36. Terimakasih

209 44 2
                                    






Hai kamu, tolong tinggalkan jejak ya supaya aku tambah semangat lihat respons baik kalian di book ini. ❤️



 ❤️

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.













🥀

Ten terus saja memegangi telapak tangan Taera, mengusap-usap punggung tangan gadis itu tanpa henti. Sekarang gadis itu sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit, dokter bilang adiknya itu baik-baik saja, tapi sampai sekarang Taera belum juga membuka matanya.

"Hyung, kenapa si Renjun itu penting banget buat Taera?"

Na Jaemin adalah orang pertama yang Ten hubungi saat Taera tidak kunjung sadar. Tapi setelah Jaemin datang, tidak lama Jeno dengan Lee Haechan juga menyusul.

Ten hanya mengedikan bahu menanggapi pertanyaan Jaemin. Karena dirinya juga tidak tau pasti apa yang membuat Taera sebegitu nekatnya. Dulu Ten sempat marah saat tau Taera menyukai sosok gaib yang tidak bisa dia lihat, tapi saat tau sosok gaib itu adalah Huang Renjun.. Ten menjadi sedikit lega, setidaknya orang yang sangat adiknya sukai itu bukan hantu.

Tapi sudah cukup, Taera harus berhenti sekarang. Ten tidak akan suka adiknya berhubungan baik dengan Huang Renjun, apalagi saat sudah mengetahui bagaimana keluarga cowok itu.

"Hyung, Taera mulai sadar!" Haechan berkata sedikit berteriak saat dia melihat mata Taera yang semula terpejam rapat mulai perlahan terbuka.

Jeno yang mengamati dari sisi lain ruangan langsung mendekat, kemudian cowok itu menyentuh rambut Lee Taera dan mengusapnya lembut. Dengan suara tenang khasnya dia bertanya. "Kamu baik-baik aja?"

Taera hanya bergeming, gadis itu seperti enggan menjawab. Sekarang matanya hanya berpusat pada Ten yang duduk disisi tempat tidurnya sambil terus mengusap tangannya dengan lembut. "Oppa.."

"Tolong tinggalkan aku dan Taera sebentar" Ten menoleh bergantian pada Jeno, Jaemin dan Haechan. "Ada yang harus aku dan Taera bicarakan berdua."

Jaemin dan Haechan mengangguk mengerti, kemudian keduanya bergegas meninggalkan ruangan. Tapi Jeno sama sekali tidak bergerak, mata Jeno hanya terus memperhatikan Taera yang sama sekali tidak menoleh padanya.

"Dia bukan Taera." Jeno berujar dingin. Tangan kekarnya dengan cepat menahan pundak gadis itu dan mencengkeramnya kuat. Taera meringis, memandang Ten dengan tatapan yang seolah mengatakan dia kesakitan.

"Aku tau." Ten menjawab tegas. "Tapi badannya milik adikku, jangan coba-coba menyakitinya." Ten menyingkirkan tangan Lee Jeno dari bahu Taera.

"Kalau sudah tau, bagaimana Hyung bisa setenang ini? Gimana kalau Taera dalam bahaya?!" Jeno terlihat sangat marah, cowok itu mengepalkan tangannya. Matanya dengan tajam menyorot Taera. "Padahal aku terus memperingatkannya. Tapi dia tidak pernah mendengar."

"Taera pasti baik-baik aja. Sekarang biarkan aku bicara berdua dengannya-"

Sebelum Ten bisa menyelesaikan ucapannya Jeno sudah memotong dengan nada membentak. "Untuk apa berbicara dengan iblis?! Aku akan langsung mengeluarkannya sekarang dari tubuh Taera."

"Kalau begitu kamu akan menyakiti adikku." Ten melirik tajam Jeno yang terlihat tidak sabaran. "Taera akan baik-baik aja selama kita tidak bertindak sembarangan, mengerti?"

"Kamu tidak akan membiarkan Taera dalam kesulitan kan?" Ten menatap lekat pada kedua mata milik Taera. Wajah itu sangat pucat, terlihat aneh karena biasanya Taera tidak pernah sekalem itu. "Kalau dia terluka, itu akan sangat menyakitiku."

Taera mengangguk, gadis itu terlihat paham apa maksud Ten. "Aku tau."

"Aku akan keluar." Lee Jeno berujar singkat sampai akhirnya Ten mendengar langkah kakinya menjauh di sertai bantingan pintu.

