2. Getaran Hebat

98.7K 2.1K 31
                                    

Jangan lupa ramaikan, yak, Gaes. Yang belum 21+ skip aja. Meski nggak terlalu vulgar tapi ini mengandung adegan dewasa.

Happy reading ....

❤️❤️❤️


Saat ini aku duduk bersila di atas ranjang. Ribel berada tepat di belakangku. Wangi dari aroma terapi yang dia pakai membuat perasaanku menghangat. Beberapa detik kemudian Ribel kembali memijat bahuku dengan pelan. Gerakannya terarah dan teratur. Dari bahu tangannya turun ke lengan. Dia memijat lagi dengan lembut di sana.

Setelah dirasanya cukup, dia berhenti.  "Saya izin membuka kain, Nona."

Kepalaku mengangguk sebagai jawaban, sementara dalam hati sudah menjerit tak sabar. Kain batik yang kupakai sontak luruh ketika Ribel menarik ujung kain yang kusumpal di belahan dada. Dadaku yang memiliki lingkar lumayan besar pun terpampang di hadapannya.

Aku yakin Ribel akan tergoda melihat keindahan dadaku ini. Bukannya aku sombong, dadaku yang sekal dan kencang ini selalu mendapat pusat perhatian jika aku sedang mengenakan pakaian seksi. Apalagi terapis tampan ini? Kalau dia pria normal, dia tidak mungkin tidak tergiur.

"Pijat pelan-pelan saja, ya," pintaku, seraya menelan ludah.

"Baik, Nona. Saya izin memijat."

Aku membusungkan dada ketika Ribel mulai menyentuh, lalu memijat pelan. Dia melakukan gerakan melingkar di area dada, lalu menekan pelan di bagian bawahnya. Naik turun berulang.

Gila, ini luar biasa. Dan aku merasa di bawah sudah basah karena pijatan ringan ini. Sekuat tenaga aku menggigit bibir agar tidak mendesah. Ini benar-benar sulit. Ribel mahir sekali melakukan gerakan yang membuatku terangsang. Tanpa sadar punggungku menyandar di dadanya, sehingga posisi Ribel saat ini seperti sedang memelukku dari belakang.

"Bagaimana Nona, apa ini enak?" tanya Ribel sambil terus melakukan gerakan meremas, mengangkat, lalu menjatuhkan dadaku yang menggantung. Dia bukan lagi memijat, tapi sudah bermain-main.

"Enak banget. Lanjutkan," sahutku dengan mata terpejam. "Oh!" Desahanku lolos juga saat jari Ribel memilin puncak dadaku. Dengan gemas dia melakukannya. Kadang diputar dan ditarik, lalu menyelipkannya di antara dua jari, sementara ibu jarinya mengusap permukaan kemerahan itu.

Kepalaku merebah ke dadanya. Ini sudah di batas normal. Aku pasrah saja jika Ribel mau melakukan hal lebih daripada ini. Tidak peduli malu atau apa pun, aku terus mendesah keenakan.

"Boleh saya mencicipinya, Nona?"

Tentu saja aku mengangguk. Gatal rasanya ujung dadaku tanpa mendapat sapuan lidahnya.

Ribel sedikit menarik tubuhku, lalu badannya dia condongkan ke depan. Kepalanya menunduk, menyasar dadaku yang menantang. Dengan gerakan lembut ujung lidahnya menyapu puncak dadaku.

"Ah, Ribel," desahku membuatnya terus bermanuver di sana. Sebelah tangannya menangkup dada kananku. Meremas dan memilin. Setelah puas dengan dada kiri, dia berpindah ke dada kanan, membuat di area intiku makin terasa basah.

Sudah berapa bulan aku tidak merasakan sentuhan penuh gairah seperti ini? Enam atau tujuh bulan sejak aku pisah rumah dengan Baary. Jadi, wajar jika disentuh sedikit aku langsung belingsatan.

Kakiku yang tadi bersila sekarang sudah membuka lebar dan sedikit menekuk. Tanganku terus meremas rambut Ribel yang tebal.

Setelah beberapa lama dia baru mengangkat kepala. Tanpa meminta izin seperti sebelumnya, dia mengubah posisi menjadi berada di atasku. Tubuhku bahkan sudah dia rebahkan.

Under Cover (THE END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang