11. Scared

4.1K 663 119
                                    

Jam besar yang terpasang di dinding kamarku sudah menunjukan pukul dua belas malam, tapi aku belum juga tidur. Aku berguling gelisah di tempat tidurku. Tidak masuk akal, Jaemin akan meninggal besok katanya?

"Taera kamu gak bisa tidur lagi?" Renjun yang berbaring disampingku bertanya dengan bisikan pelan.

Aku tidak menyahut, tapi langsung memiringkan posisi tidurku menghadapnya. Aku menatapnya sekilas, kemudian mengangguk lemah "Aku ta-takut" ucapku pelan.

Tampak kerutan samar di dahi Renjun, tangan pucatnya yang dingin menyentuh kulit pipiku kemudian bergerak perlahan kedahi dan terakhir turun ke mata. Telapak tangannya yang dingin berakhir menutup mataku "Tidur, semuanya akan baik-baik aja" Kata Renjun pelan, jeda sesaat kemudian dia berkata lagi "Lee Jeno bukan Tuhan."

Aku mengangguk terpatah. Tanpa sadar air mata menetes dari sudut mataku yang terpejam. Sejak kapan Taera selemah ini? Jaemin gak akan kenapa-kenapa. Lee Jeno bukan Tuhan, pengelihatannya bisa saja salah. Jaemin pasti baik-baik saja, dan akan aku pastikan dia memang akan baik-baik saja.

Setelahnya aku membiarkan diriku kembali tenang, melupakan rasa takut itu untuk sementara waktu dan membiarkan rasa kantuk mengusai diriku. Telapak tangan Renjun masih menutup mataku, menuntunku untuk pergi lebih jauh menuju alam mimpi.


🌇🌇🌇

Aku melangkahkan kaki menelusuri koridor panjang menuju kelas bersama Renjun. Sesui perintahku Renjun membuat para Hantu di sekolah jadi menjaga jarak denganku. Terutama para hantu perempuan, mereka seakan tidak berani mendekatiku. Kenapa begitu? Kurasa kedipan mata Renjun pada mereka menjadi alasannya. Entah apa yang sudah Renjun lakukan untuk membuat para hantu cewek disekolah menjadi sangat patuh padanya.

Renjun masih terus tebar pesona dengan memamerkan senyum manisnya pada setiap hantu cewek yang tidak sengaja berpapasan dengannya. Aku berdecak, dulu Renjun pasti salah satu cowok populer disekolahnya. Populer dikalangan para cewek tentu saja, lihat saja caranya tersenyum dan mengedip pada setiap hantu cewek yang dia temui. Benar-benar tipikal cowok playboy minta ditenggelamkam.

"Gak berencana cari pacar hantu sekalian?"

Renjun langsung menoleh padaku. "Gak, aku belum ketemu hantu yang bibirnya dioles liptint rasa stroberi"

Aku mendengus, kemudian memandangnya malas "Menurut kamu emang di dunia hantu ada gitu yang jualan liptint stroberi?" Tanyaku jengkel "yang ada bibir merah mereka itu karna darah kering!"

Renjun diam, tapi kemudian dia bergumam pelan. "Kalau gitu maunya sama kamu aja"

Setelah berkata begitu Renjun terkekeh geli membuatku lagi-lagi mendengus "Aku yang gak mau" kataku kemudian memutar bola mata malas "Aku belum se-frustasi itu akibat kelamaan jomblo sampai milih pacaran sama setan"

"Jarang loh setan seganteng aku-"

"Percuma ganteng tapi setan" aku memotong cepat membuat Renjun langsung kicep.

Renjun akhirnya diam untuk waktu yang cukup lama sampai kita berdua tiba di depan kelas, kemudian dia berkata "pernah sakit~ tapi tak pernah sesakit ini~"

Aku menghela napas, Renjun semakin menyebalkan saja setelah dia bertemu dengan hantu cowok bernama Hemi yang sering nongkrong di sekitar perpus. Semenjak sering bertemu Hemi Renjun jadi tertular sifat gemar bernyanyi milik Hemi. Bahkan tidak jarang Renjun menyanyikan lagu berbahasa Korea yang sering Hemi nyanyikan. Oke bukan sampai disitu saja, Dirumah bahkan Renjun sering mengganti-ganti channel Tv ke siaran Live yang sedang menayangkan Blackpink bernyanyi. Ten sampai merasa ngeri sendiri setiap Channel Tv dikamarnya berganti-ganti sendiri.

Baru saja dipikirkan sosok Hemi tiba-tiba muncul dari balik pintu kelas, hantu cowok itu tersenyum lebar sekali dan melambai penuh semangat pada Renjun. "Hei bro! Jadi gak ngapel ke sekolah sebelah?"

Aku menajamkan mataku kearah Renjun "Mau kemana?" Tanyaku berbisik.

