37. januar bilang baby

96 20 5
                                    

Januar menatap sebaris kalimat yang baru saja muncul di notifikasi ponselnya. Ia diam lama, kemudian menutup pesan itu tanpa mengirim balasan sama sekali.

"Nu, koe ki tak goleki lho..!" Panjul muncul dari keramaian, disusul Gendis di belakangnya. Mereka mendekat menghampiri Januar yang sedang duduk di pinggir gedung sambil menghadap panggung utama.
(Nu, kamu tu tak cariin lho!)

Mata Panjul melirik ke samping Januar, dan menemukan sosok gadis tidak asing di sana. "Loh, Mbak?" ujarnya terkejut.

"Halo, Mas," sapa Yesi.

"Ketemu meneh."
(Ketemu lagi)

"Iyo."

Panjul beralih ke Januar, kemudian melempar cengiran aneh yang Januar langsung mengerti apa maksudnya.

Sementara itu, Gendis di sebelah Panjul mengamati Yesi dan merasa mukanya tidak asing, "Kamu anak SMA 15 kan? Temennya Ceri?" tanyanya.

Yesi menoleh ke Gendis, dan berusaha mengenali wajahnya yang juga tak asing. Ternyata gadis itu anak kelas sebelah, yang satu ekskul teater dengan Ceri.

"Iya!" balas Yesi. "Lha ini Ceri," tunjuknya ke sebelah.

Gendis melirik ke samping Yesi dan mendapati temannya itu, "Weh, Cer!"

Ceri yang dari tadi menunduk melihat hape langsung mendongak, "Eh? Ndis! Ngapain e kamu?!"

"Main lah."

"Sama siapa e?" Tangan Ceri menggenggam dan mengayun-ayunkan pergelangan tangan Gendis.

"Anak kelasku," jawab Gendis dengan mengecualikan Panjul.

"Woalah."

Mereka lalu duduk melanjutkan obrolan sambil menghabiskan makanan hasil keliling stan pasar kangen tadi.

"Habis ini ke mana?" Gendis membereskan sampah makanan ke dalam keresek. Untuk nanti dibuang.

"Gak tau, palingan pulang."

"Malbor yuk!" Gendis kemudian menoleh ke Yesi dan Lele. "Ayo kalian ikut juga."

"Mau ikut, Yes?" tanya Ceri. "Eh, kamu ntar kemaleman ding ya?"

"Gak nyampe malem banget og." Gendis menimpali.

"Rumah e jauh, Ndis, soalnya. Di Kaliurang."

"Kaliurang km berapa?"

"Kaliurang objek wisatanya itu lho."

"Uadoh tenan."
(Jauhnyaa..)

"Alah, sante." kata Yesi.

"Tenang, Mbak. Eneng kancane le mulih kok." Panjul melirik ke Januar, "Jan, melu yok."
(Tenang, Mbak. Ada temennya pulang kok)
(Jan, ikut yok)

"Aku?" tunjuk Januar ke diri sendiri.

"Halah, ayo to, Jan!"

*****

Langit perlahan berubah gelap, lampu jalanan Malioboro yang klasik menyala cantik menghiasi pedestrian dari ujung utara sampai ujung selatan.

Yesi dan lainnya baru saja memarkirkan motor di area parkir yang berada di salah satu gang kecil. Kini mereka berjalan kaki ke arah selatan, alias ke km 0.

Kendaraan bermotor, delman, dan becak tampak berlalu lalang. Pengunjung merayap padat. Terdiri dari wisatawan lokal maupun mancanegara.

"Eh, Jan.." bisik Yesi. Gadis itu bergeser lebih dekat ke Januar, "Cah loro kui ki pacaran po?"
(Mereka berdua pacaran?)

Yang dimaksud adalah Panjul dan Gendis, yang berjalan tepat di depan mereka seraya mengobrol seru sekali. Membicarakan drama-drama X yang tidak Januar mengerti, karena tidak pernah menggunakan aplikasi itu.

"Jan," panggil Yesi lagi. Karena Januar belum juga menjawab pertanyaannya tadi.

"Takon o," jawab Januar singkat.
(Tanya aja)

"Ra kepenak."
(Ga enak)

Yang dibicarakan pun menoleh ke belakang, "Ngopo, Nu?" tanya Panjul.
(Apa, Nu?)

"Ngopo," jawab Januar malas, seolah tidak terjadi apa-apa.
(Apa)

"Sing takono takono mau opo e?"
(Yang tanya aja tadi apa?)

"Dekne i lho arep takon," tunjuk Januar ke Yesi.
(Dia yang mau nanya)

"Ih, Januu!" kesal Yesi dengan nada manja.

"Takon opo, Mbak?" Panjul melirik ke Yesi.
(Tanya apa, Mbak?)

"Ora, Mas. Hehe."
(Enggak, Mas. Hehe)

"Tenane?"
(Bener?)

"Tenaaan."
(Beneeer)

Panjul balik ke depan dan lanjut jalan, sambil masih mengobrol dengan Gendis.

"Eh ada lumpia, beli ah," celetuk Gendis.

Ia menghampiri pedagang lumpia gerobakan yang berjualan dekat Pasar Beringharjo. Mangkalnya jadi satu dengan angkringan sebelahnya.

Yang lain mengikuti, kecuali Januar. Anak itu malah lebih tertarik ke pedagang es jeruk di sebelahnya.

"Kok koe ngomba-ngombe terus e, Nu?" komentar Panjul. Karena tadi Januar beli es sarsaparilla, sekarang di Malioboro beli es jeruk.
(Kok kamu minum terus sih, Jan?)

"Menungso og," jawabnya datar.
(Manusia)

Panjul berdecak sambil geleng-geleng kepala, kemudian beralih ke Yesi, "Tonggomu, Mbak."
(Tetanggamu, Mbak)

Yesi senyum, kemudian mendekat ke Januar karena ikut penasaran dengan pedagang es jeruk tersebut.

"Jeruk apa to itu kok kayak gitu?" tanya Yesi. Ia memperhatikan penjual yang sedang membelah jeruk dan kemudian ditekan ke alat peras.

Jenis jeruk seperti itu baru pertama kali Yesi lihat. Dan itu bukan jenis jeruk peras yang biasa ada di warung-warung bakso. Kalau jeruk di warung bakso bentuknya lebih kecil, sedangkan ini lebih besar.

"Baby," kata Januar.

"HE?" kaget Yesi.

Seketika Januar merasa ucapannya ambigu. Ia lantas buru-buru mengklarifikasi, takut Yesi salah menafsirkan, "Jeruk baby jenenge.."

"O—oh," kata Yesi. "Kok lucu namanya."

"Hm."

Tangan Yesi mengusap belakang kepala, "Baru tau aku, ada jeruk namanya itu, hehe."

Beberapa potong jeruk telah selesai diperas dan sari-sarinya mengalir ke dalam gelas plastik yang kemudian diserahkan penjual kepada Januar.

Telapak tangan Januar perlahan menjadi dingin begitu bersentuhan dengan gelas plastik berisi es jeruk baby-nya itu. Ia kemudian balik badan, dan mendapati Panjul sudah sedang cengar-cengir sambil melihatnya.

JogjalovartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang