5. Linglung

797 84 9
                                    

Gita mencoba tidur kembali. Siapa tahu mimpinya akan segera berakhir dan ia kembali ke masa di mana sedang menunggu Reval datang.

Namun begitu ia memejamkan mata sekuat tenaga, tak juga kunjung lelap. Dirinya malah memikirkan hal-hal yang tak terduga. Bagaimana bisa ia berada di sini bersama orang yang tidak ia semogakan dalam prediksi masa depan.

Sepuluh tahun berlalu tentu banyak hal yang sudah terjadi. Jika memang ini hanya mimpi, semoga segera berakhir. Karena sungguh Gita tidak sanggup harus punya kisah dengan Tama, apalagi sampai memiliki anak. Membayangkannya saja bagaimana proses pembuatan Aluna membuat Gita bergidik ngeri.

Putus asa dengan usahanya tidur, Gita pun menapakkan kaki kembali ke lantai kamar. Ia berjalan keluar kamar, setidaknya ia ingin menjelajahi isi rumah yang ditempatinya ini.

Keluar kamar, Gita dihadapkan oleh ruang ruang tengah. Ada karpet dan juga sofa panjang serta TV layar datar. TV itu berada di atas meja laci yang dari kacanya saja sudah terlihat di dalamnya berisi boneka. Gita tebak itu milik Aluna. Mana mungkin miliknya.

Berhadapan dengan kamarnya ada kamar lagi. Gita pun masuk dan mendapati ruangan bertema anak-anak. Sudah pasti milik Aluna. Ada kasur lemari meja belajar juga.

Menutup kembali kamar tersebut, Gita berbelok ke arah kamar mandi di mana ia tadi mencuci muka. Di samping kamar mandi terdapat pintu belakang yang saat dibuka Gita dihadapkan halaman belakang menyambung ke samping yang terdapat tali jemuran. Mengedarkan pandangan sejenak, selain jemuran juga ada beberapa tanaman mengelilingi halaman tersebut.

Masuk kembali, dekat kamar mandi ada dapur, lemari dinding yang ia buka satu persatu. Beberapa stok bahan dapur ada di sana. Dapurnya juga tampak rapi. Melirik meja makan ada tudung saji. Ia ingat tadi Tama bilang sudah memasakkan bekal untuk Aluna, mungkin ada sisa. Sebenarnya Gita juga merasa lapar.

Harap-harap cemas semoga saja masih ada sisa, rupanya memang masih ada nasi goreng di sana. Gita duduk menikmati nasi goreng yang porsinya cukup untuk dirinya saja. Seolah-olah memang itu adalah jatahnya. Sudah ada sendok pula di piring tersebut, memudahkan Gita untuk segera makan tanpa harus mencari di mana letak sendok berada.

Selesai makan ia bawa piring kotor tersebut ke washtafel. Mencuci sebentar dan menaruh di rak piring basah yang ada di sampingnya.

Ada lemari es, Gita membukanya.
encari minuman dingin, siapa tahu keluarga ini punya kebiasaan memasukkan air dingin di dalam lemari es. Ternyata benar, Gita meneguk setengah botol air putih.

Kenyang makan, Gita berjalan melewati ruang tengah tadi dan kini menuju ruang tamu. Ada sofa berwarna salem dan meja kaca yang menghiasi ruang tamu rumah tersebut.

Di ruang tamu itu ada foto keluarga di mana ada dirinya Tama dan juga Aluna. Melihat senyumnya yang sangat lebar di samping Tama, membuat Gita meringis ngilu. Bisa-bisanya ia begitu akur dengan laki-laki itu.

Keluar ke teras didapati motornya tadi masih terparkir tak senonoh menghalangi jalan dan begitu sembarangan. Akhirnya Gita pinggirkan agar tidak kepanasan juga.

"Mbak Gita Mau ke mana?"  sapa seorang perempuan yang lewat di depan pintu.

Gita yang awalnya kaget mau tak mau memasang senyum lebar dengan sapaan orang asing tersebut.

"Mau nyapu ini loh."

"Oh kirain mau belanja juga. Masak apa hari ini?"

Gita garuk-garuk kepala ia tidak tahu harus menjawab bagaimana.

