CHAPTER 37 : LAGI-LAGI DIA MELOMPAT

25 5 1
                                    


~ VIRGO ~

Aku benar-benar tidak berniat kembali ke dalam ruangan dan memutuskan minta bantuan Tiffany untuk mengambilkan tasku di kubikel. Setelah mengabari Indra, aku memutuskan berkendara pulang. Aku tidak mau terpaksa bertemu Bram lagi. Masa bodoh dengan pekerjaan. Kalau aku mati, perusahaan hanya akan mengirim karangan bunga lalu mencari pegawai baru. Buat apa aku menyerahkan kewarasanku pada mereka?

Sesampainya di apartemen aku sudah ingin merebahkan diri di atas ranjang dan tidur sepanjang siang, tapi aku memutuskan untuk mandi dan menyeduh teh. Aku butuh ketenangan, bukan pelarian. Setelah secangkir teh tandas dan perasaanku membaik, aku membuka laptop untuk benar-benar merealisasikan surat resign-ku yang selalu terdiam di folder laptop atau berakhir di tempat sampah. Indra sudah setuju kami membicarakannya malam ini. Aku tidak akan mundur lagi. Aku mengirim email pada Human Capital untuk mengurus beberapa berkas pengunduran diriku.

Saat itu, aku baru sadar belum menengok ponselku sejak terakhir menghubungi Indra. Ketika kucari benda itu di dalam tas, ternyata ada lima panggilan tak terjawab. Dari nomor tak dikenal dan aku tak berniat menelepon balik sampai nomor itu menelepon lagi.

"Ya, halo, dengan siap—"

"Virgo? Ini Virgo?"

Suara wanita. Aku mengernyit. Suaranya terdengar sangat asing. "Saya Virgo. Ini siapa?"

"Lo bisa ke Bogor nggak sekarang? Ao di sini!"

"Hah?"

"Udah nggak usah banyak tanya, Ao di sini dan gue butuh lo ke sini. Nanti gue shareloc ya." Suaranya tiba-tiba terputus dan ada suara gemerisik. "Ngapain lo di sini Jeremy! Hei! Berhenti—"

Telepon terputus begitu saja dan perasaanku tidak enak ketika mendengar nama Jeremy disebut wanita itu. Tiba-tiba sebuah pesan masuk menunjukkan shareloc suatu daerah di Bogor. Meski aku sempat ragu, akhirnya kuputuskan untuk menuju lokasi itu. Aku melirik jam yang menunjukkan pukul setengah satu, lalu memutuskan menelepon seseorang sambil bersiap pergi.

"Saskia, kalau lo bisa bolos kerja, ikut gue ke Bogor sekarang. Ao di sana."

**

Perjalanan kami ke Bogor di luar dugaan cukup cepat hanya satu jam setengah dan yang cukup membuatku terkejut, Indra juga ikut. Maksudku, dia adalah orang yang paling tidak mungkin meninggalkan pekerjaan hanya untuk mengecek keberadaan cowok manja yang selalu dibencinya. Diam-diam aku terharu, dia mau meluangkan waktunya untukku.

"Kenapa senyum-senyum?" celetuknya ketika aku kepergok memandanginya.

"Nggak, makasih ya, udah nganterin."

Indra terkekeh. "Pasti kamu mikir, tumben ya mau ninggalin kerjaan?" Kemudian tangannya mengusap puncak kepalaku. "Ya daripada kerja tapi pikirannya khawatir terus kan? Lagipula izinnya juga dapet dengan kompensasi lembur nanti di hari Sabtu, Babe."

Aku sudah hampir membalasnya ucapan Indra, sampai terdengar suara berdeham dari jok belakang. Ups, kami hampir lupa ada Saskia di sana.

"Lanjutin aja, nggak usah peduliin gue," ujar Saskia dengan nada mencemooh.

Aku dan Indra tertawa terbahak-bahak. Sepanjang perjalanan tadi, aku juga akhirnya menceritakan drama yang kubuat pagi tadi dengan Bram. Saskia ikutan heboh mendengarnya. Indra dan Saskia sama–sama tidak mengira aku akan mengamuk dan memukul Bram. Ternyata sekarang hatiku jauh lebih ringan. Sepertinya memang penyakit hati tidak boleh dipendam lama-lama, nggak bagus buat kesehatan.

Tempat yang kami tuju adalah sebuah villa di daerah Cisarua yang jalannya lumayan ekstrim. Tak terpikir olehku jalannya akan seperti ini, untung saja Indra ikut pergi bersama kami. Kami baru saja sampai ke unit villa yang ada di share location kiriman orang misterius di telepon. Aku hampir saja merasa dikerjai karena tak ada tanda-tanda Ao di villa itu. Malah, ada beberapa orang berpakaian hitam yang berjaga di depan pintu—tidak tampak baik-baik saja menurutku.

Rooftop Secret [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang