|| 42 || His Laugh

2.7K 326 21
                                    


"Sesak ... Ayah ..." Naresh menepuk pelan bahu Adelio yang sejak tadi terus memeluknya.

Adelio memeluk putra bungsunya itu dengan erat, tak sadar jika ia menumpukan tubuh besarnya pada tubuh Naresh yang lemah dan benar-benar rapuh karena baru beberapa menit yang lalu terbangun dari koma, membuat remaja itu kewalahan. Persendiannya terasa linu dan remuk redam.

"A-Ayaah ..."

"Dasar bodoh!"

Tubuh Adelio tertarik ke belakang dengan kuat. Pria itu terbatuk keras dan melayangkan tatapan protes pada pelaku penarikan kerah kemejanya.

"Apa?"

Adagio, sang pelaku, bersedekap dada dengan angkuh. Ia menatap tajam adiknya itu. "El kesakitan! Kamu benar-benar bodoh dan gila memeluknya seperti itu."

Adelio mengusap lehernya yang terasa perih. Tatapan nya beralih pada putra bungsunya yang mengusap dada sambil menatapnya. Melihat raut wajahnya yang tampak kesulitan bernapas, Adelio langsung merasa bersalah.

Pria itu berdiri, kemudian menghampiri Naresh dan kembali duduk di sampingnya. Tangan besarnya bergerak mengusap tengkuk sang putra dan menepuk pelan dadanya.

"Maaf, Nak, Ayah kelepasan dan berlebihan. Ayah terlalu senang," bisiknya. "Sakit sekali? Mau Ayah panggilkan dokter lagi?"

Naresh tersenyum tipis dan menggelengkan kepala. "Nggak usah, Ayah. Cuma sesak sedikit. Naresh baik-baik aja," jawabnya pelan. Tatapannya beralih pada Adagio yang juga menatapnya.

Naresh merentangkan kedua tangan. "Daddy ngga kangen? Ga mau peluk?" Sudut bibir Adagio terangkat. Ia segera mendekati bungsu Ganendra itu dan memeluknya dengan hati-hati.

"Sudah merasa lebih baik?" tanya Adagio setelah melepas pelukan.

Naresh tersenyum manis dan mengangguk. "Lebih baik dari sebelumnya," balasnya.

Avi dan Xavier yang sejak tadi berdiri agak jauh dari ranjang Naresh mendekat. Mereka bergantian memeluk dan membubuhkan kecupan pada kening Naresh.

"Terima kasih," bisik Naresh di samping telinga Avi saat pemuda itu memeluknya.

Avi mengernyit tidak mengerti. "Hm? Untuk apa?"

Naresh terkekeh kecil, tidak menjawab. Ia malah mengeratkan pelukan dan menggosokkan wajahnya pada bahu Avi.

"Rindu sekali." Xavier menghela napas pelan di bahu Naresh, pelukannya mengerat. Rasa lelah dan beban berat yang menganggu hati dan pikirannya seolah terangkat begitu saja mendengar kabar jika adik bungsunya sudah sadar, dan perasaannya menjadi lebih baik saat memeluk tubuh kecilnya.

Beberapa hari sebelumnya, Xavier benar-benar menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Xavier ingin secepatnya menyelesaikan jadwal-jadwalnya, mulai dari pemotretan, syuting, hingga tampil dan menghadiri berbagai acara sebagai seorang penyanyi dan model. Ia hanya bisa menjenguk Naresh pada malam hari, itupun sebentar karena setelahnya harus kembali disibukkan oleh jadwalnya yang padat.

Beruntung semua jadwalnya berhasil diselesaikan dengan lancar. Hingga untuk beberapa hari ke depan Xavier akan mengistirahatkan diri sejenak dan fokus pada adik bungsunya.

Naresh menepuk punggung Xavier dengan lembut. Mengerti dan merasakan bagaimana lelahnya kakak ketiganya itu. Bahkan Xavier belum mengganti baju bekas pemotretannya.

"Istirahat, ya, Kak? Naresh ga mau ya, kalo Kakak sakit, terus diinfus kayak Naresh juga." Naresh menepuk pelan pipi Xavier setelah pemuda itu mengurai pelukan mereka.

Xavier tersenyum hangat dan mengangguk pelan. "Iya."

"Kak Zavi, mana?" tanya Naresh kemudian. Ia rindu kakaknya yang lembut  dan hangat itu. Biasanya setiap kali ia membuka mata, selalu ada Zavier di sampingnya. Memberinya pelukan dan elusan menenangkan.

EXTRA REVENGE; Naresh Al.El GanendraWhere stories live. Discover now