32. Terbuka

3.1K 396 149
                                    

Aku semakin sulit bernapas saat merasakan cengraman jari-jari panjang Lucy semakin kuat mengunci leherku. "Kenapa kamu tidak pernah melakukan apa pun dengan benar, hm?" Aku memejamkan mata perlahan, membiarkan pikiranku melayang pada sesuatu yang lain, dan itu cukup membuatku untuk sejenak lupa pada rasa sakit. "Setidaknya bunuh aku dengan benar, kalau kamu menginginkannya."

Seperti yang sudah aku perkirakan, begitu mendengar aku berkata begitu tangan Lucy perlahan lepas dari leherku, menimbulkan rasa dingin yang teramat di sekitar kulit leherku.

"Kenapa?" Aku membuka mataku, menatap penasaran pada sesosok gadis dengan kulit pucat di hadapanku. "Takut kehilangan tubuh yang kamu inginkan?"

Lucy memalingkan wajahnya, dia berjalan menjauhiku. "Aku kesini bukan untuk melakukan hal ini denganmu." Makhluk itu memunggungiku, dia menatap lurus keluar jendela kamarku yang tidak pernah di tutup saat malam, bahkan ketika hujan sekali pun.

"Kamu berpura-pura menjadi Renjun untuk apa?" Aku bertanya ketus, jari-jari tanganku perlahan mengepal. "Berapa banyak permainan yang ingin kamu mainkan denganku?"

"Aku hanya penasaran dengan perasaanmu pada arwah itu." Suara itu menjawab pelan, bahkan terlalu pelan sampai hanya terdengar seperti gumaman. "Sebatas itu saja."

Tanpa sadar aku tertawa cukup keras, sebuah tawa yang terkesan mengejek. "Apa pedulimu dengan itu?"

"Perasaanku bukan sesuatu yang bisa kamu pahami, Luciana"

"Bahkan jika nanti kamu berhasil menempati tubuhku —kamu tidak akan pernah mengerti apa pun tentang aku."

"Karena kamu sangat buruk dalam hal mencintai"





🍁🍁🍁

Di pagi hari saat aku baru saja membuka mata, hal pertama yang aku lihat adalah bayangan tubuh seseorang yang berdiri tegap menghadap jendela kamarku, tentu saja lagi-lagi itu bukan Huang Renjun. Hantu cowok yang biasanya selalu aku dapati tengah memejamkan mata di sebelahku, ikut tertidur di sampingku. Tapi saat aku sadari sekarang dia tidak disini, sisi lain tempat tidurku terasa lebih dingin dari biasanya.

"Ten, Oppa?"

"Udah bangun?" Tubuh Ten berbalik menghadapku, raut wajahnya masih terlihat dingin. Sepertinya kami berdua masih sama-sama kecewa pada satu sama lain.

"Oppa, butuh apa—"

"Hari ini minggu, cuaca di luar juga sedang bagus. Mau minum segelas susu coklat dingin di tempat favorite kita?"

Hari ini rencananya aku ingin bertemu dengan Xiao De Jun, tapi menolak ajakan Ten tentu saja tidak hanya membuatnya menjadi kecewa, tapi menyakiti hatiku juga. Bagaimana pun dia adalah cinta pertamaku —kata orang, seorang ayah akan menjadi cinta pertama untuk anak gadisnya. Tapi aku tidak, aku tidak pernah mencintai ayahku sebanyak aku mencintai Lee Young Heum, kakak laki-laki ku.

"Of course, give me fifteen minutes."

Aku segera beranjak dari kasurku, mengambil handuk dan berjalan ke kamar mandi. Sejenak pikiranku melayang pada Renjun saat melihat pantulan wajahku sendiri di cermin, apa tidak ada mantra atau cara untuk mematahkan mantra yang Ten gunakan untuk mengunci seluruh bagian rumah ini?

Rasanya sepi saat tertidur di malam hari dengan hanya berteman selimut yang mendekap erat tubuhku. Rasanya aneh ketika tidak lagi bisa mendengar suaranya yang berisik menggangguku, lalu seketika aku sadar kalau ternyata aku sudah banyak berubah.

I Can See You [Huang Renjun]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin