32. Ungkapan Cinta Kedua

37.9K 3K 40
                                    

Suara desisan terus keluar dari bibir ranum itu. Sejurus dengan seorang paruh baya tengah melakukan pemeriksaan di area pergelangan kaki. Tiap pergerakan menimbulkan nyeri hingga akhirnya Ziya tak dapat menahan rintih.

Yah, ini salah satu dari sejuta kecerobohan Ziya. Bagaimana bisa dengan percaya dirinya ia lari ke arah kuda dan berniat menungganginya. Padahal tahu sendiri Ziya tidak pernah naik kuda sama sekali. Oh jangankan naik. Melihat secara langsung saja nihil.

Tidak berhenti sampai di situ. Seolah terkilir bukan apa-apa. Ziya menuruni dataran terjal penuh akar. Tak terhitung berapa luka akibat aksinya itu.

Kalau boleh jujur, selama perjalanan pulang dengan Lukas. Ziya menerima banyak ocehan yang memperingati agar ia tak melakukan hal semacam ini lagi. Sampai sekarang Ziya masih terngiang-ngiang ocehan Lukas.

Kalau kalian pikir setelah peristiwa dramatis bercampur romantis kemarin adalah awal dari kebahagiaan mereka. Maka jawabannya. Big No!

Ziya melirik ke samping. Tepat di mana Lukas berdiri di sisi ranjang Ziya.

Horor!

Sejak sore tadi. Lukas terus menukikan bibir. Keningnya mengerut dalam. Di tambah tangannya senantiasa bersedekap.

Beberapa tabib sengaja Lukas hadirkan untuk memeriksa Ziya. Dari yang memberi salep luka. Ramuan. Dan sekarang? Ah, mungkin di dunia nyata namanya tukang urut kali ya? Entahlah. Soalnya sejak tadi paruh baya laki-laki ini terus memijat persendian kaki Ziya yang terkilir.

"A-anu... kaki ku baik-baik saja kan?" ucap Ziya. Entah kenapa semakin kesini aura Lukas semakin tidak enak dipandang. Ziya ingin segera mengakhiri pemeriksaan segera. Sebab, Ziya khawatir jika dibiarkan lama. Tabib ini tidak akan kembali ke rumah dengan selamat.

Yah, lihat saja wajah Lukas!

Dia terus menatap tidak suka ke arah tangan paruh baya ini mendarat. Padahal dia tabib lho! Tabib!

"Tck! Enyahlah!" cetus Lukas pada akhirnya. Tak sanggup lagi melihat laki-laki lain mendaratkan tangan di tubuh istrinya.

"Ba-baik Tuan. Anu... izinkan saya menjelaskan keadaan kaki Nyo--" ucapan tabib itu tersendat. Lukas memelotot horor.

"Sa-saya permisi," ucap tabib itu sembari berjalan membungkuk.

Haah. Satu orang tidak bersalah terkena imbas kekesalan Lukas.

"Harusnya kau mendengarkan tabib itu dulu. Siapa tahu kaki ku bermasalah."

"Tidak perlu," celetuk Lukas. Dia sadar dikendalikan oleh emosi. Pikirannya sedang tidak rasional. Hembusan nafas terdengar berat. Lukas duduk di tepi ranjang. Melirik ke pergelangan kaki istrinya.

"Tck! Apa saja yang dilakukan ksatria yang menjaga mu! Tidak kompeten!"

"Jangan salahkan mereka. Kalau ada yang harus disalahkan itu kau!" cetus Ziya. Entah dapat keberanian dari mana.

Lukas mengangkat satu alis. "Maksudnya?"

"Kenapa kau pulang tidak memberitahu ku? Oh bukan hanya itu! Kau juga pergi diam-diam. Memang kau pikir aku hanya pajangan saja, hah?!"

"I-itu....."

Keadaan sudah berbalik. Kini Ziya gantian menguasai. Sedang Lukas masih bingung dengan jawaban pas.

"Lukas," panggil Ziya. Sejurus dengan itu tangan lentiknya menangkup pipi Lukas. Mengarahkan pandangannya agar fokus ke Ziya.

"Jangan lakukan itu lagi, ya? Sekarang aku adalah milik mu. Kau tidak perlu ragu untuk memegang tangan ku atau cerita apapun tentang masalah mu. Rumah tangga ini. Aku ingin membuat rumah di mana kau selalu ingat untuk pulang. Bukannya menjauh."

DUKE! Let's Have Babies! (END)Where stories live. Discover now