40. Lepaskan?

249 41 10
                                    


Sepertinya hari ini,

Akhirnya kau dan aku..

Berada dibawah cahaya yang sama.

Ku pastikan hanya denganmu,

Bahkan jika waktu tidak berpihak..

Just take my hand and just fly.

"Aku salah paham kan?"

Aku tidak bisa menjawab. Bukan karena aku benar-benar mulai menyukai Jeno seperti yang di tuduhkan Renjun, tapi aku hanya tidak bisa menghadapi tekanan yang sedang Renjun berikan. Dia menatapku lekat, memberikan serentetan pertanyaan dengan raut wajahnya yang terlihat sedang menahan sesuatu.

"Renjun, kamu ingat kan saat aku mengatakan kalau aku mungkin nggak akan menyukai kamu lagi ketika kamu bukan lagi arwah."

Renjun langsung diam, kelihatannya dia berusaha mengingat-ingat lagi percakapan kita kala itu. "Kenapa?"

"Kecelakaan yang kamu dan kakakmu sebabkan membuat seseorang harus kehilangan nyawanya, terlebih lagi orang itu adalah Sammy. Mana mungkin aku bisa menyukai orang yang menyebakan aku kehilangan dia?"

Renjun tercekat, seketika kehilangan kata-kata. Apa semua itu akibat perbuatannya? Semua tuduhan itu sepantasnya di terimana Xiojun, karena semua itu terjadi akibat kelalaiannya.

"Aku senang kamu sadar dari koma." Aku mengatakannya dengan tulus, kemudian menyunggingkan senyum tipis pada Renjun yang hanya menatapku. "Semua yang terjadi di antara kita saat kamu berkeliaran sebagai arwah.. biarkan hanya jadi sebatas ingatan saja. Karena pada realitanya aku nggak bisa menyukai kamu seperti saat itu lagi, aku akan merasa bersalah kalau melakukannya."

Renjun tertawa getir. "Padahal hal pertama yang aku ingat ketika siuman adalah kamu.."

"Saat kamu berlari untuk memeluk aku tadi, aku pikir kamu juga menginginkan aku.. sama seperti aku yang menginginkan kamu. Apa perasaanku nggak ada artinya untuk kamu?"

Lagi-lagi aku tidak bisa menjawab. Apa aku menyukai Huang Renjun? Tentu saja, orang bodoh juga bisa melihatnya. Tapi aku hanya tidak bisa berada di sisinya.. karena itu akan membuatku merasa bersalah pada Samuel. Terlebih lagi Ten tidak akan suka kalau tau aku memiliki hubungan dengan Renjun lagi.

"Sebenarnya apa yang membuat kamu ragu?" Renjun bertanya dengan suara pelan, jari-jemarinnya bergerak mengetuk-ngetuk pelan gelas kaca yang ada dalam genggamannya. "Aku masih orang yang sama, seseorang yang sejak awal hanya ingin berada di dekat kamu. Tapi kenapa kamu bisa berubah secepat itu? Seolah selama ini aku hanya jatuh sendirian."

"Renjun, jangan bikin aku kelihatan seperti orang jahat." Aku perlahan bangun dari tempat dudukku, kemudian merapikan pakaian yang aku gunakan sebelum akhirnya tersenyum pada sosok Renjun yang hanya bisa terus menatap pergerakanku. "Hujannya sudah reda, aku harus pergi."

Saat Renjun tidak menjawabku, aku memutuskan untuk melangkah meninggalkan dia yang hanya bisa menatapku dari tempatnya. Kemudian suaranya terdengar parau memanggilku, membuat langkah kakiku harus terhenti.

"Taera.."

"Hm?" Aku tidak ingin menoleh kebelakang. Takut saat aku berbalik, aku akan langsung berlari memeluk tubuhnya.. karena Huang Renjun, setiap hari aku menemukan diriku yang terus merindukan kehadiranmu. Setiap saat hanya ada kenangan akan kamu yang memenuhi isi kepalaku.

"Tolong cintai aku sekali lagi."

Kemudian hening sebentar, sebelum suaranya kembali terdengar lebih pelan lagi.

"Seperti sebelumnya.."

Hatiku langsung terasa sakit mendengarnya. Kedua mataku perih dan ketika aku mulai menunduk, air mata sudah mengalir membasahi pipi. "Kalau begitu katakan pada Jun aku ingin dia mengembalikan Samuel padaku. Jika Sam bisa hidup lagi, aku janji akan melupakan semuanya dan mencintai kamu lagi.. seperti sebelumnya."

