kamu sakit pas dia buka ini ke kita. Tisa bilang kasih tahu kamu belakangan aja."

"Terus gimana? Bukan Kaffa, kan?" Gista memastikan dugaannya.

"Menurutmu siapa lagi yang deket sama dia belakang ini?" Vilia sudah mendapat pengakuan Andin siapa ayah biologis janin di perutnya.

"Apa..., jadi bener Andin jadi orang ke tiga?" Senakal-nakalnya Gista, dia anti jadi pelakor. Bahkan dia yakin bahwa prinsipnya ini sama dengan kedua temannya yang lain.

"Si Kaffa tau?" Gista merinding membayangkan apa yang akan Andin hadapi ke depan. Apalagi sekarang dia sudah tau bagaimana sesungguhnya keluarga Subrata itu.

"Udah," jawab Vilia.

"Aduh, kenapa bodo banget si Andin itu. Kek anak kemarin sore. Apa kondomnya bocor? Atau dia nggak punya duit beli pil kb!" Gista tidak bisa menahan kekesalannya.

"Sstt! Mulut please!" Vilia memperingatkan suara Gista yang loss. "Kamu percaya nggak kalau menurutku Andin sengaja?" Lanjut Vilia.

Gista tertawa tanpa humor. "Ngaco deh! Tapi masak...?" Pada akhirnya Gista meragukan penyangkalannya sendiri.

Mengintip Hatimu Dari Balik HatikuWhere stories live. Discover now