31. Tertipu?

2.1K 356 84
                                    

"Kamu nunggu aku pulang ya?" Aku berjalan mendekat ke arah jendela kamarku yang terbuka lebar. Angin malam masuk dengan begitu leluasa, menerbangkan helaian halus rambut Renjun dengan sempurna.

Sosoknya mengangguk kaku. "Sejak kemarin, tapi kamu gak kembali ke rumah." Renjun masih menatapku begitu lekat, bagaimana kedua mata sayunya menatapku membuatku sedikit terluka.

"Huang Renjun.." perlahan aku memberanikan diri mendekatinya, menyentuh sisi wajahnya yang pucat dengan kedua tanganku. "Soal yang kemarin, aku minta maaf."

"Aku gak benar-benar menyalahkan kamu. Sungguh" aku berusaha menjelaskan, berharap Renjun mau mengerti. Aku sengaja berkata begitu kemarin hanya agar di dengar oleh Lee Jeno dan juga Lucy tentunya, aku ingin terlihat seperti dilema.

"Taera, mungkin kamu benar" Renjun berbicara dengan suara yang terdengar bergetar. "Kalau aku gak datang ke kamu.. kamu pasti gak perlu terlibat masalah seperti sekarang-"

"Stop—" aku membekap mulut Renjun rapat dengan tanganku yang sudah dingin. "Kalau kamu gak datang, aku pasti masih semenyebalkan dulu."

"Kalau kamu gak ada, apa aku bakal bahagia?" Aku mengalungkan kedua tanganku di sekitar leher Renjun, memeluk tubuh dinginnya seerat yang aku bisa. Aku senang bisa melihat kamu, dan lebih senang lagi saat bisa menyentuh kamu seperti sekarang. "Jangan bicara omong kosong lagi, Okay?"

Renjun tidak menjawab ucapanku, yang dia lakukan hanya membalas pelukanku dengan melingkarkan tangannya mengelilingi tubuhku yang mungil. Tanpa sadar aku tersenyum saat merasakan perlahan dia menyandarkan kepalanya di pundakku, dan berkata "aku cuma terlalu takut."

"Takut aku menyesal?" Tebakku.

Renjun menggeleng "bukan" tangannya mendekapku lebih erat, sehingga rasa dingin itu semakin menyeruak dan menyatu di tubuhku. "Aku takut gak bisa lihat kamu lagi—"

Aku melepaskan pelukan Renjun saat sadar akan sesuatu. Aku mundur menjauh dengan kedua mata yang terarah dingin pada sosoknya. Sial, kepalaku terasa di aliri lahar panas karena menahan amarah.

"Kamu bukan Huang Renjun."

Kedua mata Renjun berkedip cepat, dia seakan bingung dengan tuduhanku itu. "Taera, maksud kamu apa?" Dia berjalan mendekat padaku, tapi aku terus melangkah mundur menjauhinya.

"Kalau bukan Renjun, maka siapa aku?"

Aku tiba-tiba merasakan sesak yang teramat di bagian dada, ingin menangis kencang saat itu juga. Lalu dimana Renjun sekarang? Kenapa aku harus berkata begitu kemarin? Aku benar-benar merasa bersalah, sampai-sampai aku merasakan kakiku mulai bergetar.

"Jangan bermain-main denganku." Aku berucap dingin "jangan berusaha menyerupai dia dan berpura-pura menjadi sosoknya di hadapanku."

"Kamu pikir bisa menipuku?"

Sosok itu diam, dia seperti sedang menerka-nerka sesuatu di dalam kepalanya, tapi akhirnya dia menyerah. Dia menatapku sebentar, kemudian tawanya menggelegar memenuhi ruang kamarku yang sunyi. Aku hanya menatapnya tanpa ekspresi, ingin sekali rasanya menghabisi makhluk di hadapanku ini.

"Aku tidak tau Rara, kalau kamu akan menyadarinya secepat itu."

Renjun seketika lenyap, dan dalam sekejap menjelma menjadi sosok perempuan tinggi berkulit pucat dengan gaun hitam panjangnya yang menyapu lantai.

I Can See You [Huang Renjun]Where stories live. Discover now