44. Minta Izin

16.5K 654 51
                                    

Aku melenguh panjang merasa kepuasan itu sampai

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku melenguh panjang merasa kepuasan itu sampai. Pinggulku terangkat, membuat milikku yang mungkin sudah mengkilat basah terpampang jelas di depan lelaki itu.

Awalnya aku menolak melalukan ini. Memenuhi keinginannya yang aneh, bahkan nggak masuk akal. Namun, dia pandai membuatku tertantang. Dan segalanya pun dimulai. Dengan kaki terbalut Stiletto hitam dan juga gaun tidur berbahan satin tipis, aku memberinya pemandangan gila ini. Menyentuh diri sendiri di hadapannya. Mungkin itu hal biasa, tapi yang gila dia memintaku melakukannya di ruang terbuka seperti ini.

cut off!

Adegan di atas aku cut off ya, tapi kalau mau baca bisa kunjungi Karyakarsa ada di Part : Sempalan Bab 44

Warning : Bagi yang mau baca aja, ya. Yang nggak juga nggak apa-apa. Dan aku warning banget buat yang masih di bawah 18, please jangan dibaca. Hanya untuk dewasa. Mature content.

Link :  https://karyakarsa.com/IceCoffe/sempalan-bab-44-under-cover

***

Di jet pribadi dia tidak pernah mau diam. Dua hari bersamanya terus seperti ini. Seolah takut aku pergi lagi jika jauh sedikit saja. Bukannya apa, aku yang risih lantaran beberapa anak buahnya  pasti memperhatikan kami di balik kacamata hitam yang mereka kenakan.

"Setelah menikah, kamu mau ikut aku ke Singapore kan?" tanya Ribel begitu wajahnya menjauh setelah membuat bibirku bengkak lantaran ciumannya yang panjang.

"Itu mustahil. Aku juga punya pekerjaan di sini. Nggak mungkin aku meninggalkannya."

"Kamu bisa bekerja di perusahaanku. Aku akan menggajimu lebih dari gajimu yang sekarang," katanya seraya menyilangkan kaki. Sebelah tangannya yang paling dekat denganku melingkar di balik pundakku.

"Ini bukan soal gaji. Tapi soal passion aku yang—"

"Aku akan membantu kamu membuka perusahaan desain. Kamu nggak akan berkembang kalau bekerja terus sama orang."

"Tapi, pengalamanku masih belum banyak. Aku nggak mungkin bikin perusahaan tanpa portofolio yang cukup."

"Kamu akan mendapatkan itu ketika mendapat klien pertama dan seterusnya. Dan aku nggak keberatan jadi klien pertama kamu."

Di ujung kalimat dia mengucapkannya sambil berbisik tepat di telingaku sambil menjilat di sana. Kontan saja itu membuat kulitku merinding seketika.

"Bahkan kerjasama kamu dengan Externaise belum selesai." Aku menggerutu seraya menyingkirkan tangannya yang tidak bisa diam dari atas paha.

"Seandainya kamu bukan bagian dari perusahaan itu, aku juga nggak mau memakai jasa perusahaan itu."

Aku menggeleng tak percaya. Tanpa rasa bersalah dia mengatakan itu. Tidak heran jika Siska terus saja mendorong bahkan mengancamku agar terus baik-baikin Ribel.

Under Cover (THE END) Where stories live. Discover now