46. Lega

14.7K 673 68
                                    

Selamat datang buat yang baru bergabung. Jangan lupa Follow Author dulu sebelum lanjut baca. Dan pastikan vote pada setiap babnya, juga meninggalkan jejak, agar rame. Hehehe.

Disclaimer : Ini adalah cerita Adult-Romance akan ditemukan banyak adegan dewasa. Bijak dalam memilih bacaan. Kalau nggak berkenan skip aja. Jangan tinggalkan sesuatu yang menjatuhkan.

Cerita ini hanya fiktif dan hiburan semata. Jika ada nama tokoh, lokasi, dan adegan yang sama please ya itu bukan unsur kesengajaan.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



Mama tersenyum tipis melihat situasi ini. Aku tidak heran. Dia pasti memandang aneh Ribel sekarang. Dia hanya mengangguk pelan seraya menyambut uluran tangan Ribel sebelum mempersilakan lelaki itu masuk dengan raut muka yang sangat datar. Saking datarnya itu muka, mungkin bisa buat main ice skating.

"Lo sinting ya, Bel. Ngapain lo bawa barang-barang elektronik dan teman-temannya ke sini?" tanya Nando bisik-bisik, tapi masih bisa aku dengar dengan jelas.

"Bukannya ini hal yang lumrah di budaya kita?"

"Kita? Lo aja kali. Dasar aneh. Dosa apa gue punya temen kayak lo."

"Gue calon adik ipar lo sekarang."

"Silakan duduk Nak Ribel," ujar Mama memotong bisik-bisik mereka.

"Terima kasih, Ma."

"Ma, Ma, Ma, nggak usah sok deket. Belum tentu emak gue restuin lo," sentak Nando sadis.

Namun hanya ditanggapi santai oleh Ribel. Pria itu malah mengangkat rendah tangannya, memberi kode kepada Tommy. Aku yakin kejutannya belum berakhir.

Dan ya, dugaanku benar ketika melihat orang-orang Ribel bergilir masuk ke rumah membawa aneka macam parcel. Oh My God! Rahang Nando sampai mau jatuh melihat kelakuan Ribel.

"Bener-bener lo ya mau bikin nyokap gue sesak napas," ucap Nando memijat keningnya sendiri.

"Maaf, Ma. Kalau kedatangan saya mengganggu istirahat Mama."

"Lo nyebut nyokap gue Mama sekali lagi gue sambit juga nih." Nando makin nyolot, tapi segera ditenangkan oleh tangan Mama yang terangkat.

Mama kembali tersenyum tipis, dia tidak menyahuti ucapan Ribel dan malah berdiri seraya memanggil bibi.

"Bi, tolong buatin minum buat tamu kita ya. Sekalian sama orang-orang di luar sana," pinta Mama, lantas menatapku. "Din, bisa ikut Mama sebentar?"

Tanpa menunggu jawabanku, Mama sudah lebih dulu beranjak menuju kamar.

"Emang lo sintingnya udah nggak tertolong lagi. Lo nggak liat nih rumah nyokap udah penuh sama barang-barangnya? Mau taroh di mana itu bawaan lo yang segambreng?"

Nando sepertinya masih belum mengakhiri sesi caci mencacinya. Aku yang memang nggak bisa berkata-kata cuma bisa mengembuskan napas.

"Ditaroh di rumah sebelah saja kalau gitu," sahut Ribel dengan entengnya.

Under Cover (THE END) Where stories live. Discover now