11. rumah ayah

3.1K 439 28
                                    

Dengan mata masih terpejam Haruto berusaha untuk mencari wangi ayam goreng, hidung anak itu mengendus dengan bibir yang maju beberapa centi sedangkan disisi tempat tidur ada Jihoon yang memegang satu paha ayam goreng, sengaja Jihoon dekatkan dengan wajah adiknya agar bisa membuat Haruto terbangun

Ini adalah cara kesekian kalinya untuk Jihoon meminta maaf, karena kemarin pun Haruto masih belum mau berbicara dengannya, kata Junkyu coba bujuk saja dengan makanan.

Meskipun dengan mata yang masih terpejam Haruto mulai merangkak diatas tempat tidur, anak itu terus mengendus, Jihoon dengan senang malah menjahili adiknya sampai di tepi ranjang satu jengkal lagi mungkin Haruto akan terjatuh.

Anak itu terus merangkak maju dengan mata yang tak juga terbuka, entah mengigau atau memang masih terlalu ngantuk.

Karena terlalu asik menjahili adiknya Jihoon sampai kecolongan bahwa adiknya hampir terjatuh jika saja ia tidak sigap menangkap tubuh Haruto yang hampir mencium lantai.

Haruto tentu saja langsung terkejut, saat terbuka mata anak itu langsung berkaca-kaca bibirnya sudah melengkung kebawah siap menumpahkan tangisannya,

"Stttt... enggak adek gak jatuh... " Tenang Jihoon membawa Haruto kedalam gendongannya, Jihoon mengusap lembut punggung adiknya dengan teratur.

"Turun! Adek mau turun!" Teriak Haruto berusaha untuk memberontak ketika sadar bahwa yang sedang menggendongnya adalah Jihoon.

Jihoon yang kewalahan pun menurunkan Haruto, namun saat Haruto akan membuka pintu, pintunya di kunci dari luar, Jihoon hanya memperhatikan dalam diam

"ABANG JUN BUKA!"

Tak ada yang menyahut, Jihoon menyeringai kecil jari telunjuknya di arahkan pada daun pintu,

Sring!

"HUWAAA ABANG ULAT!"

Haruto langsung berlari terbirit-birit keatas kasur, anak itu langsung saja menerjang badan Jihoon, saat menggedor pintu tiba-tiba saja ada ulat berukuran lumayan besar merayap ke tangannya.

Tangis Haruto pecah anak itu bahkan terus menjerit heboh membuat telinga Jihoon rasanya mau pecah.

Ya mau bagaimana lagi hanya itu satu-satunya cara, ingin menakut-nakuti Haruto dengan tikus tapi anak itu malah sering bermain kejar-kejaran dengan tikus di dapur, ingin menakutinya dengan kecoa tapi Jihoon sendiri yang takut kecoa.

Minggu lalu Jihoon melihat Haruto yang menangis terbirit-birit pulang bermain dan meminta tolong dengan heboh karena ada ulat di bajunya.

"Abang buang ulatnya!" Perintah Haruto menunjuk kearah lantas,

"Kalau adek maafin abang, abang bakalan buang ulatnya tapi kalau adek gak mau maafin abang, abang bakalan keluar terus cari ulat yang banyak!"

Membujuk dengan cara baik-baik tidak mempan jadi Jihoon memutuskan untuk membujuk dengan cara mengancam.

Karena dengan itu berhasil, Haruto mengangguk ribut anak itu bahkan terus memeluk erat kakak sulungnya.

"I-iya hiks Adek maafin abang, sekarang buang ulatnya!"

Jihoon menurunkan Haruto dari atas pangkuan, pemuda itu menyomot ulatnya dan melemparkan dari balkon menuju taman bawah.

Jihoon lantas masuk ke kamar mandi dan mencuci tangan menggunakan sabun.

"Udah jangan nangis, ulatnya udah gak ada"

Namun nihil tangis Haruto malah semakin bertambah keras, anak itu merentangkan tangannya meminta untuk di peluk

REINKARNASI [SELESAI]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