6. bakwan paling enak

67 10 0
                                    

"Bapak Ibuk sehat kan Yes?"

Wanita paruh baya yang wajahnya mirip anaknya itu menaruh baki minum dan camilan ke meja ruang tamu.

"Wah, Bude malah repot-repot. Alhamdulillah Bapak sama Ibuk sehat Bude. Bapak sampun pensiun, sakniki sibuk niku lho, menanam sayuran tanpa tanah. Nopo niku.. Ah?! Hidroponik." kata Yesi sambil mengambil camilan keripik singkong di dalam toples yang barusan Bude Sari taruh di meja.

"Wah nenandur to saiki (Bertanam ya sekarang)."

"Enggih Bude (Iya Bude)."

"Mas Indra iseh kerjo neng Jakarta?"

"Masih, Bude. Bentar lagi nikah, hehe."

"Loh iyo to? Alhamdulillah. Entuk wong ngendi?"

"Rencange le nyambut damel (Temen kerjanya). Nanti dateng ya Bude kalo ngunduh mantu."

"Insya Allah. Yowes nek ngono tak tinggal neng mburi sek, arep neruske le nggoreng bakwan (Yaudah kalo gitu tak tinggal ke belakang dulu, mau nerusin goreng bakwan)." kata Bude Sari.

"Bude nggoreng bakwan? Kulo angsal ngewangi mboten? (Boleh bantuin gak?)"

"Mengko gosong.." cibir Janu.

"Gak yo! Boleh kan Bude?"

"Ya boleh lah."

Yesi kemudian beranjak dari ruang tamu dan mengekori Bude Sari ke dapur.

Di dapur sudah ada adonan tepung basah sebaskom penuh yang telah diisi irisan sayur-sayuran seperti wortel, jagung manis, kobis, dan toge.

"Kok katah sanget, ajeng ngge nopo to Bude? (Kok banyak banget, mau buat apa Bude?)"

"Kui, cah kos enek sek bukak angkringan, terus pesen bakwan karo Bude (Itu, anak kos ada yang buka angkringan, terus pesen bakwan sama Bude)."

"Angkringane ten pundi? (Angkringannya di mana?)"

"Ngarep kos-kosan kono kae, pinggir dalan (Depan kos-kosan sana, pinggir jalan)."

Yesi memasukkan adonan bakwan satu persatu kedalam wajan penggorengan. Setelah penuh, dia kemudian menunggu sampai sisi bawahnya sedikit matang kemudian membaliknya.

"Tapi bakwane njenengan niku puancen jos e. Riyin pas rewang teng dalem e Pakde Suryo bakwane wuenak pol, sanjange ibuk sing damel Bude Sari (Tapi bakwannya Bude itu emang top markotop. Dulu waktu hajatan di rumah Pakde Suryo bakwannya enak pol, kata Ibu yang bikin Bude Sari)."

Bude Sari tertawa kecil, "Mosok sih? Kok yo iseh eling jaman semono."

"Enggih, kulo kalih Mas Indra nganti rebutan, hehe (Iya, saya sama Mas Indra sampe rebutan, hehe)."

"Yowes, mengko jikuk gowo bali yo (Yaudah, nanti ambil bawa pulang ya)."

"Eh, mboten sah Bude, niki kan ngge dodolan (Eh, gak usah bude, ini kan buat dijual)."

"Yo rapopo. Kan dirimu melu ngewangi (Ya gak papa. Kan kamu ikut bantuin)."

"Hehe, asyik."

Tak lama, seorang anak laki-laki berambut gondrong ala sasuke datang dan mencari Bude Sari.

"Bude, bakwannya ud---" Cowok dengan logat Jakarta itu kemudian salfok ke gadis yang ada di sebelah Bude Sari.

"Itu Yudh di meja." kata Bude Sari.

"M--mana?" tanyanya sambil tangannya menggaruk leher belakang.

Bude Sari terkekeh, "Jangan grogi gitu to Yudh."

"Itu lho, Maas." tunjuk Yesi.

"Oh? di situ, hehe. Aku ambil dulu ya Bude!"

Yudha kemudian pergi sambil membawa baki berisi bakwan panas yang baru saja keluar dari penggorengan.

"Januar tu kerja part-time dimana to Bude?" Yesi terbawa Yudha bicara dengan bahasa Indonesia.

"Di.. apa ya, yang cafe-cafe itu lho." Bude Sari juga terbawa Yesi menggunakan bahasa Indonesia.

"Namanya cafe apa?"

"Apa ya? Bude gak tau kalo namanya, mbok tanya Janu itu lho."

"Janu gak mau ngasih tau e."

"Moso sih?"

"Huum."

Karena sore ini Yesi ada sanggar, dia kemudian pamit pulang. Begitu pula dengan Reno, karena tugasnya hanya mengantarkan Yesi.

"Makasih ya Ren." ujar Yesi sambil memundurkan motornya.

"Jangan lupa janjimu!"

"Siap. Eh, tapi.. Yang tempat kerjanya Januar tadi apa e? Yang Ja.. Ja.. tadi?"

"Sorry aku gak boleh ngasih tau sama Janu."

"Hu!"

JogjalovartaWhere stories live. Discover now