9. Kerja Jantung

829 96 11
                                    

Dalam pelukan Tama, bagaimana bisa Gita tertidur. Ia pura-pura memejamkan mata sambil terus menahan debaran jantung yang menggila. Bisa-bisanya Gita beedebar berdebar dengan perlakuan Tama, musuh yang sejak dulu tidak pernah akur dengannya.

Sementara Tama sendiri sudah lelap. Mungkin laki-laki itu juga kelelahan kerja. Belum lagi pagi tadi mengurus Aluna saat dirinya masih tidur.

Perlahan Gita melepaskan rengkuhan lengan Tama di tubuhnya. Satu lengan Sudah ia pindahkan sehingga tubuhnya mulai bisa bergeser telentang. Lantas ia ambil ponsel, melanjutkan hal yang tadi belum sempat dilakukan. Yakni menelusuri isi galeri ponselnya.

Di galeri ada banyak sekali album. Ia membuka lebih dahulu bagian kamera, di mana foto-foto yang diambil langsung tersimpan di sana. Menelusuri pelan-pelan satu persatu. Lebih banyak fotonya melakukan selfie, menunjukkan kenarisan yang tidak berubah seiring berjalannya waktu. Lalu fotonya dengan Aluna, bertiga dengan Tama juga. Terlihat jelas kemesraan saat dirinya dan Tama berdua.

Foto yang diambil dari jarak jauh secara candid, sepertinya ulah Tama. Namun Gita suka hasil tangkapan itu. Tak terasa senyumnya tersungging menikmati setiap momen yang terekam di galeri tersebut.

Kebahagiaan yang tidak pura-pura, sepertinya ia benar-benar mencintai laki-laki di sampingnya ini. Tapi kenapa bisa ia jatuh cinta pada Tama. Padah sejak dulu perasaan itu tidak ada sama sekali, bahkan secuil pun tidak. Yang ada hanyalah rasa benci, kesal, dan amarah yang membabi-buta setiap bertemu dengan laki-laki itu.  Gita merasa hidupnya tidak pernah tenang jika harus berhadapan dengan Tama, bahkan sejak kecil sampai dewasa.

Menggulir lagi ia temukan fotony dan Tama berciuman. Melihatnya saja Gita langsung menutup mata dengan satu tangannya yang bebas. Bisa-bisanya ada pose seperti itu di galeri foto dan  diambil secara selfie menggunakan tangannya sendiri.

Oh Tuhan. Benarkah ia sevulgar itu, padahal Gita anak baik-baik. Dengan Reval saja  belum pernah ciuman, padahal sudah berpacaran beberapa bulan.

Menggulir album lain ada dari pesan Whatsapp. Ada banyak kiriman yang tidak penting. Sepertinya karena banyak grup yang diikuti jadi Gita juga mengabaikan.

Beralih ke berapa album lagi satu persatu, rupanya ada folder album yang menyimpan banyak sekali dokumen unduhan seperti foto KTP, foto dan catatan-catatan penting yang Gita tidak ingin menelitinya malam ini. Ia masih punya banyak waktu untuk melihatnya detail nanti-nanti. Yang penting ia tahu bahwa pernikahannya dengan Tama bukan karena paksaan.

Karena serius melihat foto-foto tersebut, Gita mulai mengantuk. Ia matikan ponsel dan mulai memposisikan diri tidur miring memunggungi Tama.

"Tidur, Sayang kok malah main HP terus," lirih Tama yang rupanya sempat mengintip sang istri yang asik dengan ponselnya.

Gita kaget. Bagaimana bisa Tama memergoki dirinya padahal setahunya Tama tadi memejamkan mata dan lelap.

Gita diam saja. Ia langsung mengucek mata tak mampu lagi menyangkal. Tangan Tama merengkuh tubuh Gita, sehingga kulit keduanya saling merapat. Hal ini malah membuat Gita kembali seperti  beberapa waktu lalu. Tubuhnya seketika kaku dan jantungnya berdebar dengan kencang. Apakah ia tidak akan tidur dan akan terus terjaga hanya karena perlakuan Tama seperti ini?

Setelah Gita diam memejamkan mata, rasa kantuknya lebih besar daripada harus terus menerus menahan diri dari serangan Tama yang sangat belum terbiasa untuknya. Lama kelamaan dalam pejaman mata Gita pun tertidur.

****

"Pagi, Sayang."

Diiringi kecupan di pipi, membuat Gita yang tadinya masih menggeliat dari mimpi dikejar ayam tetangga pun langsung membuka mata dengan cepat. Tubuhnya kaku sejenak, kaget karena kecupan yang didapatnya. Belum lagi usapan di pipi dan juga rambutnya.

Tama turun dari ranjang, keluar dari kamar barulah Gita bisa mengendalikan diri. Ia usap pelan pipi yang tadi dikecup oleh Tama. Hatinya agak cenut-cenut. Baru juga satu hari jantungnya harus bekerja begitu maksimal. Bagaimana hari-hari yang akan Gita jalani setelah ini. Sungguh ia tidak terbiasa dengan perlakuan seperti ini. Kalau dari orang yang ia sayang dan cintai seperti Reval, Gita akan merasa sangat senang dan di atas awan. Tapi ini dari musuh bebuyutan yang melakukan hal di luar nalar. Bahkan dalam bayangan pun tidak pernah  Tama memperlakukannya seperti ini.

Gita pun perlahan juga turun dari ranjang. Keluar kamar dan menuju kamar mandi, tapi ia lupa di sana masih ada Tama yang masuk lebih dahulu. Pada akhirnya Gita berbelok ke dapur. Duduk sejenak, minum air putih dan berpikir cepat apa yang harus ia lakukan di pagi hari sebagai perempuan yang memiliki anak dan suami. Tentu saja bukan mengadon semen kan.  Ia harus menyiapkan sarapan, pastinya.

Gita mencari baskom yang kini sudah ia tahu di mana letaknya. Begitu pula dengan beras. Saat kemarin mencari garam ia menemukan di mana keberadaan beras itu. Menakar kira-kira cukup untuk makan mereka bertiga sampai nanti sore, Gita lantas mencuci beras tersebut. Memindahkannya ke wadah penanak nasi. Tinggal mencolokkannya, selesai urusan. Hal seperti ini mudah, tinggal ia menyiapkan lauk apa yang akan dimasak sementara ia tidak belanja sama sekali dari kemarin. Isi kulkas saja sudah ia tahu tidak ada apa-apa.

Masa ia harus menggoreng telur lagi dan nugget seperti yang digoreng Taman Semalam. Ada sosis sih di freezer. Mau tak mau Gita pun memasak bahan seadanya. Hanya ada sosis dan telur khas anak kos sekali. Jadilah ia membuat orak-arik telur dan sosis.

Suara motor yang berhenti di depan rumah terdengar sampai ke dapur, karena pintu belakang ia buka. Di luar masuk gelap, karena subuh juga baru berkumandang.

"Mbak, tahu!"

Suara teriakan dari laki-laki membuat Gita keluar lewat pintu samping. Berjalan tembus ke tempat jemuran dan ke pintu depan.

"Mbak maaf kemarin aku libur nggak jualan. Ini baru bisa jualan lagi tahunya," kata mas-mas mendekati bapak tersebut. Gita yang masih loading kebingungan pun mengiakan.

"Oh iya, Mas. Berapa ini tahunnya?" tanya Gita yang akhirnya menguasai keadaan.

Ia dulu mengingat ibunya juga sering melakukan hal seperti ini. Ada penjual tahu yang memang berjualan keliling di subuh buta seperti ini. Gita pernah disuruh menunggu penjual tersebut padahal ia masih menguap ngantuk.

"Seperti biasa kan, Mbak, lima ribu. Emangnya Mbak Gita mau beli berapa?"

Gita terkekeh. "Ya segini aja cukup, Mas kan cuma bertiga yang makan."

Gita buru-buru masuk rumah mengambil dompet dan membawanya lagi ke depan. Membayar tahu yang rupanya ia sudah berlangganan.

Ada tahu datang lumayan sebagai penambah bahan untuk sarapan pagi ini. Nanti sedikit siang Gita akan mencari di mana pasarnya berada.

Sibuk menggoreng potongan tahu, Tama yang baru keluar dari kamar mandi mendatangi sang istri di dapur. Memeluk dari belakang dan sedikit meremas dua gundukan yang terlapisi daster.

Karena kaget, Gita langsung mengikut Tama dan memukul kepala laki-laki itu dengan sutil yang dipegang. Sampai-sampai Tama mengaduh kesakitan.

"Aduh, Sayang. Kamu kenapa sih kok malah dipukul?"

Gita melotot. "Kamu juga ngapain pakai remas-remas segala?" marah Gita.

Tama meringis dan mengusap kepalanya sakit. "Apa sih, Yang. Bukannya kamu juga suka diremes atas bawah kayak gini. Malah kadang kamu minta digigitin pundaknya."

Apa!!! batin Gita menjerit seakan tak percaya.

_____

Salah PasanganWhere stories live. Discover now