6. Emak Keriput

765 87 4
                                    

Butuh waktu setengah jam lebih sedikit untuk tiba di rumah ibu Gita. Perempuan yang kini sudah beranjak menua itu pun menyambut sang anak dengan sukacita. Tak Sampai membawa bendera di depan gerbang rumah juga sih.

"Emak!" teriak Gita begitu motornya masuk ke dalam pelataran rumah.

Mematikan mesin, melompat dari motor dan berlari menuju emaknya yang kebingungan tiba-tiba berlari ke arahnya dan dipeluk.

"Loh loh kenapa ini?" bingung Sofi yang malah dipeluk  Gita.

Gita masih enggan melepaskan pelukan. Ia merasa satu-satunya tempat berlabuh dalam segala kesulitan adalah pelukan ibu.

"Ibu sesak napas ini, Git. Coba dilepaskan dulu ini," pinta Sofi yang mendapati anaknya bukannya melepaskan pelukan malah mengeratkan. Makin membuatnya sesak. Sdah tua begini terlalu rentan jika terus-menerus dipeluk Gita sedemikian erat.

Gita pun melepaskan pelukan. Menatap wajah saksama yang rupanya sudah banyak keriput sana-sini. Hanya saja kecantikan ibunya tidak pudar sedikitpun.

"Ayo masuk, Git  malah panas-panasan pelukan di sini," ajak Sofi pada anaknya.

Sofi masuk lebih dahulu ke dalam rumah begitu Gita mengikuti dari belakang dan memasuki rumah tersebut. Bau khas yang ia cium sama seperti yang ia ingat terakhir kali pulang.

Tidak ada yang berubah dari perabotan bahkan semua tata letaknya bersama barang-barang juga masih sama. Hanya saja di ruang tengah dekat televisi ada tambahan foto pernikahannya yang disandingi dengan orang tua masing-masing.

Rupanya efek ia menikah dengan tmTama sampai juga pada keluarganya. Artinya Tama bukan menikahinya dengan terpaksa, melainkan dengan persetujuan orang tua. Kalau dipikir-pikir berarti rumah mertuanya ada di dekat sini. Apa ia mampir sekalian ya. Tapi kok rasanya canggung sekali. Sudahlah pikir nanti yang penting Gita masuk ke dapur, membuka gedung saji dan langsung mengambil piring. Hal yang selalu dirindukan di rumah adalah makanan Ibu.

"Pasti kamu tuh kalau datang-datang minta makan. Emangnya kamu nggak masak di rumah?"

"Tama tadi masak nasi goreng di sisain buat aku kok, Bu. Tapi siang belum masak. Aku capek beres-beres rumah," jelas Gita yang sudah mengambil nasi ke dalam piringnya. Sayur Gori, ikan teri dan sambal terasi sudah siap ia Santa

"Kamu tuh ya kebiasaan males banget malah Tama baik banget. Udah kerja, nyiapin bekal buat anak kamu bahkan sering masak juga."

Mendengar pujian yang dilaporkan ibunya tentang Tama, seakan-akan dirinya menjadi istri tidak berguna sama sekali. Bangun tidur malas-malasan, mengantarkan anak saja sudah agak terlambat. Iler pun masih penuh di mana-mana. Belum lagi semua kebutuhan disiapkan Tama. Memangnya seperti apa sih kehidupannya sebagai ibu dan istri Tama ini. Perasaan saat remaja dulu ia tidak semalas ini.

Sofi membiarkan anaknya makan dengan lahap, menyiapkan gelas berisi air agar setelah makan tak tersedak nantinya. Ia juga membungkuskan sayur untuk Gita bawa nanti.

***

Gita pikir jika ia menikah dengan Tama, rumah mertuanya tinggal melangkahkan kaki saja sudah sampai. Namun Gita tak menyangka bahwa orang tua Tama sudah tidak ada dan rumah yang ditempati oleh Tama dulu sudah dijual. Adik  Tama juga sudah menikah dan memiliki rumah sendiri, sama sepertinya dan Tama. Sungguh hal yang tidak Gita duga.

Agak terkejut pada saat Gita berpamitan hendak menemui mertuanya dan Sofi mengingatkan bahwa mereka sudah meninggal beberapa tahun lalu.

Mumpung ada ibunya yang sedang duduk di samping dengan TV yang menyala menampilkan sinetron.  Saluran TV yang rupanya masih tenar sampai sekarang, meskipun pemainnya hanya itu-itu saja dan tema sinetronnya juga itu itu melulu.

"Bu," panggil Sofi dengan suara lirih sambil memaksa wanita di sampingnya menoleh. Bukan pada sinetron yang sedang ditonton, melainkan pada dirinya.

Sofi menoleh masih setengah melirik ke arah adegan sinetron di layar televisi. "Ada apa? Mau minjam uang?" Sofi langsung membuat Gita agak terkejut. Bisa-bisanya ia langsung di ultimatum tema hutang-piutang.

"Kok gitu sih emangnya setiap aku datang ke rumah pasti utang uang ya?"

"Tidak juga sih. Aneh aja kalau minta ngobrol serius kayak gini. Ada apa emangnya, ada masalah rumah tangga ya?" tebak Sofi.

Gita menggeleng. "Nggak juga sih, cuma aku lagi bingung aja, Bu. Dulu Ibu ingat nggak kenapa aku memutuskan nikah sama Tama. Maksudnya seingatku dulu aku punya pacar namanya Reval, tapi kenapa kok malah nikahnya sama Tama?" tanya Gita mengungkap sedikit fakta soal pacarnya. Padahal seingatnya ia belum memperkenalkan Reval pada sang ibu.

Sofi menatap sang anak. "Kenapa sih kamu masih mengungkit soal Reval?" tanya balik Sofi pada anaknya.

Giliran Gita yang mengernyitkan kening. Loh Ibu kenal sama Reval?"

"Ya kebal lah. Ibu masih ingat dua yang bkin kamu sakit hati-hati, nangis mogok makan berhari-hari. Kalau nggak gara-gara Tama yang meninju mukanya biar kamu merasa lega."

Baiklah, cerita barusan membuat Gita terkejut. Reval menyakitinya dan dibalas dengan Tama yang menghajar Reval. Sebenarnya bagaimana bisa Reval yang ia kenal baik dan bahkan mereka akan melangkah ke jenjang serius untuk dikenalkan ke orang tua masing-masing, malah tega menyakitinya?

"Kok bisa gitu sih. Memangnya Reval bikin masalah apa ke aku?" kepo Gita.

Sofia agak terkejut anaknya membahas tentang masalah sang mantan. Ia buru-buru mengalihkan perhatian.

"Sudah jam segini ya, kamu nggak jemput Aluna?"

Gita melihat jam dinding di atas kepala samping. "Emangnya Luna pulang pulang jam berapa?"

"Jam setengah tiga. Sekarang kan jam dua kurang seperempat."

Gita jadi panik. Masalahnya perjalanan ke rumah memakan waktu setengah jam. Belum lagi ke sekolah Luna. Wah, sangat mepet sekali waktunya.

Pakai jaket, Gita mengambil kunci motor dan berpamitan pada Sofi. Cepat-cepat ia menyalakan motor dan melajukannya menuju sekolah Aluna. Dengan kecepatan sedikit ditambah ketimbang tadi ia berangkat ke sini. Semoga saja Aluna tak marah-marah lagi. Padah tadi sempat merasa tadi pagi ia mengantarnya sedikit terlambat saja sudah terlihat kesal.

Perjalanan menuju sekolah Luna, pikiran Gita masih dipenuhi berbagai pertanyaan. Bagaimana Reval menyakitinya dan masalah apa yang membuat mereka putus. Kenapa pula harus Tama? Sungguh pertanyaan yang sangat ingin Gita gali, namun untuk saat ini sepertinya butuh waktu sedikit demi sedikit mencari tahu sambil ia akan terus menjalani kehidupannya. Apakah ini sekadar sebuah mimpi ia menjadi ibu dan istri seorang Tama?

Semoga menjadi istri Tama tidak serta merta membuatnya pasangan yang ribut setiap hari. Karena seingatnya sejak kecil ia tidak pernah akur. Sambil nanti ia akan mencari tahu pada Tama, tentang bagaimana mereka bisa menikah.

______

Salah PasanganWhere stories live. Discover now