27. Terapi

22.2K 946 63
                                    

Halo, jumpa lagi dengan Ribel-Andini. Sebelum lanjut, pastikan follow authornya dulu, ya, teman-teman bagi yang baru gabung dan yang belum follow.

Jangan lupa vote dan komen banyak-banyak ya, Gaes. Biar apa? Biar nulisnya semangat.

Ada obrolan yang mampir ke telinga ketika aku baru saja masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada obrolan yang mampir ke telinga ketika aku baru saja masuk. Suara tegas Ribel mendominasi. Sesekali disambut suara mendayu milik Suster Vina. Mungkin ini berlebihan, tapi aku bergerak memepet dinding, sengaja mencuri dengar apa yang mereka obrolkan selagi aku nggak ada.

"Aku sudah melihat surat tugas kamu, bahkan CV kamu di rumah sakit itu. Well, aku percaya."

Itu suara Ribel. Yang membuat dahiku mengernyit ketika mendengarnya. Buat apa dia melihat CV perawat itu?

"Harusnya kamu tetap bekerja di Singapore. Bukankah gaji di sana lebih besar?"

"Saya mengenal pemilik rumah sakit, Pak. Jadi, ketika ditawari bekerja di sini saya mau karena beliau menawarkan gaji yang jauh lebih besar."

Sebentar, kenapa obrolan mereka terdengar seperti orang yang saling kenal? Aku makin merapatkan telinga ke dinding.

"Oh ya? Gaji Standar perawat di Indonesia berapa, sih? Harusnya di negara seperti Singapore jauh lebih besar. Atau kamu itu ...."

Entah apa yang membuat kalimat Ribel menggantung dan si perawat malah diam saja.

"Aku sudah menduga. Kenapa kamu malah ambil pekerjaan ini?"

"Saya masih punya waktu di malam hari. Buat Pak Ribel siang hari. Sudah selesai. Pak Ribel mau mandi sekarang? Biar saya bantu menggosok punggung."

Mataku melebar. Apa dia bilang? Menggosok punggung? Awal-awal mungkin menggosok punggung, tapi lama-lama yang lain ikut digosok juga. Nggak menunggu lama, aku segera beranjak menuju kamar tempat mereka berada.

Kusaksikan wanita itu berjongkok di depan kaki Ribel. Cara duduknya membuat seragam pendeknya tersingkap, dan pahanya yang nggak mulus-mulus amat itu terekspos dengan jelas.

Dari baki yang ada di kaki Ribel, sepertinya wanita itu baru selesai membasuh luka di kaki pria itu. Keduanya belum sadar dengan kedatanganku. Bahkan Suster Vina berdiri dengan gerakan sensual, lalu tanpa permisi membantu Ribel mempreteli kancing baju yang pria itu pakai.

"Aku bisa melakukannya sendiri," ujar Ribel mencegah tangan perawat itu menyentuh bajunya.

"Oh, baik, Pak. Saya tunggu di kamar mandi saja. Saya bisa bikin Pak Ribel rileks."

Dua alisku menukik. Bibirku merapat, sementara rahangku mengetat. Apa maksudnya bicara begitu?

Lalu ketika perawat itu berbalik hendak menuju kamar mandi, dia menyadari kehadiranku dan refleks terkejut.

"M-Mbak Andini," ucapnya seraya menunduk.

Ribel memiringkan kepala dan alisnya terangkat ketika menemukanku. "Ngapain berdiri doang di situ? Kenapa nggak masuk aja, Din?" tanya lelaki itu dengan mimik biasa saja. Seolah tidak terjadi apa-apa.

Under Cover (THE END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang