4. Aku Siapa

752 94 9
                                    

Gita terperangah tak percaya. Bagaimana bisa, begitu ia membuka mata sudah disuguhi manusia paling dibencinya ada di kamar.

Tunggu. Ini kamar siapa juga? Kenapa tidak ada poster Winny The Pohh menjilat madu di tembok? Malahan ada foto besar pernikahan. Dirinya? Dengan laki-laki itu?

Gita makin pusing dibuatnya. Belum lagi laki-laki itu memanggilnya, "Sayang, bekal Aluna sudah aku siapkan. Kamu tinggal antar dia. Aku ada kerjaan pagi."

Belum lagi kecupan Tama di kening Gita makin membuat perempuan berwajah oval dan iris segelap jelaga itu membola.

Mimpikah ini? Seingatnya ia tadi sedang menunggu Reval menjemputnya. Sejak kapan ia ada di kamar bersama Tama. Aluna juga siapa lagi. Bekal apa pula ia tak paham. Apa dirinya dicekoki bunga kecubung sampai tak sadar begini?

"Ma, ayo berangkat!"

Suara gadis berseragam putih merah tengah masuk kamar, makin membuatnya ingin menjedotkan kepala ke tembok. Ia kenapa sih. Tuhan, ia tersesat apa amnesia sebenarnya?

"Buruan, Ma, ayo berangkat. Kenapa malah bengong sih?" kesal gadis yang kini mendatanginya di kasur. Duduk di tepi ranjang, menarik selimut yang menutup sebatas kaki Gita.

"Kamu siapa?" tanya Gita saat tubuhnya mawas diri dengan manusia kecil di sampingnya.

"Mama jangan bercanda deh. Aku udah telat ini. Papa kerja pagi nggak bisa nganter aku. Ayo, Ma, cepet ganti baju."

Gadis yang dipanggil Aluna oleh Tama tadi lantas menarik selimut juga menarik lengan Gita untuk berjalan menuju kamar mandi. Aluna bahkan mendorong mamanya menuju kamar mandi karena wanita dengan rambut acak-acakan itu terlihat sangat bingung dengan rumahnya sendiri. Bagaimaan bisa jalan ke kamar mandi saja tidak tahu. Aluna heran dengan mamanya tersebut. Memangnya mamanya semalam bermimpi apa sih sampai pagi ini tidak sadar dirinya siapa. Padahal namanya juga tidur awal seperti biasa, tidak begadang seperti papanya.

Sampai di depan kamar mandi, Gita garuk-garuk kepala namun ia menurut saja untuk lekas membuka pintu kamar mandi. Cepat-cepat ia menuju washtafel, menyiram wajahnya dengan air. Siapa tahu ia kembali sadar dan terbangun. Siapa tahu ini hanyalah mimpi

Dengan wajah yang basah, Gita menatap pantulan di cermin yang ada di hadapannya. Wajahnya terlihat tidak begitu beda dan juga rambutnya lebih panjang dari yang ia ingat terakhir.

Ada jerawat yang bertengger di bawah alis dan dagu. Tunggu, semakin Gita mengamati wajahnya, tidak terlihat seperti terakhir kali ia dandan menunggu jemputan dari Reval. Wajahnya memang terlihat sama, hanya saja ia punya sedikit kerutan di bawah mata. Pipinya lebih berisi, tidak tirus seperti yang ia ingat. Hidung tidak begitu mancung, bibirnya juga masih sama saja tipis sedikit kemerahan seperti sisa lipstik yang perlu dibersihkan.

Pintu terbuka. Suara Aluna membuat Gita menoleh.

"Mama buruan udah telat ini."

"Kita mau ke mana emangnya?"

Pertanyaan bodoh dari Gita yang jelas-jelas tahu gadis di pintu tersebut memakai seragam. Hanya saja Gita salah bertanya. Ia kan tidak tahu gadis itu sekolah di mana. Lalu ia harus .engantar ke mana. Sekolah Dasar tidak hanya satu pasti.

Karena rongrongan terus-menerus dari Aluna, akhirnya Gita memutuskan menyudahi cuci muka. Mengelap handuk yang ada di gantungan entah milik siapa, yang jelas ada handuk tersampir di depan kamar mandi.

Kembali ke kamar niat Gita ingin sekedar menyisir rambut karena terlihat berantakan sekali, tapi malah Aluna menarik mamanya tersebut ke belakang di mana letak jaket Gita berada.

"Mau ngapain lagi, Ma. Pakai jaketnya aja cepet nggak usah dandan segala. Nanti kalau pulang nganterin aja baru Mama dandan," protes Aluna yang memang sudah buru-buru ingin segera tiba di sekolah.

Oke Gita menurut. Ia ambil jaket yang melihat warnanya saja bukan Gita sekali. Setelah memakai, Gita baru sadar bahwa dirinya memakai daster tanpa lengan yang panjangnya sebetis.

Baiklah, ini memang bukan baju yang terlintas di pikiran Gita untuk dipakai keseharian. Tapi apa boleh buat. Pertanyaan-pertanyaan itu ia simpan lebih dulu karena telinganya tidak tahan dengan omelan gadis yang memanggilnya Mama tersebut.

Aluna mengambil tasnya, memakai sepatu dan menunggu di dekat motor. Gita mengikuti langkah gadis tersebut padahal ia tadi hendak mencari kunci motor. Rupanya kunci tersebut sudah ada di motor tersebut seperti habis dipanasi.

Pelan-pelan ia menyalakan motor, menunggu Aluna naik dan bergegas melajukannya. Begitu keluar dari teras rumah, Gita bingung ia harus belok kanan atau kiri.

"Sekolah kamu lewat mana ya?" ynya Gita sambil meringis menoleh ke belakang pada Aluna yang mengerutkan kening.

"Belok kanan, Ma, keluar gang baru nanti di pinggir jalan. Masa sih Mama lupa setiap hari juga jemput."

Gita hanya terkekeh dan melajukan motor sesuai arahan dari Aluna. Setelah keluar gang, memang terlihat jalan besar. Barulah mengikuti jalan tersebut ada sekolah yang ditunjuk Aluna, di mana gadis itu meminta mamanya berhenti tidak tepat di depan gerbang.

Aluna mencium tangan Gita dan melambaikan tangan kemudian melesat setengah berlari riang masuk melewati gerbang sekolah yang disambut oleh seorang guru berjaga di depan.

Giliran Gita yang berbelok arah menuju rumahnya. Tidak terlalu jauh dari sekolah.

Tiba di rumah, Gita menepuk jidat. Bisa-bisanya ia membiarkan pintu rumah masih terbuka saat ia berangkat tadi. Lagi pula ia kan mana paham di mana kunci rumah. Dirinya siapa dan sedang apa di tempat ini saja Gita masih belum paham.

Masuk rumah, melepas jaket, menyampaikan di tempat yang ia ambil tadi lantas Gita masuk ke kamarnya. Duduk di tepi ranjang, menatap sekeliling ruangan tersebut.

Kamar ini terbilang luas ketimbang kamarnya di kos ataupun di rumah. Ada foto pernikahannya dengan Tama. Terlihat mesra sekali. Selain itu juga ada foto balita, sepertinya foto Aluna baru bisa tengkurap juga terpajang di sana. Meja rias dengan banyak produk kosmetik dan lemari besar warna coklat dua pintu berada di sana. Jendela kamar sudah terbuka, sepertinya Tama tadi yang membukanya.

Pikiran Gita benar-benar tidak paham kenapa ia ada di sini. Apakah tidurnya bermimpi terlalu nyata? Gita bahkan menepuk paha, mencubit pipi berkali-kali sampai sakitnya terasa. Bukan hanya halusinasi semata.

Gita berjalan ke meja rias, duduk di sana dan membuka laci meja di dalam. Ada dompet, dibukanya perlahan. Dompet milik dirinya, terlihat ada foto Gita dan gadis kecil tadi.

Melihat isi uangnya rupanya juga banyak lembaran merah dan biru. Meneliti kantong-kantong yang berisi kartu, Gita mengeluarkan semua. Menjajarkan di meja. Ada beberapa kartu yang ia punya; kartu debit ATM, kartu kredit, KTP kartu BPJS dll.

Mengambil KTP ia baca data diri yang tertulis di sana. Nama dan tanda lahir sama namun alamatnya berbeda. Ia tidak lagi tinggal di rumahnya dahulu tapi masih di kota yang sama syukurlah, batin Gita karena ia tak perlu bingung dengan lokasinya berada. Status pernikahan sudah menikah dan KTP itu berlaku seumur hidup.

Gita memasukkan kembali kartu-kartu tersebut di dalam dompet. Ia menoleh pada kalender meja di dekatnya. Gita hanya ingin tahu tanggal berapa sekarang.

Belum sampai melihat hari ini tanggal berapa, Gita sudah dikejutkan dengan tahun yang tertera di kalender tersebut. Tahun 2023, di mana seingatnya Gita merasa dirinya masih berada di tahun 2013.

Belum hilang masa terkejut Gita, ponsel di dekat tangannya bergetar menampilkan nama seseorang yang berkedip.

Sayangku.

Begitu nama kontak yang tengah meneleponnya, juga terlihat foto profil Tama bersama dirinya ber-selfie dengan wajah bahagia.

Gita tidur lagi saja bagaimana ya, biar mimpinya ini cepat usai.

_______

Salah PasanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang