19. Tinggal Bersama

635 82 2
                                    

Pagi-pagi Gita sudah repot di rumahnya sendiri. Di dapur menyiapkan sarapan, namun kali ini ia dibantu oleh Tama sementara Sofi yang belum bisa berjalan lancar ke kamar mandi dibantu Aluna jalan sambil dipegangi.

Sarapan sudah siap tinggal menyajikannya di piring, namun belum sampai kita melakukan Tama sudah memanggilnya dari depan.

Gita menghampiri Tama di halaman. "Ada apa?" tanya Gita begitu sampai dan mendapati Tama memegang sapu lidi.

"Sayang ambilkan seroknya aku lupa bawa tadi ketinggalan di dekat dapur."

Gita kembali ke belakang mengambil serok sampah dan di bawahnya ke depan.

Melihat suaminya menyapu halaman membuat kita agak meringis. Masalahnya ia malas sekali menyapu halaman banyak daun yang berguguran, ditambah beberapa tanaman yang ditanam di pot juga berguguran daunnya. Apalagi kalau rumput mulai tumbuh, harus rajin mencabutnya juga.

Gita duduk di teras menunggu Tama selesai dengan sampah-sampah yang dikumpulkan di ujung dekat pagar untuk dibakar.

Setelahnya ia duduk bersama Gita, memandangi kepulan asap dari kobaran api yang mulai membakar satu persatu sampah kering.

"Jadi ingat sama rumahku dulu," kata Tama menoleh pada rumah di samping di mana ia tinggal belasan tahun. Namun harus dijual karen tidak ada orang yang menempati.

"Padahal kita tetanggaan, tapi sejak dulu kita nggak pernah akur ya," komentar Gita mengingat masa kecilnya dengan Tama.

"Iya, tapi sekarang kan udah akur. Udah seranjang lagi, satu selimut pula," goda Tama dibalas cubitan oleh Gita merasa malu.

"Terus Adik kamu tinggal di mana?"

"Di rumah mertuanya, soalnya kan istrinya anak tunggal."

"Kenapa kita nggak tinggal di rumah kamu aja. Aku juga lebih dekat sama Ibu. Kenapa kok kita malah punya rumah jauh di sana?"

Tama menoleh. "Kan kamu sendiri yang minta rumah di sana, gara-gara malu sama omongan tetangga."

Gita mengernyitkan kening. "Aku malu kenapa?"

"Kamu kan dulu katanya pengen punya rumah sendiri. Bukan di rumahku atau rumah kamu. Biar mandiri katanya."

"Masa sih aku ngomong kayak gitu."

Tama mengangguk. "Iya, makanya kita beli rumah jauh. Aku juga nggak bakal nyangka kalau orang tuaku bakalan pergi secepat itu."

"Ma aku berangkatnya dari sini ya?"

Tiba-tiba Aluna datang menghampiri mereka berdua, sudah lengkap dengan baju seragam.

Gita langsung berdiri. "Iya, Sayang, sekolahnya berangkat dari sini sementara waktu. Terus seragam Luna udah Mama bawa juga. Nanti yang kurang biar Papa ambil di rumah. Ayo sarapan!" ajak Gita menggandeng Luna masuk ke rumah.

Tama masih duduk di teras, memandang lagi rumah yang pernah membesarkannya. Rumah kenangan yang sebenarnya ingin ia tinggali tapi tidak tahan harus terus-menerus mengingat kejadian menyedihkan di mana kedua orang tuanya meninggal.

Adik Tama juga sudah punya kehidupan sendiri di rumah mertuanya yang amat menyayangi. Jadilah setiap Tama datang ke rumah ini ia akan memandang lama-lama rumahnya, menangkap detail halaman rumah untuk mengobati rasa rindu. Rumah sudah dijual dan ditempati oleh keluarga lain. Meski begitu Tama masih sering datang menyapa dan disambut ramah juga oleh keluarga tersebut.

Menyudahi merekam rindu, Tama masuk rumah. Mandi dan bersiap berangkat kerja. Ia sekalian mengantar Aluna ke sekolah, nanti pulang kerja ia akan mampir mengambil beberapa barang di rumah.

***

Tian datang ke rumah bersama sang istri dan anaknya. Gita masih agak pangling dengan wajah Tian karena lama sudah tidak bertemu. Dulu yang ia ingat Tian masih sekolah, sekarang malah sudah menikah dan punya anak dalam gendongan sekitar usia tiga tahun.

"Mbak Gita, gimana keadaan Ibu?" tanya Tian setelah mereka saling bersalaman di teras. Gita menyangkut Tian, sang istri dan juga anaknya meski dengan sedikit loading mengingat siapa gerangan tamu yang datang. Sejak pagi setelah Tama dan Aluna berangkat, banyak tetangga yang datang menjenguk keadaan Sofi. Gita jadi repot sendiri.

"Baik kok, ayo masuk. Ibu di dalam, orangnya lihat TV. Kakinya aja yang sakit badannya enggak apa-apa."

Gita menerima kedatangan adik iparnya tersebut dan membawa mendekat ke arah Sofi. Membiarkan mereka mengobrol sementara ia mengambil minuman di ruang tamu, mendekatkan ke depan televisi. Saking banyak tamu, Gita tidak menyiapkan minuman dadakan melainkan air mineral kemasan dan sempat membeli beberapa kue kering sebagai sajian. Layaknya orang desa di daerah rumah orang tuanya, jika ada orang yang sakit maka akan berbondong-bondong menjenguk.

Beda dengan di daerahnya yang pemukiman padat penduduk. Banyak orang pekerja sehingga jarang juga berkomunikasi dengan tetangga. Kalaupun ada hanya saat membeli sayur pada bertemu, itu pun juga membahas gosip antara tetangga.

Gita sudah merasakannya saat disapa basa-basi oleh tetangga yang lewat dan juga samping rumahnya. Kemudian sekali ikut belanja di penjual sayur keliling. Mereka semua malah menggosipkan cincin, gelang, tas tetangga yang baru dibeli. Sungguh berfaedah sekali kan. Membuat Gita ingin cepat kabur meskipun hanya sempat belanja satu bungkus terasi harga seribu.

"Maaf ya, Mbak Gita, baru datang sekarang. Semalam ditelepon sama Mas Tama tapi aku malah lagi repot. Anakku kemarin imunisasi malamnya rewel nggak bisa tidur. Kasihan pasti Mas Tama repot sendirian ngurusin."

"Nggak papa, Tian. Kamu sekarang dateng aja Mbak udah seneng."

Tak berapa lama Tian dan keluarganya pamit. Beberapa tetangga berdatangan juga menjenguk Sofi. Menjelang zuhur baru tamunya sepi. Gita menutup pintu karena Sofi juga sudah istirahat, sementara dirinya akan merebahkan diri sebelum menjemput Aluna. Waktunya me time membuka game sejenak melepas penat dan mencari hiburan.

Begitu membuka aplikasi mengambil hadiah harian dan absen, Gita mencari beberapa room yang ada user dikenalnya. Gita mendapati ada nama user yang tidak asing. Salah satu user lama, sering satu room juga dengan Gita. Rupanya temannya tersebut masih online. Gita pun menghampiri.

Beberapa orang sibuk menyapa Gita, sebagian lagi hanya berdiam sepertinya sedang parkir Avatar saja tidak ikut nimbrung obrolan termasuk dengan teman Gita.

Gita pun mengirim pesan berwarna biru pada akun Sampoerna. Berapa lama sapaan itu datang.

_Loh Gid kamu online lagi_

_Iya Pur kamu juga online lagi ya_

_Iya udah lama vakum kok malah kangen lihat iklan ini di Facebook. Kemarin iseng download_

_Iya ngangenin ya game ini_

_Kamu apa kabar Git. Aku kira kamu nggak bakalan online lagi setelah kejadian itu_

_Kejadian yang mana sih_

_Yang foto kamu disebar di room siapa tuh sama pacar kamu dulu. Sampai diketawain orang-orang kan. Gila emang cowokmu itu. Psikopat kali_

Gita mengerjapkan mata, membaca ulang kalimat dari Sampoerna. Apakah ada kejadian Reval menyebar fotonya? Tapi foto yang mana. Bukankah ia dan Reval jarang berbagai foto apalagi foto aneh-aneh kok sampai ia diketawain.

Gita hendak membalas lagi bertanya tentang detail kejadian tersebut. Tapi Sempoerna tiba-tiba sudah off. Gita malah dibuat pennasaran. Apa ia bertanya pada Tama saja ya nanti. Foto yang mana yang disebar oleh Reval. Apa itu salah satu alasan dirinya menghapus game ini dan putus dengan Reval?

______

Salah PasanganWhere stories live. Discover now