|| 04 || Mansion

43.6K 4.2K 77
                                    


Naresh meregangkan badannya yang terasa kaku setelah turun dari mobil hitam milik Kakak pertamanya, Glenn.

Setelah dua minggu lamanya Naresh dirawat, akhirnya ia diperbolehkan pulang oleh Dokter Dirga. Meski sempat diselingi perdebatan dengan Glenn dan Adelio sang ayah, yang menolak Naresh untuk dipulangkan karena pria itu melihat luka di kepala Naresh masih basah dan dibaluti kapas.

"Oh woah..."

Naresh terperangah melihat bangunan tinggi di hadapannya, mansion keluarga besar Ganendra. Bergaya bangunan kuno yang elegan dengan beberapa ukiran abstrak di dinding yang dicat putih dan emas, jangan lupakan banyaknya pilar-pilar tinggi yang menjulang menopang bangunan kokoh itu.

Glenn yang ada di samping Naresh menoleh mendengar gumaman kagum itu, menunduk menatap sang Adik yang tingginya tidak lebih dari dadanya.

"Kamu lupa juga dengan bangunan yang setiap harinya kamu lihat ini, Naresh kecil?"

Glenn bertanya dengan alis terangkat, tangannya bergerak mengangkat Naresh untuk ia gendong ala koala.

"Naresh amnesia, Kak..."

Naresh memberontak dalam gendongan Glenn, membuat pria itu semakin mengeratkan pelukan pada pinggang kecil Adiknya.

"Diam."

Naresh langsung diam, bibirnya mencebik dengan dengusan kasar yang sesekali terdengar. "Sialan!" batinnya mengumpat kesal.

Selama dua minggu Naresh dirawat, keluarga besar Ganendra benar-benar memperlakukannya seperti bayi. Digendong ke mana-mana, disuapi ketika makan, dipapah ke kamar mandi, bahkan dimandikan.

Naresh Al kesal. Ingat, jiwa Naresh Al itu sudah 24 tahun. Ia pria tulen, pria dewasa!

"Turun, Kak."

Naresh menepuk pelan pundak lebar Glenn ketika mereka sampai tepat di ambang pintu masuk mansion.

Glenn melirik Naresh sekilas. Hidung mancung nya ia gesekan dengan hidung kecil sang Adik, membuat si empu terkikik geli.

"Diam saja, Naresh kecil."

Glenn kembali melangkah, memasuki kediaman Ganendra. Naresh kecil, panggilan itu sudah Glenn sematkan sejak dua minggu yang lalu untuk adiknya.

"Naresh!"

Naresh menoleh begitu mendengar namanya dipanggil dengan suara bariton yang familiar. Itu suara Opa nya, Theo.

Theo merentangkan tangannya, meminta pada Glenn untuk memindahkan Naresh pada gendongan pria paruh baya itu.

Glenn menurut, ia serahkan Naresh pada Theo untuk digendong. Naresh pun hanya diam, ia tidak berani menolak jika itu Kakeknya.

"Senang bisa pulang, hm?"

Pipi tirus yang merona itu Theo kecup sekilas, membuat Naresh mengangkat bahunya karena merasa geli. Tangan dengan jari lentik itu meremat kerah baju yang Theo kenakan.

"Iya..."

Naresh bergumam menjawab Theo, membuat pria itu kembali mengecup pipi tirus nya. Kakeknya itu banyak memberinya kecupan belakangan ini.

EXTRA REVENGE; Naresh Al.El GanendraKde žijí příběhy. Začni objevovat