26. januar ga bisa tidur

76 12 4
                                    

Malam ini homestay sepi, tidak ada tamu menginap. Jadi, Januar hanya sendirian.

Biasanya jam segini, kalau ada tamu pasti masih ramai suara mengobrol ataupun gonjrengan gitar. Tapi sekarang, satu-satunya yang terdengar di telinga hanyalah derik jangkrik di luar sana dan napasnya sendiri. Mana rumah ini bangunannya menyeramkan kalau dilihat-lihat. Seperti rumah gaya Belanda yang digunakan untuk shooting film horror.

Sebenarnya Januar tidak terlalu penakut. Ia sudah beberapa kali sendirian di homestay ini. Ia juga tidak masalah dengan bentuk bangunannya yang bergaya Belanda. Justru malah estetik dan menimbulkan kesan dreamy. Apalagi kalau dilihat dari halaman depan. Rumah ini begitu indah dan asri dengan latar belakang pepohonan dan kabut putih di atasnya. Januar sama sekali tidak merasa ini seram.

Tapi kenapa ya, semenjak pulang dari rumah sakit, rasa takut dalam dirinya sedikit menguasai? Ditambah, barusan ada suara benda jatuh.

Ia masih terbayang-bayang temannya itu. Suara dan wajahnya terus berputar seperti video di kepalanya. Tidak berhenti-berhenti.

Januar masih tidak percaya temannya itu pergi. Apalagi orang yang terakhir bersamanya adalah dirinya sendiri.

Kadang ia berpikir, kalau waktu itu ia lebih tegas untuk pulang lebih awal, mungkin semua ini bisa dihindari?

Ting!

Bunyi notifikasi chat. Januar membuka mata dan menatap ponsel yang daritadi sudah ia genggam. Ternyata Panjul.

Kalau dirunut, baris obrolan pada WA Januar dari atas sampai bawah, ada Panjul, grup kelas, Mama, grup kos Deresan, Bapak, Liana, Gandos, Bang Yudha, grup karang taruna, dan Shara.

Panjul paling atas karena selalu mengirim chat 24/7. Ia remaja pengguna Tiktok pada umumnya yang kalau ada video lucu langsung dikirim ke Januar.

Sedangkan Shara urutan ke-10.

Chat terakhirnya dengan Shara yaitu saat Januar memberitahunya kalau sudah pulang dari rumah sakit. Setelah itu tidak ada lagi. Padahal chat itu sudah seminggu yang lalu.

Apa wanita itu sedang ada masalah lagi, makanya meng-ghosting-nya begini?

Bahkan selama Januar kena musibah, Shara belum pernah menengoknya secara langsung. Satu-satunya tindakan yang gadis itu lakukan hanyalah memberinya ucapan GWS.

Orang lain yang tidak kenal saja menengoknya langsung. Bahkan memberi makanan dan uang yang kalau dikumpulkan, totalnya hampir 2 juta. Masa Shara hanya memberi ucapan GWS membosankan yang terdengar seperti formalitas?

Apa Januar berlebihan kalau ingin dapat perhatian lebih dari Shara? Dirinya kan hampir mati gara-gara kejadian itu. Ini kan bukan sakit biasa.

Bukannya Januar mengharap uang atau makanan dari Shara. Ia hanya ingin wanita itu datang dengan raut muka khawatir. Itu saja.

Tapi. Ya, mungkin dia memang sedang ada masalah, entah apa.

*****

TOK.. TOK.. TOK..

Ketukan keras di pintu depan hampir saja membuat jantung Januar copot.

"JANU...!!!!"

TOK..TOK..TOK..

Januar keluar dari kamar dan berjalan ke depan untuk membukakan pintu. Lelaki kurus tinggi muncul di hadapannya.

"Dinei jatah seko cah-cah." kata Mas Winan sambil menyerahkan keresek.
(Dikasih jatah sama anak-anak)

"Eneng opo to?"
(Ada apaan emang?)

"Arisan, tapi sing mangkat mung sitik, padahal panganane akeh."
(Arisan, tapi yang berangkat dikit, padahal makanannya banyak)

"Oalah."

"Yowes nek ngono, tak balik neng pos kamling."
(Yaudah kalo gitu, tak balik ke pos kamling)

Pos kamling yang dimaksud adalah Balai RT. Karena memang sebelahan.

"Urung rampung po le arisan?"
(Belom kelar arisannya?)

"Uwes, arep do nonton bal-balan."
(Udah, mau pada nonton bola)

"Mbok tak melu ah."
(Ikut ah)

"Koe lakyo bar loro, engko seneni mamah lho." ujar Winan, yang membuat Januar serasa dicap anak mami.
(Kamu kan habis sakit, ntar dimarahin mamah loh)

"Ora."
(Gak)

Januar mengunci pintu, kemudian berjalan bersama Winan ke arah pos kamling.

Sesekali tangannya merogoh kresek dan memakan tahu walik di dalamnya, yang diberi Winan tadi.

"Btw, kok enak e tahu walik e?"
(Btw, kok enak tahu waliknya?)

Luarnya renyah, isiannya tidak alot dan merekat kuat di cangkangnya, sehingga tidak mudah lepas meski digigit.

"Enak???"

"Heem. Tuku ngendi e, Mas?"
(Huum. Beli dimana, Mas?)

"Yesi sing gawe."
(Yesi yang bikin)

Kunyahan Januar terhenti, "Ngapusi."
(Boong)

"Tenan."
(Bener)

"Paling tuku neng jakal ngisor."
(Paling beli di jakal bawah)

"Welah, ra percoyo."
(Walah, gak percaya)

"Tenan po mung ngeledeki e iki?"
(Bener apa cuma ceng-cengan nih?)

Winan lalu tertawa, "Tenaaan."
(Beneer)

Januar masih trust issue, tidak langsung percaya begitu saja karena sudah biasa dicengi dengan Yesi.

Mereka berdua pun sampai di pos kamling. Di situ masih ada Yesi, sedang mencuci gelas dan piring bersama yang lain. Mata mereka bertemu sekilas, sebelum akhirnya Januar bergabung bersama remaja laki-laki yang lain yang sudah siap menonton bola di depan TV.

"Eh, Yes! Tahu walik e enak lho jare Janu." kata Winan ember.
(Eh, Yes! Tahu waliknya enak loh kata Janu)

Yesi tidak mengeluarkan respon apapun dan tetap lanjut menggosok gelas dengan sponge.

_____

_____

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cr. Gmaps

JogjalovartaWhere stories live. Discover now