35. Wedding invitation

18.2K 825 53
                                    

Dahi Siska mengernyit saat aku mendorong sebuah undangan tepat ke depannya. Sambil melirikku dengan tatapan tanda tanya, dia menarik undangan tersebut.

"Ini terlalu elegan kalau buat undangan ultah," katanya masih dengan pandangan yang tampak bingung.

"Itu bukan undangan ultah."

Mungkin wanita itu bisa menebak isinya. Dia terlihat makin penasaran, sambil membuka sampul pita undangan itu. Sejenak aku memberinya waktu untuk membaca isinya.

Nggak butuh waktu lama saat akhirnya mata bulatnya melebar. "It's really? Kamu mau nikah?" Rasa takjub terlihat jelas di wajahnya.

"Ya, seperti yang tertulis di situ."

"Oh My God. Finally, Ribeldy bisa naklukin kamu. Tapi aku bisa nebak sih, dia memang pria idamanable! Kamu pasti luluh juga."

Idamanable. Bahasa apaan itu?

"Kalian mau nikah di Singapore?"

Aku mengangguk. "Aku minta cuti. Sori kalau nggak sesuai prosedur, nikahnya juga terbilang mendadak."

Tiba-tiba Siska menyorot perutku. "Kamu nggak lagi hamil, kan?"

"Hah? Ha-hamil? Nggak kok." Aku merasa kurang yakin.

Siska tersenyum simpul. "Aku tau kamu pintar main. Nggak mungkin hamil. Kecuali ...."

"Kecuali apa?"

Dia mengibaskan tangan. "Udahlah lupain. Aku pasti datang sih." Pandangannya kembali ke kertas undangan di tangannya. "Asal diongkosin." Lantas cekikikan sendiri.

"Kalau itu minta aja ke Ribel. Dia yang punya ide nikah di sana. Merepotkan banget, kan? Mana mama udah tua, masih harus diseret-seret ke sana."

Siska tertawa mendengar omelanku. Sampai tawanya reda beberapa detik kemudian, dia menggelengkan kepala.

"Wanita lain diajak nikah di luar negeri itu bangga. Lah kamu malah menggerutu. Satu lagi Tante Silpa nggak tua-tua amat kok, cuma keriputnya di mana-mana." Wanita itu kembali tertawa. Membuatku memajukan bibir sebal.

"Udah ah. Aku mau keluar. Masih banyak kerjaan." Aku berbalik dan hendak keluar tapi suara Siska mencegahnya.

"Din, kamu tau Bryan?"

Dahiku menciptakan kerutan saat otakku berpikir tentang nama itu. Nggak lama, wajah seorang laki-laki yang begitu fresh muncul seketika.

"Anak baru itu?"

Siska mengangguk semangat. Oh My God, jangan bilang dia lagi ngincer bocah itu.

"Ganteng kan? Aku suka banget sama bentuk tubuhnya. Bikin aku birahi. Kira-kira kalau diajak threesome mau nggak, ya. Bayangin dikerjain atas bawah sama dua brondong bikin aku geter."

Sinting! Tanpa merespons ucapannya aku bergerak keluar. Aku lagi nggak mood nanggapi ucapan mesumnya. Dia itu setengah waras. Fetishnya aneh, dan bikin aku bergidik.

Dikerjain atas bawah dia bilang? Sialan! Adegan dia mendesah di bawah dua pria spontan berkelebat. Aku menggeleng cepat. Tambah nggak benar saja.

"Kamu kenapa? Tiap keluar dari ruangan Siska mendadak kayak orang ngeblank mulu," komen Raka. Dia terlihat membawa sebuah gulungan kertas yang aku yakin berisi gambar sebuah bangunan.

Aku mendekati meja dan duduk sambil mengembuskan napas kasar. Tatapku mengedar mencari Dany.

"Dany mana?" tanyaku saat nggak menemukan berondongnya Siska itu.

Under Cover (THE END) Where stories live. Discover now