CHAPTER 32 : PEKERJAAN YANG PALING SULIT

20 6 0
                                    


~AOZORA~

"Sudah hari kedua dan lo masih ngeliatin gue kayak gitu?"

Aku membuang muka ketika mendapati sosok Rissa ada di dapur, sedang meminum teh hangatnya. Rissa bahkan hari ini memakai training suit lagi. Apa memang baju dia satu lemari hanya itu saja ya? Aku berdiri di depan jendela dapur yang berkawat, khas rumah zaman dulu dan merasakan dinginnya angin pagi hari sambil meneguk habis segelas air putih.

"Udah bisa bangun sepagi ini bagus buat kesehatan lo, Ao," ujarnya lagi. "Gimana? Masih pegel-pegel badannya?"

Aku meletakkan gelas di wastafel dan mengamini perkataannya. Sungguh, dibandingkan dihajar Jeremy, aku rasa badanku lebih remuk setelah seharian dipaksa Rissa dan Rendra menjalani survival game. Eh ralat, menjalani pelatihan dasar militer. Setelah kemarin pagi kami bertemu, Rissa memaksaku lari keliling rumah sepuluh kali. Napasku hampir putus saat itu, tapi harga diri jatuh karena Rissa yang ikut berlari masih terlihat baik-baik saja—bahkan dia lari lima belas putaran. Sialan.

Aku hanya diberi waktu istirahat untuk sarapan pagi selama satu jam. Setelahnya, dia memaksaku push up, sit up, bahkan sampai squad selama beberapa kali. Tengah hari kami beristirahat dan membersihkan diri. Kupikir aku bisa tidur siang setelahnya, tapi Rissa menyeretku ke halaman lagi. Entah kenapa dan entah kapan, tiba-tiba di halaman belakang ada samsak portable. Lalu aku berlatih kick-boxing. Sungguh, buku jariku memar semua karena latihan itu semua. Setelah kegiatan aneh seharian itu, tahu-tahu malam tiba dan aku merasakan tubuhku yang remuk. Lebih remuk daripada dipukuli Jeremy.

Yang aku heran, kenapa sih aku mau-mau saja disuruh ini itu?

"Ini minum satu atau dua sendok madu. Cepat mengembalikan stamina." Rissa menyodorkan botol madu yang entah dari mana dia dapatkan.

"No, thanks. Nggak suka madu."

Rissa bergumam pelan tidak jelas. "Rendra bener, lo susah diatur banget orangnya. Pantesan Om Ariyo kewalahan ngurusin bayi besar macem lo."

"Maksud lo apa sih!" sungutku, kemudian memilih tidak memperpanjang masalah. Sudah lelah badan ini tidak mau ditambah lelah pikiran. "Rendra kemana? Terus ngapain lo pagi-pagi udah ke sini aja sih? Nggak ada kerjaan lo?"

Rissa terkekeh. Kalau dia membiarkan rambutnya tergerai seperti ini aku jadi teringat Virgo. Aku rindu padanya. Mungkinkah Virgo mencariku? Atau bahagia karena beban hidupnya terangkat satu?

Uh, uh, aku ini memang menjadi beban semua orang bahkan untuk ibuku sendiri.

"Kerjaan gue ya ngurusin orang kayak lo gitu!" sambar Rissa, menyadarkanku dari pikiran yang mulai kembali kusut. Kemarin seharian aku tidak sempat berpikir aneh-aneh karena banyaknya tugas yang diberikan Rissa.

"Apa? Personal Trainer?"

Rissa terkekeh lagi. "Psikolog."

"Psikolog apaan, bikin orang seharian bengek!"

Rissa mengedikkan bahu. "Jujur, lo kemarin sempat mikir negatif nggak? Lo sempet kepikiran bunuh diri nggak? Terus lo tidur nyenyak kan? Nggak mimpi buruk kan? Nggak bangun dengan kepala pusing kan?"

Oh, dia ada benarnya. Tapi aku tidak mau mengakuinya. "Iya tapi badan gue remuk!"

Rissa mengikat rambut panjangnya tinggi. "Iya karena lo nggak biasa olahraga. Melihat lipatan lemak di perut lo dan gelambir di lengan lo, gue yakin lo nggak pernah olahraga selain waktu kuliah di semester awal? Itu perut lo udah kayak bapak-bapak kebanyakan kerja dan kemakan umur tahu nggak sih!"

Rooftop Secret [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang