28. Kebohongan

2.6K 422 26
                                    

Untukmu, seseorang yang menjadikan kehilangan adalah hal paling menakutkan.







**

Lee Jeno, cowok itu berhasil membuat perasaanku menjadi seribu kali lebih kacau sekarang. Memang benar, terkadang hanya dirimu sendiri yang bisa kamu percayai di dunia ini. Karena orang-orang bisa saja meyakinkan diri mereka untuk bisa di percaya, tapi tidak ada yang bisa menjamin kalau suatu hari kamu tidak tertipu.

Seperti takdir yang menipu Renjun —lalu aku pun tertipu oleh keadaan yang menjebakku saat ini.

"Renjun, dia sebenarnya temanku."

Bibirku terkatup rapat, tidak ada satupun kata yang keluar dari sana sejak beberapa menit yang lalu. Sebenarnya siapa yang bisa di percaya disini? Bahkan Lee Jeno sudah membodohiku selama ini.

"Aku punya alasan kenapa aku bohong dan menutup-nutupi keadaan dia yang sebenarnya dari kamu." Jeno melirik Renjun yang sedang menatapnya tak terbaca. "Aku punya cukup alasan untuk semuanya Taera."

Pantas saja tidak ada yang tahu soal kematian Renjun. Termasuk Shin Hyejin. Jeno benar-benar sudah menipuku.

"Alasan apa yang bisa bikin kamu nganggep dia udah mati di saat sebenernya dia masih hidup?" Aku bertanya dengan suara yang terdengar sumbang. Jujur, aku hanya merasa terlalu lelah sekarang.

"Nanti —aku pasti bakal ceritain semuanya sama kamu"

"Terus kamu mau aku percaya?"

"Harus" lalu Jeno melanjutkan dengan suara lebih pelan. "Kalau kamu masih berharap dia masih hidup."

"Kamu mau nyari Renjun di dalem sana kan dengan bantuan hantu ini?" Jeno menunjuk Sam, sementara Sam terlihat langsung tidak suka dengan keberadaan Jeno. "Kamu gak perlu dia. Aku bakal tunjukin diamana Renjun sekarang."

"Taera—"

"Gak apa-apa Sam." Aku menatap Jeno sama intensnya seperti caranya menatapku. "Aku cuma perlu ngikutin cara mainnya."

Sammy tidak berusaha menahanku lagi saat aku berjalan beriringan dengan Jeno memasuki gedung rumah sakit. Rumah sakit itu cukup besar, tapi keberadaannya agak jauh dari pusat kota. Renjun mengikuti di belakang, sementara Sammy tidak ikut masuk kedalam.

Samuel, dunianya berhenti di tempat ini.

Aku sempat berhenti melangkah, sesak memenuhi dada saat bayangan tentang hari itu kembali hadir. Aku melihat diriku sendiri, diriku yang dulu. Sedang berlari menyelusuri koridor tanpa alas kaki untuk menemui sam di ruangan tempat dia di rawat —tapi saat aku sampai, semuanya sudah terlambat.

Kemudian bayangan lainnya kembali muncul. Aku melihat diriku sendiri berteriak frustasi, lalu kemudian menangis dengan semua rasa sakit yang gak akan pernah ada obatnya. Malam itu —samuel pergi. Tapi aku menolak percaya, bahkan sampai saat ini pun aku tidak ingin percaya kalau dia sudah tidak lagi ada. Karena itu lah, aku tidak pernah sekali pun datang ke pemakamannya.

"Kamu nangis?"

Aku mengusap cepat pipiku yang basah dengan punggung tangan. Tanpa menjawab pertanyaan Jeno aku kembali berlajan, berusaha tegar di saat seluruh kenangan masa lalu itu kembali bangkit untuk perlahan menghancurkanku.

Tangan Jeno menahan pergelangan tanganku, menahanku agar tidak berlalu lebih jauh. "Kamu gak baik-baik aja."

"Aku baik-baik aja" Aku berucap tegas, lalu berusaha melepas cengkraman tangan besar Jeno di pergelangan tanganku.

I Can See You [Huang Renjun]Where stories live. Discover now