9. Jam 9 malam

4K 687 73
                                    

"Darimana?" Ten bertanya begitu aku melewatinya yang sedang duduk di sofa dengan sekotak Chocolate cake kesukaannya.

"Habis ketemu temen. Mama gak ngasih tau?" Aku balik bertanya.

Ten menggeleng "Oppa juga baru pulang, mama udah tidur"

"Mama udah makan?"

"Gak tau, gak tega banguninnya."

Setelah mendengar ucapan Ten aku langsung menuju kamar ibuku. kamarnya gelap, dia bahkan tidak menghidupkan lampu tidurnya. Aku langsung menghidupkan lampu utama di kamar ibuku, dalam sekejap semuanya jadi terang. Kini aku bisa melihat dengan jelas wanita kesayanganku dan Ten Oppa sedang tidur dengan bingkai foto Ayahku dalam pelukannya.

Aku mendekatinya tapi bukan untuk membangunkannya, melainkan untuk mengambil foto dalam pelukan ibuku, dan menarikan selimutnya sampai menutupi leher. Terlihat jelas jejak-jejak air mata di pipinya yang tirus. Aku menghela napas, perasaan sesak mulai menyerangku begitu saja saat melihat wajah ibuku yang pucat dan lelah.

"Mama punya aku dan Ten untuk tempat bersandar saat mama sedih, Mama gak seharusnya menyembunyikan kesedihan mama, karena mama gak cukup ahli untuk menyembunyikan itu dari aku." Jemariku beralih menyentuh wajahnya, menghapus jejak air mata yang masih tertinggal disana.

"Good night mam," aku mendekat untuk mencium pipinya sekilas, sebelum beranjak pergi dan mematikan lampu utama yang masih menyala dan menerangi kamarnya yang terasa sepi.

"Gimana? Mama udah makan?" Tanya Ten begitu aku kembali ke ruang tamu.

Aku hanya mengangguk "Oppa udah makan?"

"Udah tadi sama temen-temen, kamu udah makan?"

"Iya, udah" aku menjawab cepat kemudian berlalu menuju kamarku yang terletak di lantai dua.

Renjun yang awalnya berdiri menghadap balkon langsung menoleh ke pintu begitu aku memasuki kamar.

"Gimana?" Tanyanya menghampiriku.

"Jeno ternyata cuma sekedar tau kamu" aku menghempaskan tubuhku di kasurku yang empuk dan nyaman. "Tapi aku dapet kontak orang yang kemungkinan deket sama kamu"

"Siapa?" Mata Renjun menatapku serius. Dia terlihat sangat tegang.

"Namanya Shin Hyejin, kemungkinan dia pacar kamu dulu" Aku tersenyum padanya. Senyum tipis "Bisa jadi dia alasanan kamu masih tertahan disini. Kalau benar, maka semuanya akan cepat selesai"

Renjun langsung diam "Pacar?" Gumamnya.

"Iya" aku menjawab kebingungannya.

"Namanya terdengar familiar" Renjun kembali bergumam.

"Mungkin karena kalian sangat dekat" Aku memberikan mendapat. "Mungkin begitu, makanya terasa Familiar"

"Tapi Taera, kamu juga terasa familiar" tatapan mata Renjun langsung tertuju padaku. Dia menatapku dengan cara yang berbeda dari biasanya, tatapan yang terasa begitu dalam dan meneliti. Membuatku agak salah tingkah di tatap sedemikian rupa.

"Maksudnya?" Aku menyernyit bingung. Kenapa aku?

"Maksudku, waktu kita ketemu untuk pertama kali di depan rumahmu waktu itu. Awalnya aku hanya berjalan tanpa tau arah dan tujuan, tapi saat melewati jalan rumahmu, aku merasa begitu familiar. Begitu juga dengan rumahmu, rasanya aku pernah ke rumah ini sebelumnya tapi aku gak tau kapan." Renjun menjelaskan panjang lebar. Matanya menelusuri setiap sudut kamarku "Semua yang ada di rumah ini terasa gak asing, bahkan aku merasa familiar dengan kakak dan ibu kamu"

I Can See You [Huang Renjun]Where stories live. Discover now