16. Variabel Kematian

40.7K 3.9K 76
                                    

Segelas brandy ditaruh. Lukas pikir perutnya sudah penuh dengan minuman beralkohol. Ditambah baju yang sengaja dibuat sempit. Entah dalam rangka apa istrinya mendesain baju yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Lukas sekilas mendengar kata ‘pamer’ dari bibir mungil itu.

Mungkinkah Lilyana sengaja membuat desain baju ketat supaya bisa pamer ke orang-orang? Terlebih saat itu dia pernah bilang tubuh Lukas lebih bagus dari prajurit.

“Aku ke kamar mandi dulu,” ungkap Lukas kepada istrinya.

“Hum,” balas Ziya. Tanpa melihat dan fokus menyantap dessert coklat.

Langkah Lukas berhenti di balkon. Pesta pertunangan diadakan di aula lantai dua. Hanya butuh berjalan sebentar untuk sampai ke sini. Bukannya Lukas ingin berbohong. Mengatakan pada istrinya ingin ke kamar mandi. Justru ia ke tempat ini. Lukas hanya tidak enak hati mengatakan tujuannya.

Lukas melonggarkan doubletnya. Sedikit, untuk menghilangkan rasa sesak. Inilah alasan Lukas pergi. Ia masih ingat antusiasnya Lilyana membuat desain bersama pemilik botiq. Lukas hanya tidak ingin membuat dia kecewa.

“Hah, sudah lama aku tidak pergi ke pesta. Rasanya lebih mudah ke medan perang dibanding menanggapi kerumunan orang bermuka dua itu.”

Sejak Lilyana tidak sadar setelah kecelakaan kereta waktu itu. Tak ada satu pun undangan pesta yang Lukas datangi. Dengan gamblang ia bisa menolak undangan itu dengan alasan khawatir dengan istri. Tapi sekarang? Lilyana sudah sadar dan cepat atau lambat undangan seperti ini akan menjadi makanan sehari-hari.

Senyum Lukas mengembang miris. Teringat bagaimana enggannya Lilyana menggandeng tangannya saat acara-acara seperti ini. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di ruang istirahat setelah menyapa beberapa Lady. Seolah kehadirannya hanya formalitas saja. Mungkin karena sikap Lilyana yang seperti itu rumor retaknya rumah tangga ini semakin menjamur.

“Lukas?” Suara wanita memenuhi indra pendengaran Lukas. Ia menoleh dan mendapati seorang gadis dengan dress pink yang Lukas tahu sudah menjadi kesukaannya sejak kecil.

“Margaret?”

“Wah, aku tidak menyangka akan bertemu kau di sini. Lama sekali kita tidak bertemu ya? Ah! Maaf atas ketidaksopanan ku.” Tunduk Margaret. Ia membungkuk sedikit. menurunkan kepalanya. “Seharusnya aku tidak boleh hanya memanggil nama mu saja. sekarang kau adalah seorang Duke.”

“Santai saja,” sahut Lukas cepat. Yah, sejak dulu Margaret selalu sama. Ceria dan sedikit ceroboh.

Dia Margaret Karion, teman masa kecil Lukas. Margaret sering main ke mansion karena persahabatan Ayah Lukas dengan kepala keluarga Karion. Begitupun sebaliknya. Semenjak Ayah Lukas meninggal, Margaret yang saat itu sibuk terjun ke dunia social jarang singgah lagi. Begitu pun Lukas, ia sibuk menyusun strategi di medan perang.

“Bagaimana kabar mu?” tanya Margaret.

“Hmm, ku pikir baik.”

“Ku pikir?”

Lukas bertumpu pagar pembatas. Menatap langit. “Yah, sebab dewasa yang ku anggap menyenangkan saat kecil dulu ternyata hanya ilusi saja.”

Margaret terkekeh, mensejajarkan diri dengan Lukas. “Memang dewasa seperti apa yang kau inginkan?”

“Emm…. Berkelana. Menunggang kuda dan menjelajahi tempat asing. Setidaknya aku tidak perlu repot mendatangi pesta dan hanya meminum alkohol dengan senyum terpaksa. Jika diberi pilihan, aku lebih baik pergi ke medan perang malam ini juga.”

“Hahaha, yah, itu memang diri mu. Kau tidak pernah berubah ya?”

Lukas melirik singkat. Menyisir Margaret. “Tapi kau banyak berubah.”

DUKE! Let's Have Babies! (END)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant