20. Hilang

3.4K 586 51
                                    

Kamu, satu-satunya orang yang akan selalu menemukanku.

Tidak peduli tempat apa yang mengurungku, pintunya akan selalu terbuka hanya bila kamu yang mengetuk.




*




Pintu kayu bercat coklat itu terkunci. Aku menggeram, menendang pintu kayu itu berkali-kali untuk melampiaskan rasa marah. Aku memejamkan mata rapat-rapat, berusaha tenang dan fokus, tapi rasanya terlalu sulit. Semuanya terlihat buntu. Seperti tidak ada jalan untuk bisa keluar.

"Ini ilusi" aku bergumam dengan mata yang masih terpejam. "Semuanya ilusi"

"Renjun-"

Tidak ada suara. Tidak ada jawaban. Ruang kelas dengan kursi dan meja tidak tersusun rapi itu berubah menjadi ruangan kosong dengan dinding berwarna putih pucat yang mengelilingi. Dalam sekejam aku merasa di sedot ke dalam tempat yang berbeda. Ini jebakan. Hantu sialan itu bukan makhluk biasa. Dia bukan arwah gentayangan.

"Tenang Taera" aku berusaha menenangkan diriku sendiri. Berusaha agar tidak terkecoh dengan keadaan di sekitarku "Semuanya hanya sebatas ilusi."

Aku mengedarkan pandanganku, pintu kayu itu sudah lenyap. Yang tersisa hanyalah ruangan kosong dengan dinding putih tanpa sebuah pintu sebagai jalan untuk keluar. Aku tidak mengerti kenapa setan itu mengurungku di ruangan ini, tapi satu yang pasti, dia menginginkan sesuatu dariku.

"Ragamu"

Suara berat itu pelan serupa bisikan.
Aku mematung, memandang tanpa gentar pada pusaran abu yang entah datang dari mana dan perlahan memeluk tubuhku.

"Yang aku inginkan darimu bukan? Aku ingin ragamu"

Abu halus yang masih berterbangan di udara itu perlahan membingkai sebuah sosok gadis dengan gaun berwarna hitam pekat. Setiap detik sosoknya semakin jelas. Rambut hitam yang terurai panjang sampai sebatas pinggang, kulitnya yang putih pucat, juga wajah cantik tanpa sebuah senyum disana.

"Ternyata kamu dalang dari semua ini" Aku berdecih, memandang remeh pada sosok tinggi ramping di hadapanku.

Sosok itu tersenyum tipis, kemudian kaki panjangnya melangkah maju untuk lebih dekat denganku. "Ketemu lagi, Lee Taera."

Aku hanya bisa menatapnya tanpa bersuara lagi. Sosoknya yang sangat familiar menggangguku, sosok itu memaksaku untuk membangkitkan beberapa memori yang sebenarnya sudah berusaha keras aku kubur dalam-dalam. Dia adalah hitam, dia adalah malam, dia adalah gerhana- dia adalah warna paling gelap yang pernah tercipta.

"Aku sudah pernah bilang, yang aku inginkan hanya kamu." Dia kembali bicara, matanya menyorotku sendu "Kamu tidak perlu kehilangan lagi Taera, asal kamu mau menurut."

Aku mengepalkan tanganku, begitu kuat sampai buku-buku jariku mulai memutih. "Aku gak selemah dulu" mata kami saling bertatapan, di menit itu waktu seperti ikut berhenti bersamaan dengan tatapan mata yang seolah membekukan satu sama lain. "Aku bukan lagi si lemah yang hanya bisa pasrah menunggu waktu merenggut semuanya dariku."

Sosok di hadapanku tertawa, kemudian sorot matanya menatapku perihatin "Jangan lupa Taera, seiring waktu berlalu kamu memang akan kehilangangan semuanya satu persatu, hingga pada akhirnya tidak ada satupun yang tersisa." Tangan putih pucat terulur kedepan, menyentuh bagian pipiku dengan lembut. "Waktu memang akan merenggut segalanya. Perlahan, hingga gak lagi ada yang tersisa."

I Can See You [Huang Renjun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang