31. Dago Village

20.7K 796 33
                                    

Mager semagernya. Maaf ya baru muncul lagi. Seminggu kemarin memanjakan diri dengan nonton drama seri. Nostalgia jaman SMP, wkwk. Jadi, kegiatan nulis aku vakumkan. Hehe.

Yang kangen Ribel-Andini yuk jangan lupa ramaikan dan vote ya.

🔥🔥🔥


Aku mengerang. Rasa nikmat terasa menjalar sampai ke ubun-ubun. Sesekali kuremas lembut rambutnya yang tebal. Desisan kecil terus meluncur dari bibirku. Pinggulku terangkat, menginginkan sensasi lebih. Sementara pahaku makin melebar, memberinya akses lebih.

"Ah, aku hampir sampai." Aku terpekik tertahan. Ujung jari kakiku menekuk, pusat perut bahkan menegang, dan gerakan provokasi di bawah sana makin membuatku makin mendekati puncak. Hingga akhirnya ....

"Ribel! Fu*k me!" jeritku, bersamaan dengan pecahnya gulungan dahsyat itu. Tubuhku bergetar selama beberapa saat. Sensasi merindingnya kurasakan dari ujung kaki ke ujung kepala. Dadaku naik turun, menetralisir napas yang tersengal. Itu tadi luar biasa.

"Sayang, sampai kapan kamu akan tidur? Kita harus bersiap-siap."

Suara Ribel membuat mataku seketika terbuka lebar. Aku melirik kiri kanan, siang bolong. Dan yang lebih mengejutkan pakaianku masih utuh melekat di tubuh. Bukankah kami tadi sudah melewati percintaan hebat?

Namun, saat melihat Ribel malah sibuk mondar-mandir dahiku mengernyit. Shit! It's just a dream! Tanganku terjulur ke bawah, menyelinap ke balik celana yang kukenakan dan mengecek kondisi celana dalam. Basah.

"Kenapa masih bengong?" Ribel berkacak pinggang di ujung tempat tidur.

"Kita mau ke mana sih?" tanyaku bingung sambil menarik tangan kembali.

"Ke Bandung."

"Ngapain?" Aku terkejut dan bangkit, melupakan mimpi basahku barusan.

"Nando mengundang kita ke anniversary pernikahannya. Masa kamu nggak tau."

Aku menggeleng persis orang bego. Jangankan anniversary kakakku, anniversary pernikahanku saja aku nggak ingat. Oke, itu bukan hal yang harus diingat.

"Nando nggak bilang apa-apa. Harus banget kita ke sana?" tanyaku seraya menyingkap selimut.

"Yang namanya diundang harus datang dong." Tatap Ribel turun ke bawah dan jatuh tepat di bawah perutku. "Kamu ngompol?" tanya dia dengan alis mengerut.

Mataku ikut turun dan melihat gaun tipis yang kukenakan basah. Nggak basah banget, hanya sedikit, tapi pertanyaannya bikin aku keki. Buru-buru aku menutupnya dengan tangan dan menyembunyikan wajah yang pasti sudah memerah.

"Nggak, siapa yang ngompol. Emangnya aku bayi."

"Kamu emang bukan bayi." Kurasakan Ribel mendekat. "Jadi, basah itu karena apa?" Nada suaranya menggoda, dan sejurus kemudian tangannya menyelinap ke balik gaunku. 

"Ribel, jangan." Aku berusaha mencekal tangannya agar tidak masuk terlalu dalam, tapi jelas sia-sia. Dengan mudah dia merangsek ke celana dalamku.

"Basah banget, Din. Pantas saja tidur kamu mendesah."

Aku memejamkan mata dan menggigit bibir saat dia mengorek milikku di bawah sana.

"Kamu mimpi bercinta?" tanya dia berbisik tepat di telingaku. Jarinya yang jahil itu kembali mengusik birahi. Sebelah tangan lainnya memeluk dan meremas dadaku dari luar gaun.

"Ribel, jangan. A-aku belum siap," ujarku terbata ketika dia mendorong  ke tepian ranjang.

"Belum siap?"

Under Cover (THE END) Where stories live. Discover now