"Kamu Lucy kan?" Ten bertanya memastikan, namun tidak lama di jawab dengan anggukan lemah dari Lucy yang berada di badan adiknya. Jujur saja Ten sedang mati-matian berusaha menahan amarahnya, tapi dia tidak boleh terlihat membenci sosok itu. Bagaimanapun Lucy sampai mengganggu Taera karena dirinya.

"Aku sudah dengar sedikit dari Taera, tapi rasanya masih tidak masuk akal." Ten berusaha berterus terang. Dengan hati-hati dia mencoba menjelaskan kepada Lucy. "Mungkin kamu benar aku adalah orang yang sama dengan yang kamu temui di masalalu, tapi sekarang aku tidak hidup sebagai orang yang sama lagi. Aku sekarang hanya manusia biasa yang tidak akan bisa mengingat kamu. Meski kamu terus menunggu dan menginginkan aku seperti dulu, tapi bukankah sebenarnya aku yang ada di masalalu-mu itu sudah lama mati?"

Gadis itu menggeleng kuat, sorot matanya berubah sendu. "Kamu mungkin tidak bisa mengingatku, tapi bukan berarti kamu tidak benar-benar ada di masalaluku hanya karena kamu tidak mengingatnya."

"Tapi tetap saja-" Ten memotong dengan tegas. "Kamu tidak bisa bersamaku sekarang."

"Lucy.." Ten menggenggam lembut tangan Taera. "Aku tau kamu tidak mungkin menyakitiku kan? Aku sangat menyayangi Taera, jika kamu terus berada dalam tubuhnya aku akan merasa sangat sedih."

"Bagaimana dengan kesedihanku?" Lucy tertawa hambar, matanya kini mulai berkaca-kaca.

Meskipun Lucy itu hanya iblis tapi saat tau kenyataan bahwa iblis itu sangat mencintai dirinya, itu membuat Ten merasa aneh. Tentu saja Ten membenci iblis itu karena sudah membuat Taera selama ini dalam kesulitan, tapi disisi lain Ten juga tidak bisa terlalu membencinya karena dia tidak tau masalalu seperti apa yang pernah mereka miliki dulu.

"Aku menghabiskan waktu yang sangat panjang dalam kesedihan." Air mata mulai mengalir deras dari sudut-sudut matanya. Dengan suara terisak gadis itu berbicara parau. "Di setiap waktu aku berharap bisa memiliki tubuh.. agar bisa menyentuhmu, agar bisa memanggil nama-mu.."

"Jika saja aku juga memiliki tubuh seperti ini, aku hanya ingin kamu juga melihatku. Seperti aku yang terus hidup dalam kegelapan dengan hanya melihatmu sebagai satu-satunya cahaya yang ada."

"Seperti bulan yang merindukan matahari.. seperti itu juga aku yang merindukanmu tanpa bisa menggapaimu meski hanya sejengkal saja."

"Hari ini aku berjanji hanya akan melihatmu." Ten berkata lembut, mengusap air mata yang membasahi wajah pucat Taera. "Selama ini kamu pasti sangat merindukanku kan? Sekarang aku berada disini, aku melihatmu dan mendengarkanmu seperti yang kamu mau."

"Matahari dan bulan bisa bertemu sebentar saat sedang gerhana." Kali ini Ten mengatakannya dengan tulus. "Jadi nikmatilah gerhana ini sebelum berakhir."

"Yol," Gadis itu berucap lirih sembari memegangi dadanya, dengan berada di badan Taera akhirnya dia benar-benar bisa merasakan rasa sesak di dada yang sangat menyakitkan. "Terimakasih karena sudah menciptakan gerhana untukku."

Ten mengangguk dengan air mata yang hampir menerobos keluar, entah apa yang membuat hatinya terasa teriris sampai membuat kedua matanya juga ikut merasa perih. "Sekarang pejamkan matamu.. aku akan menyanyikan lagu sampai kamu tertidur."

Sambil menepuk-nepuk pelan kepala Taera, Ten mulai menyanyikan lagu.

Itu alasanku,

Lama tanpa dirimu.

Mereka yang bilang,

Ku akan dapat lebih darimu.

Tak mungkin,

Semua itu tak mudah.





Saat melihat Taera yang sudah terlelap dengan napas yang naik dan turun dengan teratur, Ten mulai mencondongkan badannya mendekat, berbisik pelan di telingan Taera. "Taera, Oppa sudah menemukan kamu.. sekarang kamu harus kembali."













Tbc.

I Can See You [Huang Renjun]Onde histórias criam vida. Descubra agora