CHAPTER 41 : KISAH YANG DIMULAI DI ROOFTOP

26 5 0
                                    


~VIRGO~

Ternyata mencari pekerjaan setelah resign itu sulit. Seharusnya aku mencoba melamar ke tempat lain dulu ya sebelum resign. Ah Bram sialan, gara-gara dia rencana ke depanku jadi berantakan. Pagi ini aku baru saja mendapat email kalau hasil wawancaraku kurang memuaskan. Mungkin salah satunya karena aku akan menikah dalam waktu dekat.

Yah, tidak bisa dipungkiri perusahaan membutuhkan orang yang bisa diminta bekerja seperti robot. Kalau dia sedang butuh tenaga tambahan, dia akan mengesampingkan wanita yang berencana mau menikah dan punya anak dalam waktu dekat. Tidak ada perusahaan yang membayar pegawainya hanya untuk cuti satu tahun kemudian karena melahirkan. Rugi.

Indra datang tak lama kemudian. Setelah selesai memindahkan beberapa koper pakaian ke dalam mobil, Indra memilih untuk bersantai sejenak di apartemenku. Setelah demam beberapa hari dan istirahat seminggu penuh, Indra sudah membaik dan menurutku lebih bugar. Mungkin kelelahan karena pekerjaan dan drama terjun ke sungai jadi satu efeknya.

"Aku nggak dapat pekerjaan lagi, Babe," keluhku, sambil menyeruput kopi susu instan tanpa melepaskan pandanganku pada netflix yang membuat Indra kecanduan akhir-akhir ini. Akhir-akhir ini aku kecanduan kopi, kopi hitam di pagi dan malam hari serta kopi susu manis di siang hari. Indra suka mengomel kalau aku minum kopi sebanyak itu.

"Yah nggak apa lah, namanya juga usaha. Lagian aku masih sanggup lah biayain kamu. Kamu nggak perlu ngurangin jajanmu juga, tapi kayaknya kamunya sendiri jarang jajan ya, Babe," ujar Indra sambil terkekeh dan membelai punggungku.

"Kayaknya bakal depresi aku kalau nggak kerja. Gaji kecil juga oke, asalkan aku kerja."

Indra terkekeh lagi. "Iya, iya tahu kok. Tapi enggak usah dibawa pusing. Nanti aku tanyakan teman-temanku siapa tahu ada yang punya loker oke. Jangan pusing-pusing, ngurusin kawinan kita aja aku udah migren."

Aku mencebik. "Iya kamu migren, aku mau pecah kepalanya. Printilannya kan kamu nggak ngurusin!" gerutuku.

Indra terbahak dan mengecup pipiku singkat. "Iya, emang calon istriku ini terbaik!"

Meski aku masih sering kesal dengan Indra, tapi dia berubah akhir-akhir ini. Kata Saskia, Indra juga nggak gampang marah lagi di kantor—mungkin lebih tepatnya nggak sering memarahi Saskia lagi. Mungkin pertengkaran kami sebelum-sebelum ini dan hubunganku dengan Aozora yang ternyata dia rasa cukup dekat, membuatnya sedikit khawatir. Ah yang penting aku senang, dia jadi lebih pengertian. Ya kalau nggak, aku akan khawatir sih mengingat kami akan menikah.

Pernikahan kami tinggal seminggu lagi dan aku jadi sering mulas. Mungkin panik atau tertekan menjadi satu. Aku akan meninggalkan satu fase kehidupan menuju kehidupan yang lebih rumit. Sedikit banyak aku khawatir pada kemampuanku bertahan setelah ini. Pikiran-pikiran buruk selalu menghantui ketika malam tiba. Meski Alesha selalu rajin menemaniku untuk merawat diri dengan melakukan spa dan semacamnya, sepertinya tidak ada terapi otak untuk nggak kepikiran. Ini sepertinya lebih gila dari semua bentuk tugas yang diberikan Ediana padaku dulu.

Setelah bersantai sejenak, kami berdua mulai memindahkan barang-barangku ke apartemen baru yang lebih luas. Aku belum berpikir untuk memiliki rumah. Rumah di Jakarta agak kacau harganya, jadi dengan finansial kami di mana aku tidak lagi bekerja, menyewa apartemen lebih baik untuk sementara. Lagi pula kalaupun terbeli, rumah dengan kapasitas empat orang bisa ditemukan di luar Jakarta dan aku belum sanggup untuk bermacet-macet ria pulang pergi ke Jakarta tiap hari—semisal aku kembali bekerja.

Kami berniat makan malam setelah selesai beberes awalnya, tapi ternyata Indra berubah pikiran dan kami menunda melakukan unboxing barang di apartemen baru—hanya memindahkan barang-barang saja. Indra mendadak mengajakku mencoba tempat makan baru yang lumayan jauh. Katanya sih sedang hits di media sosial.

Rooftop Secret [TAMAT]Where stories live. Discover now