7. Bonus

64.1K 1.8K 55
                                    

Halo, Gaes. Seperti yang aku bilang. Malam ini kita up lagi. Bertemu Ribel-Andini.

Mau mengingatkan lagi kalo ini lapak dewasa, yang masih bocil harap melipir.

Jangan lupa goyang jempolnya di sini, jangan goyang pinggul. Muehehhe....

🔥🔥🔥

-

-

-



Aku mengerang lirih, lalu menggeliat. Tidurku nggak nyaman. Ada sesuatu yang bergerak-gerak, dan seolah-olah sebuah tangan tengah menggerayangi. Hah? Menggerayangi? Aku nggak lagi mimpi kan? Jangan-jangan si brengsek Baary masuk ke apartemen.

Refleks aku membuka mata. Dan menemukan sebuah tangan yang sedang bermain di atas perut dan puncak dadaku. Aku menoleh dan mendapati wajah tampan Ribel mendekat ke dadaku. Hidungnya mengendus lalu bibirnya yang penuh menelan puncak dadaku dengan gemas.

Aku lupa tengah bersama Ribel semalaman. Entah pukul berapa aku tidur, yang jelas saat itu kondisiku sudah capek dan menyerah pada pria itu. Dan sekarang, dia tampak sedang membangunkan gairahku kembali di saat nyawa belum sepenuhnya kumpul.

"Ini jam berapa?" tanyaku dengan suara serak ciri khas orang bangun tidur. Menahan setengah mati rasa geli dan nikmat yang bertumpu pada daerah dada terus menyambung ke bagian intiku.

Ribel menghentikan kegiatannya dan mendongak. "Kamu sudah bangun?"

"Terbangun. Karena tidurku terganggu."

Ribel hanya tersenyum lalu melanjutkan kegiatannya bermain di dadaku. Lidahnya yang hangat kurasakan tengah berputar-putar, membuat bulu kudukku meremang.

"Ini sudah pagi, kan? Aku harus balik, hari ini masih ngantor." Aku berusaha mendorong tubuh liat Ribel yang saat ini malah berpindah ke atasku.

"Baru pukul lima. Masih ada waktu buat main-main satu ronde lagi," ujarnya membuatku terbelalak. By the way dua ronde semalam apa belum cukup.

"Enggak bisa. Aku harus cepat kalau nggak mau kena macet." Kali ini aku berusaha bangun, dan otomatis membuat Ribel mundur. Aku menggunakan kesempatan itu untuk menurunkan kaki ke lantai. Namun, baru akan bangkit, Ribel menarik pinggangku dari belakang lalu memeluk.

"Kita masih bisa bertemu, kan?" tanya dia, sambil tangannya terus bergentayangan.

"Kamu masih hutang penjelasan. Ah, bisa-bisanya aku tidur lagi dengan orang asing." Aku menyingkirkan tangan Ribel yang terus memainkan dadaku. Pijitannya nggak berubah, masih enak seperti di Bali. Kalau terus membiarkan, bisa-bisa aku dipompanya lagi.

"Kita bukan orang asing. You're mine now."

Aku berdiri lalu menatapnya yang masih duduk di atas ranjang dengan alis naik sebelah. "Aku bukan milik siapa-siapa."

Ribel tampak mengembuskan napas dan mengangkat bahu. "Hari ini aku ada meeting. Bisa kita makan siang bersama?"

"Aku nggak yakin. Di kantor banyak kerjaan," sahutku sembari memunguti pakaianku yang berceceran. Aku perlu ke kamar mandi menyiram diri sebenarnya. Tapi, nggak ada waktu karena harus balik ke apartemen sebelum ngantor.

"Aku jemput di lobi kantor kamu."

"Nggak perlu," jawabku cepat. Hakim belum mengetok palu perkara perceraian itu, apa jadinya kalau ada yang mengira aku berselingkuh? Ah, memang aku sudah berselingkuh sih. Ya Tuhan, apa bedanya aku dan Baary sekarang? Persetan. Ini darurat.

Under Cover (THE END) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora