25. Sam

3.3K 504 34
                                    





"Terkadang lebih baik gak bisa mengingat apa-apa ketimbang bisa mengingat segalanya --tetapi disaat yang sama kehilangan hak untuk mengingat dia yang pernah menjadi segalanya" -Samuel





*



Setelah tujuh belas hari berlalu, Taera gak akan mati. Baik jiwa maupun ragaku, tidak ada yang akan mati. Selama ini yang Lucy inginkan dariku hanya satu --ragaku. Dia hanya menginginkan ragaku sebagai rumah baru untuknya, sebagai tempat baginya untuk tinggal. Sementara di saat yang sama, jiwaku mungkin hanya akan berkeliaran tanpa sebuah tempat lagi sebagai jati diri.

Taera akan tetap hidup, masih dengan nama Taera tapi mungkin dengan jiwa yang tidak lagi sama.

Saat itu musim dingin 2007, dimana pertama kalinya aku bertemu sosok Lucy dengan rupa seorang anak gadis biasa. Saat itu juga hari pertamaku menginjakan kaki di Korea --tepatnya saat itu aku sedang duduk sendirian di sebuah taman di dekat rumah. Seorang gadis seumuranku juga datang sendirian ke taman itu, membawa sebuah lolipop di tangannya.

Aku bahkan masih ingat dengan jelas apa warna dress yang gadis itu kenakan saat itu, atau bahkan apa warna pita yang menghiasi rambut hitam panjangnya. Dia tersenyum manis, dan begitu saja duduk di salah satu ayunan kosong di sebelahku.

"Aku Lucy, kamu bisa bahasa korea?"

Aku tidak punya gen luar dalam diriku. Aku orang Korea asli --ayah dan ibuku adalah warga Korea. Hanya saja aku lahir di Thailand karena ayahku di pindah tugaskan kesana sesaat setelah Ten berumur satu tahun. Jadi bisa di pastikan, wajahku sejak dulu memang sudah seperti orang Korea pada umumnya. Seandainya saja saat itu aku merasa bingung --seandainya sejak awal aku sadar, kalau pertanyaan Lucy mencurigakan. Aneh, karena dia seperti mengetahui banyak tentangku di saat kita baru pertama kali bertemu.

Lucy tersenyum saat aku tidak menoleh padanya sama sekali dan tidak menjawab pertanyaannya. "Kamu mau lolipop?"

Mendengar kata lolipop otomtis membuat kepalaku bergerak sendiri untuk tertoleh kesamping, menatap datar pada gadis di sampingku, kemudian beralih pada lolipop di tangannya. Aku sangat menyukai lolipop, seharusnya sejak awal aku sadar bukan sebuah kebetulan dia datang dengan membawa permen itu di tangannya.

Aku mengangguk, kemudian Lucy tertawa kecil. "Buat kamu. Rara."

Rara katanya.

"Rara?"

Detik itu juga salju pertama turun. Butiran-butiran putih itu jatuh, kemudian menumpuk pada helain rambut hitam Lucy. "Iya Rara. Mulai hari ini aku akan panggil kamu Rara"

Seharusnya aku sadar kalau nama Rara itu di ambil dari "Taera". Dia mengetahui segala sesuatunya lebih dari yang bisa aku pikirkan.

Sejak awal, kamu memang sudah semenakutkan itu. Yang menjadi penyesalan terbesarku adalah, kenapa aku membiarkan kamu masuk dan mengisi kekosongan itu hingga tak lagi tersisa ruang untuk sebuah kata hampa.

"Rara temennya Lucy"

Kamu adalah ingatan terbaik yang pernah aku miliki --tapi di saat yang sama kamu juga hadir sebagai mimpi buruk tanpa akhir. Kamu adalah yang paling aku benci --tapi di saat yang sama adalah yang paling kurindukan.

"Taera"

"Ya?" Aku sedikit terperanjat saat merasakan tangan dingin Renjun menyentuh sebelah pundakku.

"Kamu mikirin apa?"

"Bukan apa-apa" aku menggeleng cepat.

Renjun menatapku dalam, dia seperti berusaha mencari sesuatu yang sedang berusaha aku tutup-tutupi. "Kamu bisa percaya sama aku"

I Can See You [Huang Renjun]Where stories live. Discover now