"Belum tahu ini bingung masak apa," jawab Gita asal.

"Udah ke sana aja nanti sambil lihat-lihat apa yang ada di tukang sayur. Siapa tahu dapat inspirasi masak apa hari ini."

Gita terkekeh. "Hehehe iya."

"Aku duluan ya Mbak Gita," pamit perempuan tersebut melambai tangan.

Gita membalas demikian.

***

Dilanda kegabutan yang tiada guna, Gita memutuskan untuk melepas penat, stress, rasa bingung dan hujatan pertanyaan-pertanyaan yang berkumpul di kepala tanpa ada jawaban dengan cara membersihkan rumah. Jiwa perempuannya bergejolak dengan getaran maksimal. Gita mulai dengan membersihkan kamar tidurnya sendiri. Merapikan kasur, selimut, mengecek di lemari dan juga kamar Aluna, ruang tengah, dapur, ruang tamu sampai teras.

Tak terasa sudah tengah hari. Rasa lelah dan keringat menyelimuti sekujur tubuh Gita, membuat perempuan itu lantas mandi membersihkan diri dan mencari baju ganti yang ia lihat ada setelan kaos dan juga celana selain daster. Sang penguasa lemarinya.

Rasa lelah setelah bekerja dan segar tubuhnya membuat Gita tertidur di depan televisi. Suara dering ponsel tak lama kemudian membangunkan Gita dari tidur lelahnya.

Panggilan diangkat Gita tanpa benar-benar membaca nama penelpon.

"Assalamualaikum, Git," sapa seorang yang suaranya amat sangat dikenal oleh Gita. Sontak mata Gita yang mengantuk langsung melebar.

Ia lihat nomor telepon. Rupanya dari ibunya sendiri. Pantas ia tidak asing dengan suara tersebut.

"Ibuuuuuuuu!" panggil Gita dengan nada panjang merasa ada angin segar yang akhirnya ia temukan setelah tersesat dalam kebingungan yang menyekek isi kepalanya.

"Kamu kenapa sih orang salam itu dijawab bukannya malah teriak-teriak," omel ibunya di seberang.

"Bu, akhirnya Ibu nelpon juga."

"Aneh, kan semalam juga Ibu nelpon ngasih tahu kamu katanya siang ini mau datang . Ibu tungguin kamu malah nggak datang-datang."

"Masa sih, Bu. Ada apa aku mau datang ke situ?"

"Kok malah nanya kan kamu sendiri yang mau datang mampir habis jahit baju."

Gita makin bingung. Apa pula masalah baju dijahit segala.

"Bu di rumah nggak, aku ke situ sekarang."

"Iya datang aja."

Telepon ditutup. Cepat-cepat Gita memakai jaket untuk menutupi kaus lengan pendeknya. Mengambil kunci yang ia taruh di atas laci dekat televisi. Tak lupa .engunci pintu rumah yang rupanya kuncinya menjadi satu dengan kunci motor. Setelah Gita pikir-pikir, kebiasaan yang sejak dulu menyatukan kunci agar tidak lupa ternyata masih dibawa sampai sekarang.

Mengeluarkan motor menuju jalan besar di mana tadi ia mengantarkan Aluna, Gita mengeluarkan pandangan sejenak. Sebenarnya ia berada di daerah mana. Sambil motor berjalan ia juga membaca tulisan di manakah ia berada sekarang. Untung saja ia sudah hafal daerah Kediri, karena ia lama tinggal di sana. Teman-teman juga banyak yang tinggal di kota tersebut, sehingga tidak menyusahkan saat tersesat di tempat ini.

Benar saja, begitu ia mendapati nama jalan dan kecamatan di mana dirinya berada, Gita langsung tahu ke arah mana rumah orang tuanya berada.

Dalam kepalanya sudah tertulis berbagai pertanyaan yang nantinya akan ia ajukan kepada ibunya. Tentang kondisi yang dialami Gita sekarang. Semoga kali ini ibunya bisa menjawab semua merasa penasaran.

"Ibu aiem koming. Anakmu datang!" teriak kita yang untungnya suara perempuan itu teredam kaca helm.

_______

Salah PasanganWhere stories live. Discover now