34. Ini Rahasia

669 122 45
                                    

Jeno benar-benar membuatku gila. Apa-apaan dia itu? Apa dia menyukaiku sebesar itu?

Aku menutup rapat kedua mataku, membiarkan angin malam yang dingin menghambur memeluk tubuhku. Seandainya Renjun berada disini, aku merindukannya.

Mungkin karena terlalu merindukannya aku jadi berhalusinasi. Aku jadi merasa dia berdiri di sampingku menghadap keluar jendela. Aku enggan menoleh, berharap dengan begitu sosoknya tidak memudar dari sudut mataku.

"Kamu gak mau bicara sama aku?"

Keningku berkerut saat suara itu dengan lembut terdengar di telingaku. Apa halusinasi bisa menghasilkan suara? Aku menggeleng kuat-kuat. Aku tidak mungkin gila hanya karena setan kan?

"Taera, apa kamu sedang mengabaikan aku?"

Aku menoleh dengan cepat, aku menatap ngeri pada sosok Renjun yang sedang menatapku dengan wajah seriusnya. "Renjun? Ah—— kamu itu Lucy kan??"

Renjun menepok jidatnya lumayan keras, arwah itu menggelengkan kepalanya seakan tidak habis pikir mendengar ucapanku. "Apa aku mirip iblis itu?"

Ternyata dia benar Renjun. Tanpa sadar aku mengambil napas lega, akhirnya Ten memihakku. "Apa mantranya sudah hilang?"

Renjun mengangguk "iya, tapi aku heran kenapa kakak kamu melepas mantranya?"

"Mungkin Ten akhirnya memilih percaya padaku." Seutas senyum terbit di wajahku kala itu, aku yakin semuanya akan segera berakhir. Renjun pasti bisa kembali, dan aku tidak lagi di hantui oleh Lucy seumur hidupku.

"Taera.." aku merasakan jari-jari kurus milik Renjun bergerak di telapak tanganku, kemudian saling bertautan erat. "Apa menurutmu aku bisa hidup kembali?"

"Kenapa? Kamu takut mati sekarang?" Aku menatap Renjun lekat, mengeratkan genggaman tangan kami.

"Hng, bukan." Renjun sedikit menunduk, dia menghidari tatapanku. "Setelah tau aku ternyata koma di rumah sakit, aku jadi ingin sembuh. Aku ingin ketemu kamu setelah aku sadar, aku ingin bertemu kamu sebagai Renjun bukan arwah."

"Kalau udah ketemu?" Aku bertanya agak ketus.

"Mau peluk kamu."

"Huang Renjun." Aku mendekat maju kearahnya, kemudian mengulurkan tanganku. "Sentuh aku"

Badan transparan milik Renjun terlihat semakin jelas, jemarinya menggapaiku dan membawanya pada sebuah genggaman lembut yang anehnya membuatku merasa hangat.

"Kamu bisa menyentuhku.. bisa memelukku—" aku menatap kedua matanya lekat, memberinya senyum tipis sebelum melanjutkan kalimatku. "Tapi hanya saat kamu berkeliaran sebagai hantu seperti sekarang."

"Kenapa—"

"Karena saat aku bertemu kamu nanti, sebagai Renjun yang sebenarnya— kamu mungkin tidak akan mengingatku sebagai Taera yang sekarang, kamu mungkin hanya akan mengingat aku sebagai seseorang yang pernah kamu jadikan objek sketsa asalmu."

"Taera aku—"

"Selain itu, aku mungkin tidak menyukaimu saat kamu bukan lagi hantu"

"Kenapa begitu?" Renjun bertanya dengan raut wajah bingung. Jemarinya terus mengusap punggung tanganku dengan lembut. "Aku nggak akan berubah meski bukan hantu lagi, aku tetap Renjun yang selalu menyukaimu."

"Kalau begitu berlarilah seperti orang gila dan temui aku saat kamu sadar nanti."

"Pasti." Renjun menatapku dalam, kemudian dia tersenyum lebar. "Aku akan berlari menemui kamu dengan sebuah kanvas yang nggak lagi kosong."

I Can See You [Huang Renjun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang