32. Kenyataan Lain

589 78 1
                                    

Gita sudah terbaring di kasurnya. Usai menjemput Aluna dan meminta anaknya tersebut segera makan lalu tidur siang, ia pun juga tidur lagi. Ponsel yang tadi ia tinggal di kamar kini iya charge karena baterainya habis saat ia mendengarkan musik sambil tertidur. Main game memang menyita banyak daya baterai.

Merebahkan tubuh, merasa dirinya tidak enak badan Gita bahkan belum makan siang sampai sore saat ini. Gorengan pun hanya masuk sebiji saja tadi saat bertemu dengan Emi. Entahlah badannya merasa capek, lemah dan sepertinya mulai demam.

Padahal ia tidak kehujanan ataupun sakit yang lain seperti radang tenggorokan, flu ataupun pusing kepala. Tbuhnya terasa lemah. Apakah karena ia terlalu banyak berpikir tentang masalah yang menimpanya, ditambah lagi tekanan batin yang dirasakan.

Sampai jam saat Aluna berangkat mengaji, Gita hanya bangun sejenak mengantarkan anaknya tersebut sampai depan pintu rumah. Selebihnya ia tutup pintu lagi. Pergi melaksanakan salat ashar dan lanjut tiduran. Kali ini ia malah membungkus tubuhnya dengan selimut seolah-olah rasanya kedinginan, padahal kipas yang dinyalakan hanya nomor dua.

Gita mulai memejamkan mata lagi. Kini pusing melandanya tak tahu kenapa dan apa yang terjadi pada tubuhnya. Gita terus tidur sampai Luna mau pulang.

Anakmya tersebut bingung kenapa rumah begitu sepi. Biasanya sang Ayah sudah pulang dan ibunya akan menonton TV di saat sore seperti ini, tapi rumah masih gelap gulita. Pelan Luna masuk ke kamar mamanya, membangunkan wanita yang melahirkannya sambil terlebih dahulu menyalakan lampu kamar karena dalam kamar namanya pun juga gelap gulita.

"Mah bangun, udah magrib nih. Mama kok tidur terus sih," kata Aluna sambil menggoyangkan tubuh Gita berharap sang Mama akan lekas bangun.

Membuka mata perlahan dengan berat,  Gita menoleh pada sang anak yang masih memakai kerudung dan membawa tasnya di punggung.

"Kamu udah pulang?"

"Udah, Ma, kenapa Mama masih tidur ini udah magrib loh. Rumah juga gelap banget. Papa belum pulang ya?" tanya Aluna.

Aluna benar juga. Gita melirik jam, sudah setengah enam lebih dan magrib pun juga sudah berkumandang. "Oh iya ya udah magrib. Papa mungkin pulang agak malam Mama belum ngecek HP soalnya nggak tahu."

"Mama bangun, nggak bagus loh tidur magrib," peringat Luna.

"Iya sayang makasih ya, ini Mama mau bangun kok."

Aluna keluar dari kamar, meninggalkan Gita yang susah payah bangun. Kepala terasa berputar, tenggorokan terasa kering. Gita mencoba turun dari ranjang, jalan tertatih ke arah dapur. Perlahan ia berjalan keluar kamar menuju dapur sambil menyalakan beberapa lampu. Gita duduk menuangkan air untuk minum. Rasanya pahit juga meskipun hanya air putih.

Perlahan Gita ke kamar mandi karena hari sudah magrib dan tubuhnya sedang tidak baik-baik saja. Gita putuskan hanya mengambil air wudhu. Itu saja Gita sudah menahan sekuat tenaga saat air terasa dingin menusuk kulitnya.

Luna menghampiri mamanya. "Mama kenapa sih, sakit ya? Kok wajahnya pucat banget?" tanya sang anak.

"Nggak tahu nih badan mama rasanya kedinginan, meriang. Emangnya Mama kelihatan seperti orang sakit ya?"

"Iya, Ma kayak orang sakit banget. Mama udah bilang ke Papa belum?"

Gita menggeleng. "Belum. Nggak usah kasih tahu Papa nanti juga kalau Papa pulang tahu sendiri."

Aluna menurut lalu ia pun mengambil wudhu juga setelah Gita. Mereka berdua melaksanakan salat magrib berjamaah.

Setelah Magrib Luna sudah siap di depan TV, sementara Gita kembali ke kamar untuk merebahkan diri menyelimuti tubuh yang masih saja merasa kedinginan.

Salah PasanganWhere stories live. Discover now