21. Fitnah

37.6K 3.4K 37
                                    

"Lama sekali," gumam Ziya. Mulutnya tak sabar mengunyah camilan ringan. Tidak di dunia ini maupun dunia sana. Yang namanya camilan tak pernah luput dari pandangan. Ziya bisa tahan tidak makan seharian. Hal itu tidak berlaku untuk camilan.

Gelagat Ziya membuat Arnold penasaran. Ia menghampiri Nyonyanya untuk mendapat jawaban.

"Ada yang bisa dibantu Nyonya?"

"Emh... Rahel. Dia tidak kunjung datang."

"Hah, dia itu memang...." Ucapan Arnold terputus. Ah, begini-begini juga Arnold tidak mungkin menjatuhkan orang lain. Tidak tahu saja dia kalau majikan dan pelayan ini bagai bestie yang sudah bersama dari orok.

"Ehem, mungkin dapur sedang menyiapkan," sambung Arnold.

"Hmm, baiklah."

Sang waktu tetap berjalan. Sampai gelas teh Ziya habis Rahel tak kunjung datang.

"Biar ku periksa Nyonya," ujar Arnold.

"Tidak. Biar aku yang memeriksa."

Berbanding terbalik dengan kegundahan Arnold yang takut pelayan itu ketahuan bermalas-malasan seperti tabiatnya. Ziya cukup khawatir. Walau tidak tahu diri. Rahel tidak pernah mengingkari ucapan.

Dress santai itu diangkat sedikit agar Ziya dapat berjalan leluasa. Diikuti Arnold di belakang. Kata hati memilih untuk beranjak. Ziya tak pernah meragukan insting. Pasti terjadi sesuatu dengab Rahel.

"Dia sudah menyiksa pelayan ku! Aku tidak terima!"

"Lena!"

"Dasar pelacur murahan!"

Suara itu bagai rajam menusuk hati. Dengan emosi meledak-ledak, Ziya mendorong kasar pintu besar itu hingga terdengar bunyi gebrakan. Arnold di belakangnya bahkan sampai terkejut.

"BERHENTI!"

Tatapan nyalang tak luput dari manik sebiru langit itu. Keindahannya padam digantikan kilatan ngeri yang mampu membuat seorang ksatria seperti Arnold pun tercengang.

"Apa yang kau lakukan pada Rahel?!"

Tak hanya Arnold. Dua orang di sana pun ikut tercengang. Sedang Rahel terus menunduk.

"Salam kepala Duchess Lilyana. Maaf jika kehadiran kami--"

Sebuah tangan terhadang. Menghentikan ucapan laki-laki itu. "Langsung saja. Kedatangan kami kemari untuk menuntut tindakan Duchess terhadap pelayan pribadi ku saat acara pesta kemarin."

"Menuntut?" gumam Ziya. Ia masih belum ingat. Setelah menangkap satu orang familiar yang berdiri ketakutan di pojok sana. Barulah Ziya sadar. Ah, ternyata pelayan tidak sopan itu.

Langkah Ziya mendekat. Tak ada gentar sedikit pun. Dagunya mendongak seolah ingin menunjukkan kekuasaan. Yah, Ziya memang dari zaman modern. Tapi perihal jatuh menjatuhkan Ziya tak akan kalah. Sebab di era modern gempuran mental terjadi setiap hari.

"Ternyata karena itu." Ziya menghela nafas. Tenang. Ia melirik ke Rahel singkat kemudian berkata, "memang apa yang ku lakukan sampai kau membuat Rahel berdarah seperti ini?"

"Tidak usah mengelak. Pelayan ku menceritakan semuanya!"

"Aku tidak mengelak. Ya! Waktu itu aku menampar pelayan mu karena dia sudah bersikap tidak sopan." Bibir Ziya mengangkat sebelah. "Setelah melihat Nyonyanya sekarang aku tahu dari mana dia belajar."

"Apa kata mu?!"

"Panggil dia. Aku ingin dengar bagaimana dia cerita pada mu."

"Tidak perlu melibatkannya lagi. Sekarang urusan kita."

DUKE! Let's Have Babies! (END)Where stories live. Discover now