30. Kenapa?

2K 342 66
                                    

Sejenak aku tersadar akan sesuatu yang buram di ingatanku.. Renjun pernah bilang dia seperti tidak asing denganku bahkan sejak pertama kali kami bertemu di depan pintu pagar rumahku malam itu. Renjun, ternyata dia orang itu. Seseorang yang dulu pernah memberiku sebuah kanvas kosong, seseorang yang sempat membuatku risih karena merasa terus di perhatikan secara diam-diam.

"Huang Renjun, aku kenal kamu."

Renjun mendongak dengan sorot mata kosong, tidak ada ekspresi berarti di wajahnya. "Maksud kamu?"

"Kamu benar, kalau kamu merasa gak asing sama aku. Kita pernah ketemu di tempat yang sama beberapa kali, bahkan kita sempat bicara."

"Sekitar beberapa bulan yang lalu.. dan itu masih belum terlalu lama."

"Benar" Meski hanya sekilas saja, aku sempat melihat sebuah senyum yang begitu tulus. "Senang kamu akhirnya mengenaliku.."

"Kamu ingat?" Aku melirik Renjun tidak paham "aku pikir kamu bener-bener lupa semuanya?"

"Aku sama sekali gak ingat" Renjun menggeleng yakin, perlahan matanya yang sayu melirik pada hemi yang entah bagaimana sudah berada di ujung lorong gelap rumah sakit. "Hemi membantuku."

"Sejak kapan dia disini.."

"Ketemu lagi, nona Lee" Hemi tersenyum ramah. Hantu bule itu selalu terlihat ceria dan hal itu cukup aneh.. kenapa dia bisa terjebak disini bersama ribuan pendosa?

"Hemi membantuku mencari tau siapa aku sebenarnya. Kami mencari tau dari sekolahku, sampai akhirnya bahkan kami menemukan dimana rumahku."

Aku sedikit tercengang, apa Hemi benar-benar setulus itu membantu Renjun?

"Bagaimana dengan tempat ini?" Aku bertanya dengan nada sumbang "harusnya kamu sudah lebih dulu menemukan tubuhmu disini daripada aku."

"Aku sama sekali gak tau soal rumah sakit ini"

"Renjun benar" Hemi ikut membenarkan. "Kami menemukan rumahnya, tapi rumah itu sepertinya sudah lama kosong. Tidak berpenghuni."

"Kalau saja kamu datang kepada Jeno.. dan bukan aku, mungkin semuanya tidak akan menjadi sesulit sekarang."

"Je-no?" Renjun melirik pria yang aku sebut namanya itu, Lee Jeno dengan wajah datarnya berdiri menyandar pada salah satu pilar rumah sakit. Jeno hanya diam, tapi aku tau dia mendengarkan.

"Dia mengenal kamu sejak awal, mengenal keluargamu. Bahkan dia tau kamu berada disini sejak hampir setahun belakangan." Aku menghela napas, merasakan sesuatu yang berat menghantam dadaku dengan keras. "Aku jadi gak harus berurusan lagi dengan Lucy.. itu hanya karena aku peduli padamu kan?"

"Taera-"

"Aku butuh waktu Renjun-" Aku menahannya agar tidak mendekat "sebentar saja. Biarkan aku sendiri."

Begitu saja dan aku melangkah pergi menelusuri kembali lorong-lorong gelap rumah sakit. Aku berjalan cepat, tidak ingin siapa pun ikut denganku, termasuk Lee Jeno. Saat sampai di halaman rumah sakit aku menemukan sosok Sam masih setia menungguku di ambang gerbang. Dia tidak pergi, bahkan ketika aku memintanya sekalipun.

"Samuel?"

"Elsa," dia cengengesan, tapi tetap saja tidak bisa menutupi kecemasan yang terpancar jelas di matanya. "Sudah menemukan Huang Renjun bukan?"

Aku mengangguk "Ayo pergi dan selesaikan semuanya sammy."

Aku tau dia terkejut, tapi ada senyum tipis di bibirnya. "Kamu benar-benar tidak ingin melihatku disini ya?"

"Aku gak pernah berharap bisa melihatmu lagi Sam, setelah hari itu, seharusnya sudah pergi."

"Aku tau" Sam menuntunku untuk berjalan berdampingan dengannya. "Karena itu aku bersembunyi."

I Can See You [Huang Renjun]Where stories live. Discover now