Renjun hanya menyengir kuda kemudian menggaruk belakang kepalanya salah tingkah "Anu.. Kata Hemi cewek disekolah sebelah cantik-cantik"

Tanpa sadar sebelah alisku terangkat "Oh, Berarti kamu gak jadi ingin pergi ke Alam Baka ya? Kayaknya udah betah banget gentayangan jadi hantu" ucapku tajam.

Renjun langsung mendelik "Hei! kata Alam Baka terlalu kasar! lagi pula aku gak merasa senang jadi hantu gentayangan untuk waktu lama, aku tetap ingin pergi pada akhirnya," Renjun menghela napas kemudian dia melanjutkan ucapannya "Ke tempat yang seharusnya."

Setelah mendengar kekesalan Renjun aku hanya menatapnya datar tanpa minat "Ya ya, silahkan menikmati hari-harimu sebagai hantu, sebelum pergi ke Neraka nanti"

Wajah Renjun langsung memerah mendengar ucapanku. Aku sempat kaget untuk sepersekian detik, apa wajah hantu bisa memerah saat marah? Tentu saja tidak ada satu pun orang yang akan bisa menjawab perntanyaanku itu.

"Jahat!" Amuk Renjun marah padaku. Kemudian dengan cepat dia berjalan menghampiri Hemi yang masih menunggunya diambang pitu, lalu mereka berdua menghilang termakan jarak.

Tanpa sadar sebuah senyum mengembang dibibirku "Imut" gumamku pelan, berharap siapa pun tidak akan mampu mendengarnya. Tapi tidak butuh waktu lama, senyum itu langsung dirampas tanpa sisa dari wajahku. Senyum yang semula terukir itu kini tergantikan oleh mimik ketakutan saat tangan seseorang menyentuh kepalaku.

"Jangan bengong mulu, kalau kesambet repot" kata Na Jaemin yang sekarang sudah berdiri di samping kiriku dengan senyum lebarnya.

Aku membeku, membeku untuk waktu yang cukup lama sampai aku menyadari perasaan takut itu kembali hadir dan mengoyak seluruh bagian tubuhku dari dalam. Aku meraih jemari Jaemin yang masih bergerak halus di rambutku. Aku menggenggam jemarinya, merasakan hangat pada telapak tangannya. Aku mendongak hanya untuk mendapati Jaemin setengah menunduk dan menatapku heran, tapi kemudian dia tersenyum dan berkata "Jangan di pegangin terus tangannya, nanti takut kehilangan" candanya kemudian terkekeh.

Ada saatnya aku mungkin akan langsung mengatainya habis-habisan karena sudah mengatakan kalimat menggelikan semacam itu. Tapi tidak untuk hari ini, kalimat itu seperti mengiris tipis-tipis hatiku, meninggalkan rasa nyeri yang amat menyakitkan. Aku melepaskan jemari Jaemin yang sebelumnya ku genggam erat, kepalaku menunduk untuk menghindari tatapan matanya yang terasa hangat seperti biasa.

Benar Jaemin, aku memang takut kehilangan.

"Ra, pinjem tugas matematika yang kemarin dong" Kata Jaemin membuyarkan lamunanku. Jaemin memandang ngeri pada meja guru yang masih kosong "Males banget kalau harus disuruh ngumpulin dua puluh bungkus permen yang ada tulisan maafnya kalau ketahuan gak buat tugas lagi"

Aku hanya tersenyum samar mendengar gerutuan Jaemin yang mengutuk pak Lay mati-matian karena selalu memberikan hukuman tidak manusiawi padanya.

"Boleh, tapi ada syaratnya"

"Apaa? Cup Chiken? Bingsu?" Tanya Jaemin bersemangat.

Aku terkekeh melihat mimik wajah Jaemin yang terlihat sangat lucu "Hari ini aku gak lagi pengen makanan"

"Terus apa?" Tanya Jaemin bingung.

Aku setengah berjinjit kemudian mencondongkan wajahku lebih dekat pada Jaemin, lalu berbisik pelan ditelinganya "Jadi babu aku seharian"

Jaemin langsung menjauhkan wajahnya, dia mendelik padaku, tapi dengan cepat ekspresi wajahnya berganti menjadi biasa lagi. Jadi menyebalkan lagi "Hamba ini kan memang babu paduka Ratu Taera! Mana ih cepet bukunya!"

"Ambil ditas" Aku menjunjuk tas berwarna hitam yang berada diatas mejaku.

Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi Jaemin langsung berlari menuju mejaku untuk mengambil buku yang dia maksud. Aku menarik napas kemudian nenghembuskannya perlahan "Akan aku pastikan, besok pagi dunia masih bisa mendengar tawa Jaemin."

Tbc.


Hai-hai~
Tadinya aku mau Up Blood, tapi yaudah lah ini aja dulu ya ehe.

Ada yang nunggu gak?


I Can See You [Huang Renjun]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora