29. Alasan

499 65 2
                                    

"Hai, Em," sapa Gita lebih dahulu pada sang teman yang ia pikir dulu baik dan tulus padanya.

Rupanya di masa depan barulah ia tahu bahwa siapa pun dan apa pun yang terlihat baik tidak selalu seperti itu. Begitu pula sebaliknya, yang terlihat buruk begitu juga tak selalu buruk.

Emi sempat kaget dan berubah cemas. Seketika ia berusaha menguasai suasana. Ada banyak orang di sini, ada anaknya juga. Tidak mungkin ia mengabaikan sapaan dari Gita yang mendatanginya langsung ke tempat jualan jajan yang ia beli.

"Eh iya, Gita."

"Ini anak kamu?" tanya Gita basa-basi melirik pada sang anak yang sebenarnya juga sudah ia tahu dan pernah bertemu juga.

"Iya."

"Ikut lomba juga?" tanya Gita lagi yang terlihat sangat biasa saja dan memendam segala kemarahan dengan sapaan ramah.

Berbanding terbalik dengan Emi yang seperti canggung sekali. Ia menjawab pertanyaan dengan singkat, takut Gita akan mempermalukannya di sini dengan mengungkit kejadian masa lalu. Apalagi ada anaknya pula pasti bocah perempuan itu akan merekam obrolan orang tuanya.

"Iya tapi masih nanti. Kamu sendiri kenapa di sini?" tanya Emi balik berusaha menetralkan ketakutannya.

"Nganter Aluna lomba juga."

"Oh lomba apa Aluna?"

"Baca puisi."

Suara pedagang yang mengangsurkan jasuke pesanan Emi membuat obrolan terhenti. Emi menerima dua cup jasuke lalu mengangsurkan uang.

"Anak kamu belum tampil kan? Kita bisa ngobrol dulu nggak sebentar. Kangen loh aku lama kita nggak ketemu," ajak Gita.

Emi tambak ragu. Ia mengedarkan pandangan mencari-cari alasan untuk menolak ajakan Gita. Jelas ia tidak bisa dan tidak mau bertemu dengan Gita dalam keadaan seperti ini. Ia tahu pernah bermasalah tapi ia juga sudah janji pada Tama untuk tidak mengusik Gita lagi.

Buktinya ia dan Reval juga tidak pernah menghubungi atau bersinggungan di jalan atau di sosial media. Bahkan sebisa mungkin tidak bertemu. Meskipun mereka tinggal di satu Kecamatan yang sama.

"Ehm, gimana ya anak aku mau latihan dan aku nemenin," alasan Emi padahal menuju lomba biasanya sudah tidak butuh lagi persiapan latihan. Anak-anak juga sudah tidak fokus jika harus latihan saat jadwal tampil di depan mata.

"Nggak apa-apa anak kamu biar latihan sama gurunya. Kan orang tua nggak ikut ngelatih. Jadi kita bisa santai ngobrol. Ayo!" ajak Gita yang merasa tak sabaran kenapa Emi malah menolak ajakannya. Memangnya ia bakalan menggigit Emi, mencincang perempuan itu atau menggorengnya bersama papeda yang digulung pesanannya.

"Ya udah ayo di mana?" putus Emi pasrah. Nggak mungkin juga ia menghindar terus-menerus. Sudah waktunya ia harus meminta maaf secara langsung pada Gita.

Gita membayar papedanya kemudian berjalan lebih dahulu diikuti oleh Emi. Tempat duduk yang dipilih Gita adalah di bawah pohon mangga yang tadi ia duduki. Di sana sudah tidak ada orang. Padahal tadi di kursi itu juga ada seorang ibu yang menunggu anaknya.

Gita dan Emi duduk. Emi membisikkan pada sang anak untuk menemui gurunya dan jika sudah giliran tampil lomba, Emi akan mendekat ke panggung.

Setelah tinggal mereka berdua, Gita membuka obrolan lagi. Obrolan yang tak sempat terjadi

"Gimana kabar kamu? Kabar Reval juga gimana?'

Emi menunduk mengaduk jasuke yang tidak langsung ia makan. "Aku baik, Reval juga."

"Lama ya kita nggak ketemu padahal dulu kita sering sama-sama," pancing Gita akan nostalgia masa lalu.

"Iya."

Salah PasanganWhere stories live. Discover now