21. Petaka yang Sesungguhnya

25.8K 1.1K 88
                                    

Halo, Gaes. Malam ini Ribel-Dindin balik lagi, ya. Sesuai janji, bab 21 aku post setelah libur lebaran haji usai.

Di bab ini ada sekitar 1500 kata. Padahal prediksiku cuma 100 kata aja. Itu pun belum semuanya terselesaikan. Tapi nggak apa deh, nunggu next chapter aja.

Oke, pembaca UNDER COVER yang budiman, bagi yang belum follow authornya jangan lupa follow dulu, yak.

Pastikan juga kamu vote dan komen di tiap babnya.

Rasanya ingin melesak ke dasar bumi, dan nggak ingin bangkit lagi

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Rasanya ingin melesak ke dasar bumi, dan nggak ingin bangkit lagi. Mungkin saat ini wajahku sudah merah padam menahan malu dan marah secara bersamaan. Belum  hilang kedutan yang aku rasakan di bawah perut, bahkan bagian intiku masih terasa sangat basah lantaran sisa-sisa klimaks tadi, sekarang aku dikejutkan seseorang yang sama sekali nggak kuharapkan kehadirannya. Setidaknya dalam kondisi saat aku sedang telanjang dan meluapkan birahi dengan mainan itu. Mungkin ini definisi sial yang sebenarnya.

"Kamu bergairah sekali ya," ucapnya seraya tersenyum. Dia menenggelamkan dua tangannya ke saku celana lalu berjalan pelan memasuki kamar.

Aku menelan ludah dan makin merapatkan selimut. Sebenarnya aku heran bagaimana bisa pria itu masuk ke apartemen? Aku sangat yakin sudah mengunci pintu unit.

"Ba-Bagas? Ke-kenapa kamu bisa masuk ke sini?" tanyaku terbata. Tidak ada yang lebih memalukan daripada ini. Aku tidak tahu sejak kapan dia menyaksikan aku .... Ya Tuhan.

Pria itu berhenti dan menatapku dari ujung ranjang. "Mungkin karena kamu mengabaikan ajakanku untuk bertemu," sahutnya mengedikkan bahu, lalu tersenyum lebar. "Nggak kusangka malah menemukan pemandangan indah di sini."

Sontak aku membuang muka, jengah. "Tapi kamu lancang sudah masuk ke tempat privasiku," ujarku miris. Aku tidak suka caranya muncul tiba-tiba dan membuatku syok.

"Oh, aku minta maaf. Apa cuma Ibel yang boleh lancang masuk ke sini?"

Aku menatapnya dengan pandangan menyipot. Bagaimana dia bisa tahu? Apa Nando juga tahu? Mampus kalau itu benar.

Tapi yang menyebalkan, Bagas malah tersenyum padahal aku nyaris panik mendengar pengakuan itu.

"Kalau kamu lagi butuh belaian. Feel free kamu bisa hubungi aku, Din. Aku lebih hebat dari Ibel kalau kamu mau tau."

Brengsek. Aku tidak menyangka dia akan mengatakan hal itu.  "Apa maksud kamu?" tanyaku sudah makin nggak nyaman dengan kehadiran pria itu.

Bagas terkekeh, lantas kakinya melangkah mendekatiku.

"Setop di situ!" Aku mengayunkan tangan. Alarm tanda bahaya di kepala berbunyi mendadak. Sikap waspada perlahan mulai mengumpul. Bagas yang kulihat malam ini bukan seperti Bagas yang kukenal.

Alis pria itu menyatu. Kepalanya meneleng dan senyumnya makin terlihat aneh. "Ada apa, Andini? Bahkan setelah aku di depanmu langsung, kamu nggak mau aku dekati? Sesibuk apa sih kamu, Andini?"

Under Cover (THE END) Où les histoires vivent. Découvrez maintenant