Seandainya kejadian yang menimpa Sam bukan karena Jun.. dan seandainya Sam mendapatkan keadilan yang seharusnya dia dapatkan, tapi keluarga Renjun membuat kasus Samuel selesai dengan begitu mudahnya seolah tidak ada nyawa yang hilang.

Aku berjalan setengah berlari, berusaha cepat-cepat pergi menjauh dari tempat itu. Saat sudah sampai diluar Cafe aku tersadar, ternyata langit sudah berubah gelap. Hamparan langit gelap yang di kelilingi awan mendung meski hujan sudah pergi. Tidak terlihat satu pun cahaya bintang disana.. seolah malam telah kehilangan jati dirinya.

Aku berjalan dengan langkah gontai, dadaku masih terasa sesak hingga udara yang aku hirup rasanya tidak pernah cukup. Aku orang yang mendorong Renjun agar menjauh, lalu kenapa aku harus merasa sedih?

D u g h,

Aku memegangi kepalaku, tidak sakit tapi cukup shock karena tiba-tiba menubruk sesuatu. Saat aku sedikit mendongakan kepala untuk melihat, ternyata Ten sedang menatapku tanpa ekspresi berarti. Wajahnya datar-datar saja.

"Lihat-lihat dong kalau jalan."

"Oppa?"

"Kamu nangis?" Ten menangkup wajahku dengan kedua tangannya, jari-jarinya bergerak halus mengusap pipiku. "Ada apa? Siapa yang bikin kamu nangis?" Ten menghujaniku dengan serentetan pertanyaan yang sebenarnya enggan aku jawab.

"Oppa tau darimana aku disini?"

"Jangan mengalihkan pembicaraan, jawab dulu.. kenapa kamu nangis?" Ten mendesak membuat aku hanya bisa menghela napas. Aku sedang tidak ingin menjelaskan apapun.

"Aku ingin memeluk Renjun tapi nggak bisa."

Mendengar ucapanku Ten langsung terdiam, dia memandangku seolah perihatin. Namun detik berikutnya dia hanya bisa berdecak dang menarik tanganku agar mengikuti langkahnya. "Kamu sudah makan?"

Saat melihat aku hanya menggelengkan kepala, Ten semakin mengeratkan genggaman tangannya. "Mau makan daging?"

"Oppa, apa aku sudah melakukan sesuatu yang salah?"

Ten mengedikan bahu tanda tidak tau. "Entahlah.. kamu terlalu sering melakukan dosa, aku nggak tau kamu berbuat salah dengan siapa lagi sekarang."

"Memangnya kapan aku melakukan dosa?!"

"Nonton hentai suci kah begitu?"

"Jadi kangen Haechan.." aku bergumam pelan, mengingat bagaimana orang itu selalu mengajakku nonton anime bersama di laptopnya.

"Tuh kan langsung senyum.." Ten mencubit pipiku lumayan keras membuat aku jadi meringis. "Saat kamu merasa sedih, kamu hanya perlu menemukan satu hal yang bisa membuat kamu tersenyum lagi."

"Banyak orang di sekitar kamu yang memperhatikan kamu.. yang peduli sama kamu." Ten berujar serius, bahkan sampai membuatnya berhenti melangkah hanya untuk benar-benar menatapku. "Jangan mengabaikan mereka hanya karena kamu sedang terbelenggu oleh satu objek."

"Apa aku harus melupakan Renjun?"

"Sesuatu yang berdampak nggak baik buat kamu tentu aja harus di lepaskan, apapun itu bentuknya."

Bahkan jika itu seorang Huang Renjun sekalipun, aku tidak akan bisa menggapainya bila semesta sendiri tidak mengijinkan.

Melepaskan bukan berarti harus melupakan bukan?
Huang Renjun tidak hanya sekedar memberikan kenangan, tetapi sosoknya juga menciptakan banyak ingatan indah yang rasanya sesalu ingin aku ulang berkali-kali.. dan jika bisa, aku ingin sesekali kembali kesana, ke masa dimana ada arwah Renjun yang selalu mengikutiku.

Aku menangis karena saking merindukan sosoknya kan? Yang aku rindukan adalah saat-saat dimana dia selalu berada di sisiku, karena mungkin saat ini dan seterusnya aku tidak akan pernah menemukan dia ada di sampingku lagi.




















*** tbc.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 29, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

I Can See You [Huang Renjun]Where stories live. Discover now