4. Mencari Cinta yang Hilang

54.9K 2K 38
                                    

Hallo, Under Cover up lagi nih. Di sini aku akan update seminggu 2 atau tiga kali aja, ya. Karena berbarengan dengan on going di pf sebelah. Jadi, bagi-bagi waktu aja gitu. Tapi kalo Gama-Kirana aku up tiap hari.

Oke, nggak usah lama-lama. Kita langsung cuss aja. Jangan lupa vote dan ramaikan.

Happy reading
❤️❤️❤️

-

-

-

Mungkin aku memang sudah gila. Tapi ini kesempatan yang bagus buatku. Bosku, Siska memintaku untuk terbang ke Bali. Ada sedikit masalah dengan perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan kami di sana. Dan aku terpaksa turun tangan. Karena menurutnya aku-lah yang berhasil menggaet klien ini.

Tidak sepenuhnya terpaksa sih, ke Bali sama artinya aku bisa bertemu Ribel, jika beruntung. Jadi, seperti tiga bulan lalu, aku pun meminta akomodasi yang sama seperti waktu itu.

"Maaf, tidak ada terapis yang bernama Ribel, Bu."

Aku mengernyit ketika salah seorang pegawai di spa hotel memberiku keterangan. Kedatanganku waktu itu tidak sempat bertanya tentang terapis tampan itu.

"Tapi tiga bulan lalu, saya memesan layanan pijat urut dari sini. Dan terapis yang datang bernama Ribel. Dia laki-laki tampan dengan tinggi sekitar 180 senti." Aku masih ngotot.

Wanita di depanku tersenyum. "Tapi, Bu. Terapis kami semuanya perempuan. Tidak ada terapis laki-laki."

Keningku makin berkerut dalam. "Jadi siapa yang memijat saya waktu itu? Saya sangat yakin memesan terapis di spa ini."

"Tapi saya bisa memastikan bahwa terapis kami semua perempuan, Bu."

Aku mengembuskan napas seraya memegang kepala. Pusing mendadak datang dan aku makin penasaran. Jika memang Ribel bukan pegawai di sini, itu artinya keamanan hotel ini tidak bagus. Seseorang telah menyusup ke kamarku dan mengaku sebagai terapis lalu memberiku pijat ekstra. Ya, meskipun itu juga keinginanku, sih.

"Oke, terima kasih."

Selama tiga hari di Bali aku tidak menemukan apa-apa, kecuali beresnya masalah kerjaan. Informasi tentang Ribel tidak aku dapatkan, nol.

"Bisa-bisanya kamu nyerahin aku ke orang asing," omelku pada Daniel setelah kejadian aku bangun-bangun ada di kamar hotel.

Lelaki berkulit pucat itu malah terkekeh. "Tapi kamu nggak diapa-apain kan? Dia cuma buka baju kamu terus kamu ditinggal pergi."

"Ya, aku sih ingatnya gitu. Tapi siapa tahu dia berbuat yang nggak-nggak. Posisiku kan lagi nggak sadar."

Bartender itu mengibaskan tangan. "Kalau kamu diapa-apain pasti ingetlah. Nyatanya kamu nggak inget apa-apa. Yaa, paling grepe-greepe dikit mungkin," ujarnya lalu tertawa lagi.

Aku berdecak kesal. Masih mencoba mengingat lelaki yang membawaku pulang ke hotel itu. Otakku merekam wajah Ribel meskipun nggak seratus persen yakin.

"Harusnya kamu minta kartu nama dia dong, kalau aku kenapa-napa gimana?"

"Please, deh, Din. Kamu masih sehat wal afiat sampe detik ini."

Ada aja jawabannya. Dan beberapa malam berturut-turut aku sengaja nongkrong di kelab agar bisa bertemu dengan laki-laki itu lagi. Tapi, sama saja, tidak membuahkan hasil hingga aku terbang ke Bali.

Under Cover (THE END) Where stories live. Discover now